Pahami Tantangan dan Dinamika Pernikahan Beda Generasi

Tanda Siap Nikah (Foto oleh Miroslav Sárička dari FreeImages)

Table of Contents

Setiap orang berhak menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia bersama pasangan terlepas dari jarak usia yang ada. Pernikahan beda generasi atau antara pasangan yang beda usianya terpaut jauh 10 tahun atau lebih merupakan hal wajar. Namun, tetap saja kamu harus memahami tantangan dan dinamika yang mungkin timbul dari pernikahan itu.

Mengikat janji suci dengan orang yang berbeda usia jauh, baik lebih muda atau maupun lebih tua adalah sebuah keputusan besar. Ini karena secara psikologis pernikahan beda generasi memiliki konflik yang berbeda dengan pasangan pada umumnya.

Kondisi ini pun menuntut pasangan beda generasi untuk lebih dalam memahami satu sama lain. Kamu dan pasangan harus mengetahui tantangannya salah satunya potensi konflik yang berbeda.

Pernikahan beda usia memang memiliki potensi konflik pernikahan yang berbeda. Kalau dibandingkan dengan pasangan yang usianya relatif sepantar. Ada beberapa hal yang perlu kamu bicarakan dan diskusikan dengan matang saat mengambil keputusan untuk menikah dengan orang yang berbeda generasi.

Pasangan ini dinilai rentan mengalami konflik yang berhubungan dengan perkembangan psikologi dan sosial. Hal ini memiliki makna kalau berbeda usia, berbeda pula masalah psikologis, tuntutan, dan peran masing-masing di lingkungan sosial.

Untuk gambaran potensi konflik pada pernikahan dengan usia pria yang jauh lebih tua, misal si suami yang berusia 40-65 sudah mencapai perkembangan emosi yang matang sehingga perubahan suasana hatinya lebih stabil. Sedangkan istri yang berusia 20-30 tahun masih memiliki jiwa muda yang bebas dan penuh dinamika.

BACA JUGA:

Dal hal ini suami bisa saja kesulitan memahami atau menyesuaikan dengan perubahan suasa hati istri setiap harinya. Selain itu, suami yang lebih suka ketenangan di rumah bisa mengalami kesulitan untuk mengikuti gaya hidup istri yang lebih suka menghabiskan waktu di luar. Terlebih lagi, suami bisa kecewa karena istri sering meninggalkan pekerjaan rumah tangga.

Contoh kedua, pada kasus pernikahan dengan istri yang jauh lebih tua. Suami yang lebih muda bisa saja merasa terintimidasi atau kurang percaya diri dalam hubungan rumah tangga. Perasaan ini muncul karena si suami masih berusaha untuk meniti karier, sedangkan istri sudah lebih mapan, bahkan berada di puncak karier.

Tenang, potensi konflik dalam pernikahan beda generasi bisa diatasi dengan memahami dasar dari permasalahan konflik. Umumnya hal ini berakar dari masalah perkembangan psikologi dan sosial yang tergantung dari perkembangan usianya.

Teori perkembangan psikososial dari psikolog asal Jerman Erik Erikson menyebutkan sseeorang akan mengalami krisis yang berbeda-beda dalam setiap tahap perkembangan usianya.

Disebutkan, untuk orang berusia 20-30 tahun biasanya mengalami kecemasan mengenai kepastian karier dan mendapatkan pasangan ideal. Pada tahap ini seseorang cenderung mengalami krisis jati diri. Hal ini membuatnya kerap merasa terisolasi dari lingkungan sosial dan kesepian.

Untuk orang yang berada di tahapan usia 40-65 tahun tujuannya adalah mencari makna hidup. Pada usia ini orang lebih berfokus pada bagaimana profesi yang dijalaninya dan sejauh apa ia mampu berguna untuk orang di sekelilingnya.

Adapun krisis yang cenderung dialami yakni cemas kalau ternyata tidak melakukan hal yang berguna atau menjalani hidup yang monoton. Mereka pun takut kehilangan orang-orang terdekat. Di mana kondisi ini dikenal dengan istilah krisis paruh baya.

Menguatkan Komitmen

Ketika kamu mengenali masalah psikologis dan tuntutan sosial ini, kamu lebih memahami harapan, bentuk komitmen, juga kekhawatiran yang ditunjukkan pasangan dalam pernikahan beda generasi.

Selain menyimpan tantangan, pernikahan beda generasi juga ada untungnya. Pada studi yang dilakukan Purdue University dinyatakan wanita yang menikah dengan laki-laki jauh lebih tua merasa lebih bahagia menjalani pernikahan dibandingkan pasangan menikah yang tidak memiliki beda usia jauh.

Salah satu aspek penentu kebahagiaan dari pernikahan beda generasi itu adalah kemapanan finansial. Selain matang dalam sisi emosi dan psikologis, laki-laki berumur 45-60 tahun biasanya sudah mapan ekonominya sehingga keperluan hidup yang butung biaya besar misalnya rumah dan kendaraan sudah terpenuhi.

Dari sisi psikologis menikah dengan orang yang lebih tua, baik itu untuk pasangan laki-laki maupun perempuan, dapat menciptakan perasaan aman bagi pasangan yang lebih muda. Pasalnya orang yang lebih tua memiliki banyak pengalaman hidup sehingga dapat jadi panutan sekaligus pelindung.

Keuntungan ini juga bertimbal balik pada pasangan yang lebih tua. Karena kerap mencari makna hidup, ia akan merasa berharga kalau ternyata bisa membantu orang lain, terlebih pasangannya yang dikasihinya.

Pernikahan beda generasi tetap bisa menyuguhkan kebahagiaan dan kelanggengan hubungan. Asalkan kedua belah pihak memahami potensi tantangan. Dengan melakukan mitigasi sejak awal pasangan akan lebih siap mengarungi mahligai rumah tangga.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
Scroll to Top