Siap Umur untuk Menikah: Lebih dari Sekadar Angka, Tapi Juga Kesiapan Hidup

Cover - Siap Umur untuk Menikah Lebih dari Sekadar Angka, Tapi Juga Kesiapan Hidup

Table of Contents

Athiyyah Khoirunnisaa – Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera Universitas YARSI

Menikah bukan hanya soal cinta atau restu keluarga. Pernikahan adalah keputusan besar yang membutuhkan kesiapan menyeluruh, termasuk secara usia. Sayangnya, pemahaman tentang “siap menikah” masih sering diartikan secara terbatas, misalnya hanya berdasarkan sudah cukup umur menurut hukum, atau karena dorongan lingkungan sosial dan keluarga. Padahal, kesiapan menikah, terutama kesiapan umur, berkaitan erat dengan kesiapan fisik, psikis, sosial, dan ekonomi seseorang

Baca Juga: Sebelum Siap Nikah, Pastikan 4 Tahapan ini Sudah Kamu Lalui

Secara hukum, Indonesia telah menetapkan batas usia minimal menikah melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, yang merevisi UU No. 1 Tahun 1974. Dalam pasal 7, disebutkan bahwa usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Aturan ini dibuat untuk mencegah praktik perkawinan usia anak yang dapat mengganggu hak tumbuh kembang serta kesiapan biologis dan mental calon mempelai.

Meski begitu, usia legal bukan berarti menjadi indikator utama bahwa seseorang benar-benar siap. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menganjurkan usia ideal menikah adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Rekomendasi ini mempertimbangkan kematangan fisik, emosional, sosial, dan finansial yang biasanya baru tercapai di usia tersebut.

Baca Juga: Tak Harus Kaya, Mapan dan Bekerja adalah Tanda kamu Siap Finansial untuk Menikah

Menikah pada usia yang belum cukup matang membawa risiko, baik dari sisi kesehatan reproduksi, mental, maupun sosial ekonomi. Secara biologis, organ reproduksi perempuan terutama panggul belum sepenuhnya siap untuk kehamilan dan persalinan jika menikah terlalu dini. Hal ini dapat meningkatkan risiko komplikasi pada ibu dan bayi.

Dari sisi mental, seseorang yang menikah terlalu muda cenderung belum mampu mengelola emosi dengan baik, menyelesaikan konflik secara dewasa, atau membuat keputusan rumah tangga dengan matang. Ketidaksiapan ini dapat memicu disharmoni, bahkan kekerasan dalam rumah tangga, terutama jika pernikahan dilakukan karena paksaan atau tekanan sosial.

Baca Juga: 9 Langkah Menuju Siap Nikah

Kesiapan umur juga sangat berkaitan dengan kesiapan ekonomi. Mereka yang menikah di usia matang biasanya telah menyelesaikan pendidikan dan mulai mandiri secara finansial. Sementara itu, pasangan muda cenderung masih bergantung pada keluarga atau belum memiliki keterampilan kerja yang cukup. Situasi ini mempersulit pengelolaan rumah tangga dan meningkatkan kerentanan terhadap kemiskinan.

BACA JUGA ARTIKEL  Glow Up Wedding Showcase, Rekomendasi Konsep Unik dari Le Banc Wedding Planner untuk Pengantin Milenial

Selain itu, pernikahan seharusnya menjadi wadah untuk bertumbuh dan saling mendukung. Pemahaman tentang pembagian peran, perencanaan keluarga, dan pengasuhan anak tidak cukup hanya berdasarkan pengalaman seadanya, melainkan butuh kesiapan usia dan pengetahuan yang matang.

Maka, kesiapan menikah sebaiknya dilihat dari lima aspek utama, yaitu siap umur, siap fisik, siap mental, siap finansial, dan siap punya anak. Usia bukan satu-satunya penentu, namun ia menjadi fondasi awal. Seseorang yang belum cukup umur umumnya belum selesai dalam proses tumbuh kembang, sehingga akan kesulitan membangun rumah tangga yang sehat.

Baca Juga: Penuhi 5 Syarat Berikut Ini Sebelum Kamu Siap Menikah

Mendorong pernikahan pada usia ideal bukan berarti menunda kebahagiaan, melainkan memberi ruang bagi calon pasangan untuk menyempurnakan bekal hidupnya. Menunda pernikahan sampai usia yang cukup bukanlah bentuk penolakan terhadap komitmen, tapi justru wujud tanggung jawab terhadap masa depan diri, pasangan, dan anak yang akan dilahirkan.

Menikah bukan soal cepat-cepat masuk ke fase baru, tetapi soal kapan seseorang benar-benar siap memikul peran. Karena dalam pernikahan, yang dibutuhkan bukan hanya keberanian untuk memulai, tetapi kedewasaan untuk bertahan dan tumbuh bersama dan itu hanya akan hadir bila seseorang sudah siap, bukan hanya cukup umur di atas kertas.

Referensi
BKKBN. 2023. Penyuluhan tentang Pendewasaan Usia Perkawinan dan Kesehatan Reproduksi. https://kampungkb.bkkbn.go.id/kampung/11678/intervensi/492895/penyuluhan-tentang-pendewsaan-usia-perkawinan-dan-kesehatan-reproduksi.

Putri, L. M., & Herlinawati, E. (2022). Penyuluhan tentang pendewasaan usia perkawinan dan kesehatan reproduksi. Jurnal Kebidanan Indonesia, 13(1), 1–7.

Sekarayu, S. Y., & Nurwati, N. (2021). Dampak pernikahan usia dini terhadap kesehatan reproduksi. Jurnal Pengabdian dan Penelitian Kepada Masyarakat (JPPM), 2(1), 37–45.

UNICEF. (2020). Child Marriage Report 2020. https://www.unicef.org/media/83576/file/Child-Marriage-Report-2020.pdf

Yuliani, D. (2022). Edukasi pendewasaan usia perkawinan dalam menyiapkan remaja menuju kehidupan keluarga. Jurnal Penyuluhan Pemberdayaan dan Pendidikan Masyarakat, 6(2), 101–108.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
17
+1
8
+1
4
+1
0
Scroll to Top