oleh Nova Tri Jayanti
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro
Hubungan adalah sesuatu yang terjadi antara dua orang atau lebih yang saling berinteraksi. Hubungan yang baik adalah hubungan yang saling memberikan peran positif antara satu sama lain. Hubungan beracun atau biasa disebut Toxic Relationship adalah hubungan yang ditandai dengan perilaku-perilaku tidak sehat terhadap orang lain. Toxic Relationship dapat menimbulkan kemarahan, depresi atau kecemasan yang dapat menyulitkan hidup secara efektif. Hubungan seperti ini biasanya dimulai karena tidak adanya kepercayaan satu sama lain, sehingga secara tidak langsung saling menyakiti.
Di era digital, remaja sering berlomba-lomba dalam mencari pasangan. Hal ini dikarenakan jika tidak mempunyai pasangan, akan dianggap tidak keren dan terlalu polos dalam lingkungan pertemanannya. Hasil survei dari beberapa penelitian di Indonesia didapatkan data bahwa remaja Indonesia pertama kali pacaran pada usia 12 tahun. Sedangkan, proporsi terbesar pacaran pertama kali pada usia 15–17 tahun yang mencakup 33,3% remaja putri dan 34,5% remaja laki-laki. Namun, tidak semua dapat membangun hubungan sesuai dengan cerita di film-film. Pada kenyataannya, ada remaja mengalami hubungan yang beracun di mana mereka menganggap bahwa perlakuan pasangannya itu wajar, seperti melakukan kekerasan, mengekang, dan lain sebagainya. Tetapi tidak semua orang menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam hubungan yang tidak sehat, karena merasa takut kehilangan pasangan.
Baca juga: 5 Tanda Toxic Parenting, Dampak Negatifnya Bisa Dirasakan Sampai Buah Hati Besar
Faktor-faktor terjadi kekerasan dalam hubungan yang toxic, berawal dari mempertahankan hubungan karena merasa memiliki sepenuhnya. Peneliti menyatakan bahwa faktor-faktor Toxic Relationship dibagi dua kategori, yaitu Faktor Individu, pelaku mudah dalam melakukan kekerasan karena rendahnya pengendalian diri dan Faktor Lingkungan, misalnya mengonsumsi NAZA yang dapat mengganggu pikiran dan memengaruhi perilaku seseorang karena terpengaruh dari teman sebaya. Faktor-faktor Toxic Relationship biasanya terjadi karena adanya (1) cemburu berlebihan, karena beranggapan memiliki sepenuhnya terhadap pasangan, (2) terjadinya perselingkuhan, biasanya terjadi karena adanya permasalahan dengan pasangan, sehingga membuat pasangan mencari pelampiasan dengan orang lain, (3)tidak percaya terhadap pasangan, karena kurangnya keterikatan emosional terhadap pasangan, sehingga menimbulkan sikap posesif, dan (4) emosional yang kurang terkontrol membuat pertengkaran dalam hubungan. Dari faktor-faktor tersebut dapat dilihat terdapat dampak dari Toxic Relationship, yaitu bisa menjadikan trauma dan gangguan psikologis bagi korban. Hubungan toxic dapat menghilangkan harga diri dan harapan untuk masa depan, karena hubungan yang seperti ini hanya bisa membuat tekanan pada batin.
Dalam video klip Kard berjudul You in Me, terdapat perilaku posesif berlebihan yang menimbulkan ketidakpercayaan satu sama lain, sehingga terjadi keretakan dalam sebuah hubungan Toxic Relationship, yaitu pola secure attachment (kelekatan yang aman), pola cemas ambivalen, dan pola cemas menghindar10. Kondisi seperti inilah dapat memunculkan kekerasan dalam suatu hubungan, sehingga dapat memicu gangguan psikologis.. Kurangnya percaya terhadap pasangan dapat memicu perasaan tidak nyaman dalam menjalani hubungan, sehingga menyebabkan hubungan menjadi berantakan.
Saat ini banyak kasus kekerasan sering dialami oleh perempuan, terutama hubungan yang tidak sehat dalam pernikahan. Persiapan mental dan emosional berpengaruh dalam persiapan pernikahan. Kurangnya persiapan dapat menyebabkan hubungan beracun atau Toxic Relationship, sehingga dapat menyebabkan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan data catatan tahunan Komisi Nasional (Komnas) anti kekerasan terhadap perempuan tahun 2023 pada kasus ranah personal, terdapat kasus kekerasan dalam pacaran 422 kasus, kekerasan pada istri 622 kasus, kekerasan pada anak perempuan 140 kasus, KDRT Relasi Personal lain 111 kasus, kekerasan mantan pacar 713 kasus, dan kekerasan mantan suami 90 kasus. Berdasarkan data ini, dapat diketahui bahwa ada Toxic Relationship dalam sebuah hubungan dan banyak terjadi terhadap perempuan. Bentuk dari Toxic Relationship yang mengarah pada kekerasan yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikologis, dan kekerasan seksual.
