Pada beberapa kasus, tanpa disadari, para orang tua masih sering membawa dampak inner child negatif mereka dalam hal mengasuh anak. Akibatnya, jika anak melakukan kesalahan yang sama seperti kita dulu, tanpa disadari emosi diri akan meluap untuk memarahinya. Tanpa memahami dampak dan luka yang ditimbulkan kepada si kecil nantinya.
Nah, karena inner child merupakan mata rantai yang sulit diputus, untuk mengurangi dampak negatifnya pada anak-anak sangat penting untuk mengelolanya dengan baik. Lalu, apa saja yang perlu kita kelola agar inner child orang tua tidak menjadi mimpi buruk bagi buah hati tercinta?
Sebagian orang mungkin pernah mendengar istilah inner child. Secara garis besar inner child adalah jiwa seseorang saat masa kanak-kanak yang dipengaruhi oleh hal-hal yang pernah dialaminya dahulu. Misalnya saja, seorang anak perempuan yang begitu sayang dengan ayahnya pada masa kecil ketika dewasa, dia pun akan memilih pasangan hidup seperti kepribadian sang ayah. Ini juga akan berpengaruh pada caranya mengasuh anak.
Contoh lain misalnya, seorang anak yang dahulu dididik dengan pola asuh keras, disiplin, dan menjadikan sebuah hukuman sebagai ‘makanan sehari-hari’. Ketika dia beranjak dewasa dan menjadi orang tua, tanpa disadari dia pun menerapkan pola asuh seperti itu kepada anaknya.
Dalam buku Home Coming: Reclaiming and Championing Your Inner Child (1990), John Bradshaw menjelaskan inner child adalah istilah untuk menjelaskan konsep mengenai bagian dari diri kita yang berupa anak kecil, yang perlu untuk dicintai dan dirawat. Inner child yang dimiliki masing-masing orang dapat berada dalam kondisi baik atau dalam kondisi bermasalah trauma dan terluka.
Jika seseorang banyak mengalami peristiwa yang menyenangkan dalam hidupnya, maka inner childnya akan berkembang dengan baik dan memberi energi positif bagi jiwa dan perilakunya. Sebaliknya, jika seseorang pernah atau sering mengalami peristiwa yang menyakitkan, maka inner childnya akan stuck di usia saat ia mengalami peristiwa yang menimbulkan luka pada jiwanya.
Pada intinya, inner child terbentuk berdasarkan pengalamannya sendiri yang terekam jelas dan sangat membekas yang didukung oleh lingkungan sekitar. Hingga usia enam tahun otak kita berfungsi pada kecepatan yang relatif lambat. Pada saat itu, frekuensi gelombang otak kita hanya berkisar 4-7 siklus theta per detik. Kondisi ini membuat gelombang otak menjadi sangat reseptif dan membuat kita mudah dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu yang sangat membekas.
Berikut beberapa langkah mengelola inner child dalam mengasuh anak.
1. Mulailah untuk berdamai dengan diri sendiri dan masa lalu
Salah satu cara paling penting untuk mengelola inner child yang sangat membekas adalah dengan berdamai pada diri sendiri terlebih dahulu. Terutama jika memiliki inner child yang memiliki dampak negatif. Sebisa mungkin, mulai sekarang harus belajar menerima jika dahulu pernah disakiti dan dikasari secara verbal maupun fisik.
Tentu saja hal ini sangat tidak mudah dilalui, apalagi untuk mengingat memori yang kurang menyenangkan rasanya sungguh tidak enak. Rasa sedih, kecewa, marah, takut, kesepian, semua terasa menyesakkan dada.
Namun, cobalah mengenali rasa itu lagi, terima bahwa kita memang pernah merasakannya. Menyangkalnya berarti sama dengan menyangkal keberadaan inner child dalam diri.
Cobalah untuk membentuk mindset dalam diri bahwa masa kecil kita dahulu sangatlah bahagia dan penuh dengan kasih sayang. Mulailah memaafkan kesalahan yang pernah di perbuat oleh orang tua atau lingkungan kita pada saat kita masih kanak-kanak.
Cara ini bisa menjadi self healing agar kita bisa lebih mudah menerima dan mengenali keberadaan inner child. Sehingga dapat membuat rasa emosi lebih mudah di kelola.
2. Mencoba untuk memaafkan dan merelakan
Memaafkan merupakan hal yang terlihat mudah, namun sulit dilakukan jika belum bisa berdamai pada diri sendiri atas kejadian yang menyakitkan pada masa lalu. Namun, pada akhirnya emosi, ego dan amarah yang membara hanya akan membakar diri kita sendiri.
Cobalah untuk memaafkan kesalahan orang tua kita di masa lalu. Kesalahan yang mereka lakukan bukan berarti bahwa mereka tak sayang. Namun, mengertilah mungkin saja saat itu terlalu banyak tuntutan hidup yang harus mereka jalankan tanpa mengerti cara mengasuh anak yang baik dan benar. Tentunya tanpa harus menyakiti hati sang anak.
Fokuslah untuk ikhlas dan bersyukur atas apa yang sudah kita dapatkan di masa sekarang. Ketimbang harus melampiaskan inner child yang negatif kepada si kecil. Setelah berhasil berdamai pada diri sendiri dan memaafkan, secara otomatis hati akan terasa lebih lega.
