UIN Sunan Ampel Surabaya – Izza Nuzilatul Laili
Buah Hati hasil pernikahan yang sah, menjadi impian semua pasangan, tapi kadang, impian tersebut hanya menjadi renungan kelabu. Pandangan warga Indonesia memiliki 2-3 anak kandung menjadi hal yang lumrah dan ideal, bahkan program pemerintah KB juga menganjurkan jumlah tersebut. Dalam hal ini asumsi kesuburan biologis dan keberhasilan akan menjadi tolok ukur yang panjang bagi penilaian masyarakat. Tidak ada pasangan yang menolak datangnya buah hati, kecuali kesukarelaan dalam sebuah rencana.
Baca Juga: 5 Tanda Kamu dan Pasangan Siap Punya Buah Hati
Kenyataanya, masih banyak pasangan yang belum mendapat momongan di usia pernikahan yang cukup lama, bahkan sampai belasan tahun. Kondisi ini tentu akan mengikis emosional suami istri dan menimbulkan perasaan “tidak berguna”. Ditambah lagi masyarakat yang memperkeruhnya dengan embel-embel “pernikahan tidak akan lengkap sebelum punya anak” padahal mereka tidak mengetahui keharmonisan semacam apa yang diterapkan oleh pasangan tersebut.
Belum punya anak dalam perkawinan menimbulkan komentar negatif bagi pemuja stigma dinasti, Tetapi hal itu tidak berlaku bagi pasangan yang beranggapan bahwa anak bukan segalanya, justru hal ini menjadi kebebasan dan kepuasan tersendiri, ada beberapa pasangan yang tidak mau ambil pusing mengenai hal itu, yang terpenting hanyalah kebahagiaan rumah tangga bersama orang yang dicintainya, presepsi inilah yang harus ditanamkan tanpa mempedulikan sekitar, meskipun pada aslinya mereka menginginkan anak.
Pasangan yang mendambahkan seorang anak tidak mungkin hanya diam dan menerima tekanan sosial, pasti mereka sudah berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuan, Pasangan yang memiliki kesabaran dan keihklasan seperti ini, biasanya tidak menuntut satu sama lain, mereka akan menjalani kehidupan mengalir seperti air tanpa mendengarkan celotehan masyarakat, mereka akan terus membangun keharmonisan rumah tangga bersama orang yang dicintai, meskipun lambat laun akan merasakan dampaknya tidak memiliki anak.
Lantas, apa rahasia mereka agar tetap harmonis?. Kondisi belum ada momongan atau involuntary childless, memberikan beban emosional bagi suami istri karena selain berkaitan dengan kesehatan, beban itu juga muncul dari omongan masyarakat terhadap dirinya. Dalam hal ini, sangat penting komunikasi yang baik antara suami dan istri sehingga muncul dukungan lahir dan batin. Pasangan yang sejalan akan saling menguatkan, membuang masing-masing ego, dan bersama memberi hal baik terhadap hubungan. walaupun dibalik omongan masyarakat itu, mereka marah, iri, sedih, dan kesepian.
Pasangan yang ikhlas menerima keadaan akan terus berusaha membangun keharmonisan rumah tangga dengan saling menguatkan iman, memberikan nasehat kasih sayang satu sama lain, dan bersedia deep talk permasalahan dengan mengeluarkan semua uneg-uneg yang ada, karena pasangan yang berhasil adalah pasangan yang bisa menerima segala sisi dari masing-masing.
Biasanya, masalah ini lebih menyingung kepada pihak istri karena dianggap gagal memberikan keturunan, maka dari itu, dukungan suami sangat diperlukan bagi mental istri, diantaranya bisa berupa dukungan motivasi agar tetap berusaha misalnya menghargai semua kerja keras istri, memberikan nasehat kepada istri, mendukung setiap hal postifnya, dan alangkah baiknya seorang suami tidak menyinggung masalah anak.