Baca juga: Hindari Dampak Negatif, Ini Cara Mengelola Inner Child dalam Mengasuh Anak
Kisah cinta serius tidak selamanya indah, kurangnya mengontrol emosional dapat memunculkan sikap posesif dalam sebuah hubungan. Hal ini dapat dilihat dalam film “Posesif”, yang mengisahkan sebuah hubungan yang tidak romantis pada umumnya. Film ini menceritakan sebuah hubungan romantis tetapi berbalut dengan kekerasaan. Tokoh utamanya terjebak dalam Toxic Relationship yang melibatkan kekerasan fisik dan psikis, di mana pasangannya merasakan cemburu yang berlebihan dan kurangnya pengendalian emosi, sehingga terjebak dalam hubungan yang tidak sehat.
Pada film “Marriage Story” yang mengangkat kisah kehidupan rumah tangga yang di ambang perceraian. Selama beberapa tahun tokoh utama menjalani kehidupan berumah tangga yang harmonis, tetapi tokoh utama dari film ini baru sadar telah kehilangan jati dirinya selama menikah karena dirinya dikendalikan penuh oleh pasangannya. Pasangannya bersikap egois, mudah marah, dan keras kepala, yang lalu menimbulkan pertengkaran dan pada akhirnya merasa kecewa karena hubungan mereka tidak sesuai apa yang diharapkan. Hubungan pernikahan yang tidak sehat ini tidak hanya berpengaruh pada pasangan suami istri saja, tetapi juga berpengaruh terhadap lingkungan sekitar, terutama pada anak-anak. Keluarga yang tidak sehat sangat berpengaruh dalam proses perkembangan anak.
Sejalan dengan paparan contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa terjebak dalam Toxic Relationship bisa menghilangkan jati diri dan sangat merugikan diri sendiri. Hubungan ini juga dapat memunculkan perasaan ragu terhadap harga diri dan kemampuan diri, sehingga tidak bisa meninggalkan hubungan yang tidak sehat. Seseorang yang mengalami Toxic Relationship membutuhkan berpikir secara logis untuk mengenali sesuatu yang salah di dalam dirinya ataupun diri orang lain. Keluar dari hubungan ini tidaklah mudah, maka dari itu kita perlu mengevaluasi diri serta mengurangi ekspektasi terhadap pasangan. Dalam menjalani hubungan perlu adanya berpikir panjang, terutama hubungan yang menuju ke jenjang pernikahan yang membutuhkan hubungan sehat.
Memperbaiki perilaku agar hubungan lebih sehat merupakan contoh dari orang yang mempunyai rasa harga diri yang tinggi. Hubungan yang sehat adalah hubungan yang saling percaya, saling mendukung, serta memberikan manfaat positif satu sama lain, orang yang memiliki hubungan yang sehat yang cenderung memiliki kualitas hidup yang baik. Hubungan yang harmonis adalah impian bagi setiap orang, untuk mencapai hubungan seperti ini tentunya diperlukan usaha, komunikasi yang baik, serta komitmen yang kuat.
Referensi
Keny WC, Syahputra RF, Pratomo DR. Pengalaman Toxic Relationship dan Dampaknya Pada Kalangan Generasi Muda. In: Prosiding Seminar Nasional Ilmu Ilmu Sosial (SNIIS). Vol 2. ; 2023:918-926.
Smith M Bin, Lakadjo Ma. Bimbingan Dan Konseling Pranikah Untuk Meningkatkan Persiapan Pernikahan Pada Masa Dewasa Awal.; 2018.
Pemantauan Komnas Perempuan. Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2023. Published 2023. Accessed November 22, 2023. Https://Komnasperempuan.Go.Id/Download-File/949
Pattiradjawane C, Wijono S, Engel Jd. Uncovering Violence Occurring in Dating Relationsip: An Early Study Of Forgiveness Approach. Psikodimensia. 2019;18(1):9-18.
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak PP dan KBPJT. Data Kekerasan Perempuan Dan Anak. https://ppid.dp3akb.jatengprov.go.id/uploads/media/Media20220322457.
Yanti CI. Toxic Relationship Pada Remaja Yang Berpacaran (Studi Fenomenologi pada Remaja Korban Toxic Relationship di Kota Bandar Lampung). Published online 2023.
Putri NB, Putri KYS. Representasi Toxic Relationship Dalam Video Klip Kard–You In Me. Semiot J Komun. 2020;14(1).
Jufanny D, Girsang LRM. Toxic masculinity dalam sistem patriarki (analisis wacana kritis Van Dijk dalam film “Posesif”). Semiot J Komun. 2020;14(1).
Mone HF. Dampak perceraian orang tua terhadap perkembangan psikososial dan prestasi belajar. Harmon Sos J Pendidik IPS. 2019;6(2):155-163.
Dafiq N, Camela MM, Akur MF, Jeniati E. Toxic Relationship Pada Remaja: Studi Literatur. Wawasan Kesehatan. 2023;8(1):27-35.
Julianto V, Cahayani RA, Sukmawati S, Aji ESR. Hubungan antara harapan dan harga diri terhadap kebahagiaan pada orang yang mengalami toxic relationship dengan kesehatan psikologis. J Psikol Integr. 2020;8(1):103-115.