Ketika Suami Tidak Bekerja, Harus Bagaimana?

Suami suka marah (Foto oleh Tim Gouw dari Pexels)

Table of Contents

Nina menikah dengan Agus karena dijodohkan orangtua. Mereka tak punya cukup waktu untuk mengenal satu sama lain. Keyakinan Nina menerima pinangan Agus adalah restu orangtua. Setelah menikah, satu hal yang baru dia ketahui dan membuat syok adalah, suaminya tidak bekerja.

Tentu saja kenyataan itu membuat Nina langsung merasa terkejut dan kecewa. Karena tidak bekerja berarti tidak memiliki kesiapan finansial. Meskipun mendapat restu dari orangtua, tidak mungkin Nina mengandalkan subsidi orangtua terus menerus.

Meskipun Nina bekerja, namun Nina merasa suaminya harus tetap bekerja untuk bersama-sama memenuhi kebutuhan rumahtangga. Masalahnya, Nina merasa belum mengenal suaminya dengan baik. Dia takut menyinggung suaminya ketika memintanya bekerja sehingga memicu konflik.

Diam terus membuat Nina juga tertekan. Rasa penyesalan mulai datang, namun Nina tak berani mengungkapkannya. Harus bagaimana?

Menurut Ruisa Khoiriyah, CFP (Certified Financial Planner), Pengasuh Finansial Keluarga Rubrik Tanya Jawab Siapnikah.org, suami tidak bekerja memang menjadi masalah serius dalam sebuah pernikahan. Bagaimanapun suami bertindak sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama.

“Namun, untuk keharmonisan keluarga, kamu harus mencari cara bicara yang enak supaya tidak sampai mengusik egonya. Kamu bisa menyemangati suami agar mencari pekerjaan baru dengan mencarikan informasi lowongan pekerjaan yang sekiranya cocok. Atau, bisa juga dengan mengajaknya merintis usaha bersama,” ujar Ruisa.

Saat ini ada banyak usaha kecil modal yang bisa dirintis secara online. Mulai dari usaha makanan ringan, katering sampai dropshipper online. “Yang paling penting adalah punya niat bekerja. Jadi yang perlu didorong pertama kali adalah membangkitkan niat suami untuk bekerja,” imbuhnya.

Bicara Finansial Sebelum Menikah

Di Indonesia, membicarakan finansial sebelum menikah terkesan tabu. Apalagi jika perempuan yang bertanya, seringkali malah dianggap cewek matre. Padahal ketika kita dan calon pasangan sudah serius dan tinggal selangkah lagi menuju pernikahan, sebaiknya memang membiasakan diri bicara terbuka agar mendukung kelancaran komunikasi.

Kamu bisa mengajak calon pasangan berdiskusi dengan enak, tanpa prasangka berlebihan, misalnya dengan mulai membagi mimpi-mimpimu kelak bila menikah. “Berangkat dari hal-hal remeh misalnya, bertanya ingin tinggal di rumah seperti apa, ingin liburan bersama kemana. Dari obrolan-obrolan seperti itu kamu bisa sedikit demi sedikit mengorek tentang profil finansialnya,” jelasnya.

Tidak perlu khawatir dianggap materialistis. Karena hubungan pernikahan yang sehat harus diawali dengan komunikasi yang terbuka termasuk saat berbicara tentang uang.

“Kuncinya, tidak perlu terlalu detil asalkan informasi-informasi pokok sudah bisa didapatkan. Seperti profil pendapatan dan jenis pekerjan. Apakah karyawan tetap atau wiraswasta yang pendapatannya tidak tetap, besar tanggungan keluarga dan utang juga gaya konsumsinya selama ini,” katanya.

BACA JUGA:

Tiga Pilar Finansial Sebelum Menikah

Ada tiga hal yang perlu kamu ketahui dalam konteks finansial sebelum terikat resmi. Pertama, profil pendapatan. Berapa kira-kira penghasilan yang rutin dia dapatkan setiap bulan.

Kedua, besar tanggungan dan utang. Apakah calon pasangan menanggung hidup keluarganya (adik/kakak/orangtua) dan apakah memiliki cicilan utang? Berapa lama cicilan utangnya.

Ketiga, gaya konsumsi. Apakah pasangan termasuk sosok yang cenderung boros? Perlu dikenali sedari awal supaya kelak saat sudah menikah, kamu tidak kaget lagi dan bisa menentukan ekspektasi terhadap pasangan.

Apabila tidak pernah sama sekali memulai keterbukaan tentang keuangan di antara pasangan, dampaknya akan negatif seperti Nina yang baru tahu suaminya tidak bekerja setelah menikah. “Jadi, lebih terbuka lebih baik sejak awal supaya komunikasi di rumah tangga kelak menjadi lebih mudah. Juga, supaya bisa menghindari “kejutan-kejutan” yang tidak diinginkan terkait keuangan. Misalnya, bila ternyata pasangan menanggung banyak utang, dan sebagainya,” kata Ruisa.

 

 

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
0
+1
0
+1
1
+1
1
Scroll to Top