Perasaan suami istri yang benar-benar tulus akan menyambungkan semua dilema dan kegundahan hati. Dampak perhatian suami seperti ini, dapat menumbuhkan rasa syukur dari si istri karena memiliki suami yang menuntun bukan menuntut, suami yang selalu melindungi istri dan bersedia tumbuh mencapai impian, dinamika seperti inilah yang mengundang keharmonisan pasangan, meskipun konflik dari masyarakat tidak kunjung usai. Namun mereka tetap menjalin kasih dengan kode romantisme tersendiri. Saling memberikan dukungan, bisa menumbukan semangat baru untuk berusaha seperti giat berobat kemedis atau alternatif serta usaha lainnya yang sekiranya tidak merusak hubungan mereka.
Sejujurnya pasangan yang mengalami invontulary childless, akan merasa takut dengan kesendirian dimasa tuanya kelak. Masa tua merupakan masa kembali menjadi bayi, sudah menjadi kewajiban anak untuk merawat orang tuanya. Lalu jika tidak memiliki anak, siapa yang mengurus dan mendoakan dihari tuanya nanti ?, Seperti yang diceritakan oleh ibu penjuang garis dua , sebut saja namanya Suwarti, beliau menikah selama 17 tahun, namun belum dikaruniahi seorang anak, beliau beranggapan bahwa selain anak, ada hal lain yang melengkapi keluarga, memiliki suami yang menerima apa adanya sudah cukup menjadikan keluarga bahagia, tidak hanya itu, segi finansial juga perlu diperhatikan untuk menata hidup dimasa tua, meskipun tidak ada anak, tetapi dengan finansial yang cukup dapat memberikan peluang gerak leluasa. Ibu Suwarti dan suami lebih memilih membagi rezekinya kepanti daripada mengadopsi seorang anak, karena beliau menganggap hidup bersama anak atau tidak, itu urusan belakang, yang terpenting mereka ikhlas mendo’akan dan senantiasa mengingat kebaikannya. Dari sini kita dapat memahami perasaan getir ibu Suwarti dan suaminya yang hanya hidup berdua, namun kegetiran tersebut mereka kikis dengan saling menerima satu sama lain dan berjanji akan tetap bersama.
Stop, Jangan Minder..! dari uraian diatas bisa dimengerti, bahwa anak bukan menjadi patokan kebahagian di pernikahan, mengapa demikian?, karena banyak juga keluarga yang broken home dan berujung menelantarkan anak. Persoalan sebuah kebahagiaan penikahan memerlukan suatu respon postif, terbuka, sensitif dalam mendengar, loyalitas, dan saling memenuhi kebutuhan spritual memang hal ini terlihat gampang, tetapi susah mewujudkannya.
Baca Juga: Lakukan 6 Strategi Ini Agar Biaya Pendidikan Buah Hati Aman
Komunikasi yang buruk tidak akan mewujudkan dukungan apapun yang menyehatkan mental, alih-alih mendapat simpati pasangan, malah menjadi duka permasalahan baru di pernikahan. Komunikasi tersebut bisa dimulai dengan membicarakan interpersonal masing, saling bekerja sama dan, tanggung jawab. Seorang suami akan menjadi nahkoda bagi istrinya maka hendaklah seorang istri menghormati dan menemani keluh kesahnya, tidaklah mudah bagi pasangan yang mengalami invontulary childless. Pasangan yang belum punya anak akan mempunyai banyak kegiatan bersama dengan saling mencintai tanpa menyalahkan siapapun, Formula selalu bersyukur juga memberi kontribusi untuk menghindari stres dan keributan, sehingga akan selalu bahagia menjalani rumah tangga meskipun belum dikarunai buah hati atau bahkan tidak akan mempunyai buah hati
Referensi
Abdul Malik Iskandar dkk. “Upaya Pasangan Suami Istri Yang Tidak Mempunyai Anak Dalam Mempertahankan Harmonisasi Keluarganya” Vol 7, No. 2. Society Journal (2019). https://society.fisip.ubb.ac.id
Firosa Amalia, dkk. “Husband’s Social Support for Wives Experiencing Involuntary Childlessness” Vol 10. Jurnal Penelitian Psikologi (2023).
Indra Noveldy & Nunik Hermawati. Menikah Untuk Berbahagia. Jakarta: PT. Mizan Publika, 2018.