Tenang, tak perlu terburu-buru melakukan hal ini. Sesekali ketika bayangan inner child kembali datang, alihkan dengan kegiatan yang kita sukai agar suasana hati kembali ceria. Perlu diingat melampiaskan inner child dalam mengasuh anak hanya akan memperpanjang mata rantainya.
3. Beri perhatian penuh dan jadikan kehadiran anak sebagai self healing
Ketika mencurahkan seluruh perhatian dan kasih sayang yang tulus kepada anak ternyata bisa menjadi salah satu self healing untuk mengelola inner child. Sayangnya tak banyak orang tua yang sadar akan hal ini.
Memberikan perhatian, cinta kasih yang tulus serta mendengarkan imajinasi mereka ternyata dapat membantu orang tua menghidupkan kembali semangat masa kecilnya. Bermainlah dengannya, kagumi imajinasinya kemudian ikuti proses berpikirnya.
Kegiatan mengasuh anak seperti melukis bersama, bermain rumah-rumahan dan berdansa bisa membangkitkan inner child kita yang amat manis. Hal ini akan membuat kita mengerti betapa indahnya proses tersebut bagi setiap anak, sehingga sebagai orang tua pun dapat menghargainya.
4. Identifikasikan karakteristik inner child yang kita miliki
Inner child ternyata memiliki beragam karakteristik yang berbeda. Namun, biasanya kebanyakan inner child yang negatif berasal dari sebuah trauma yang cukup mendalam, akibatnya terjadi luka yang sulit dilupakan.
Inner child semacam ini seringkali terjadi pada anak yang orang tuanya bercerai, atau sangat sibuk sehingga anak menjadi kurang perhatian, sering menerima bullying dan kerap mengalami kekerasan.
Efek jangka panjang pada seseorang yang memiliki karakteristik inner child seperti ini biasanya cenderung merasa takut ditinggalkan, merasa kesepian, atau tidak berdaya, mudah marah, menentang dan kasar.
Sayangnya, disadari atau tidak ketika mereka sudah menjadi orang tua inner child negatif ini malah diterapkan pada saat mengasuh anak-anaknya. Meskipun tidak semua orang seperti itu.
Sebaliknya, inner child dengan karakteristik positif biasanya berasal dari anak yang mengalami masa kecil ceria dan penuh kasih sayang. Inner child seperti ini biasanya pun berdampak positif seperti menyukai spontanitas, bebas dari rasa bersalah, bebas dari rasa cemas, merasa bahagia dan penuh dengan kasih sayang. Biasanya ketika sudah menjadi orang tua, disadari atau tidak mereka pun juga menerapkan inner child positif ini saat mengasuh anak. Inner child seperti inilah yang sebaiknya ditanamkan dalam mengasuh anak.
5. Lindungi dan rangkul inner child kita
Setelah menerima inner child yang dimiliki, saatnya untuk melindunginya. Dikarenakan inner child biasanya menyisakan kesan mendalam, serta trauma yang tidak akan pernah bisa diusir dari kehidupan kita maka inner child perlu dilindungi.
Untuk melindunginnya, kita perlu mengurangi intensitas berada dalam lingkungan yang mengandung toxic situation. Misalnya saja, kita bisa mengurangi intensitas bertemu dengan orang yang sering membully dan menghina kita sampai membuat cemas.
6. Gunakan strategi re-parenting untuk lebih mencintai diri sendiri
Diri kita yang sudah cukup dewasa ini sebetulnya memiliki cukup pengetahuan bagaimana untuk memenuhi kebutuhan inner child kita. Misalnya, ketika dulu orang tua mengasuh anak dengan cara otoriter, kasar dan jarang memuji kerja keras kita secara otomatis memiliki dampak seperti hilangnya kepercayaan diri.
Justru di sinilah saatnya bagi kita untuk mengatakan pada diri sendiri bahwa “saya bangga dengan diri ini beserta pencapaian yang didapatkan”. Sesekali boleh juga untuk sekadar memberikan apresiasi pada diri sendiri berupa membeli hadiah, meluangkan waktu untuk me time dan sebagainya. Jangan lupa pula untuk selalu mencintai dan menghargai diri kita sendiri, untuk mengurangi dampak inner child tersebut.
BACA JUGA: 17 Prinsip Parenting agar Bebas Stres yang Cocok untuk Pasangan Muda
7. Ceritakan masalah yang kamu rasakan pada orang terdekat
Bercerita tentang keluh kesah kita kepada orang terdekat, termasuk pasangan ternyata bisa membuat beban pikiran masa lalu sedikit berkurang. Dengan bercerita, bisa meningkatkan rasa percaya diri dan mendapatkan dukungan yang dapat memberikan spirit baru pada diri kita.
Namun, tidak berarti semua hal boleh kita ceritakan ke semua orang. Sebaiknya, pilihlah orang terdekat yang sekiranya mampu memberikan masukan maupun solusi atas masalah yang sedang kamu alami.
Terutama pada orang yang mungkin juga pernah mengalami hal yang sama seperti yang kamu rasakan. Kalau belum berhasil, konsultasikan masalah ini pada orang yang lebih berkompeten misalnya seperti psikolog.
Itulah beberapa tips mengelola inner child dalam mengasuh anak agar inner child negatif tidak kita tularkan ke buah hati. Sehingga si kecil bisa tumbuh dengan bahagia tanpa trauma masa kecil.
Sangat membantu