5 Langkah Menjadi Orangtua Sukses

Menajdi Orangtua Sukses (Foto oleh Febiamar dari Pixabay.com)

Table of Contents

Setelah menikah, setiap orang ingin memiliki momongan. Karena itu pasangan yang siap nikah harus siap menjadi orangtua. Tentu semua ingin menjadi orangtua sukses.

Apa ukuran orangtua yang sukses? Setiap orang tentu memiliki takaran yang berbeda-beda. Namun, semua pasti setuju jika disebutkan orangtua yang sukses adalah orangtua yang mampu mengantarkan anak menjadi pribadi mandiri dan bertanggungjawab. Lalu bagaimana caranya? Ikuti 5 langkah berikut untuk menjadi orangtua sukses.

1. Rencanakan dari Remaja
Faktor terpenting yang menentukan keberhasilan implementasi keluarga berencana adalah kemampuan keluarga dan anggota keluarga dalam merencanakan kehidupan di semua tahapannya: mulai dari kesehatan reproduksi remaja, merencanakan berkeluarga, merencanakan kehamilan dan jaraknya, merencanakan pola asuh anak, dan merencanakan kehidupan hari tua.

Jadi kesadaran untuk merencanakan masa depan keluarga sudah harus diketahui dan dilakukan sejak remaja. Remaja yang sadar untuk berencana akan menjaga pergaulannya dan menghindari perilaku berisiko. Membicarakan keluarga berencana pada remaja bukan hal yang tabu.

Jadi tak ada salahnya jika remaja bertanya dan diberikan jawaban yang benar. Karena pra konsepsi atau proses perencanaan kehamilan mestinya dilakukan saat remaja. Bahkan dari masa pubertas. Bukan cuma untuk perempuan tetapi laki-laki juga. Karena sel sprema dan sel telur sudah ada setelah pubertas.

“Kalau kita optimalkan remaja memiliki kualitas sperma dan sel telu yang baik dan sehat, nantinya anak-anaknya memiliki masa depan yang sehat pula,” ujar Dr. Dyana Safitri, Sp.OG (K), Anggota POGI, Pengasuh Rubrik Tanya Jawab KB, Reproduksi, dan Kesehatan Seksual Siapnikah.org.

Masa pra konsepsi saat remaja bukan berarti menganjurkan remaja untuk hamil, tetapi mempersiapkan kesadaran remaja untuk menjaga kesehatan karena tubuhnya siap bereproduksi. Bertanggungjawab untuk fungsi reproduksi harus dimulai sejak remaja.

“Kalau tanggungjawab dan sadar pentingnya perencanaan kehamilan, remaja akan menghindari pergaulan bebas. Karena sadar seks sebelum nikah memiliki banyak risiko, salah satunya kehamilan. Satu-satunya cara untuk menghindari kehamilan yang efektif adalah tidak melakukan hubungan seksual,” terangnya.

2. Menikah Ketika Siap
Tugas utama keluarga adalah memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anggota keluarganya mencakup pemeliharaan dan perawatan anak-anak, pembimbingan perkembangan kepribadian anak-anak, dan memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarganya.

Pembangunan keluarga dilakukan melalui pendekatan siklus hidup manusia yaitu mulai dari peningkatan kualitas anak, remaja, lansia, sampai dengan peningkatan kualitas lingkungan keluarga. Kasadaran akan tugas utama keluarga ini membentuk kesabaran untuk menikah ketika siap nikah.

Apakah kamu sudah siap nikah? Kamu bisa mengecek kesiapanmu dengan mengisi quisioner berikut ini.

3. Rencanakan Kehamilan
Mengingat salah satu fungsi keluarga adalah memberikan anak kesempatan hidup dalam keluarga yang lengkap fungsinya, maka perencanaan kehamilan adalah kewajiban suami istri. Perencanaan kehamilan bisa dimulai dengan memahami kehamilan berisiko tinggi.

“Ada kehamilan risiko tinggi, yaitu terlalu muda dengan usia kurang dari 20 tahun, terlalu tua usia di atas 35 tahun untuk kehamilan pertama, terlalu sering yang jarak kehamilannya kurang 2 tahun, terlalu banyak lebih dari tiga anak, itu banyak,” papar Dyana.

Oleh karena itu faktor terpenting yang menentukan keberhasilan implementasi Keluarga Berencana adalah kemampuan keluarga dan anggota keluarga dalam merencanakan kehidupan di semua tahapannya: mulai dari kesehatan reproduksi remaja, merencanakan berkeluarga, merencanakan kehamilan dan jaraknya, merencanakan pola asuh anak, dan merencanakan kehidupan hari tua.

4. Terus Belajar
Tidak ada sekolah resmi untuk menjadi orangtua. Sekolahnya adalah kehidupan. Jangan pernah berfikir anak tidak bisa mengerti maksud orangtua, sebenarnya anak adalah penyerap informasi yang cepat. Pada fase anak, terjadi proses penyambungan serabut antar sel otak, maka kemampuan berpikir anak akan makin canggih.

Nah, serabut atau sambungan itu terbentuk oleh lapisan-lapisan tipis bernama Myelin. Setiap lapisan terbentuk, maka muncul satu kemampuan pada anak. Lapisan Myelin juga berperan penting dalam proses komunikasi antar sel otak.

Lise Eliot, seorang pakar ilmu otak (neuroscientist), dalam bukunya yang berjudul “What’s Going on in There?”, menceritakan saat dia meneliti perkembangan otak anaknya. Dalam riset tersebut, Eliot memasang kabel-kabel di kepala anaknya yang masih bayi untuk memonitor otak.

Suatu ketika, anaknya menendang-nendang sehingga kabel yang menempel di kepala terlepas. Secara refleks, Lise Eliot berteriak seperti orang marah, sehingga bayinya terkaget-kaget, takut, dan menangis.

Saat dia memeriksa hasil monitoring anaknya, Eliot menemukan fakta ketika anaknya ketakutan akibat suara teriakannya, lapisan Myelin yang ada di dalam otaknya menggelembung seperti balon, lalu pecah.

Bayangkan, jika kejadian semacam itu terjadi berulang kali, maka lapisan-lapisan Myelin yang sangat penting bagi kecerdasan otak anak akan terus pecah. Akibatnya, momentum membangun kecerdasan anak di usia dini akan terlewatkan.

Karena itu, belajar sabar mengelola emosi sangat penting. Untuk itulah Kesiapan Emosional menjadi salah satu elemen yang harus dipersiapkan oleh pasangan sebelum memasuki gerbang pernikahan. Teruslah belajar menjadi orangtua dengan berbincang pada sesama orangtua, banyak membaca, juga mengevaluasi pola asuh diri.

BACA JUGA:

5. Sabar
Ini kunci utama menjadi orangtua, sabar. Ketika anak melakukan kesalahan atau melanggar peraturan yang berlaku, biarkan dia menerima konsekuensinya. Orangtua harus tega melihat anak menjalani konsekuensi atas ketidakdisiplinannya. Karena ini tahap yang penting untuk meletakkan dasar disiplin pada anak.

Tapi tak perlu juga membesarkan kesalahan yang dibuat anak. Kesalahan anak merupakan proses untuk menjadikannya lebih baik. Diskusikan mengenai kesalahan yang dilakukannya dan tawarkan solusi yang agar kesalahan tersebut tidak terulang kembali. Setelah menjalani konsekuensinya, jangan ungkit-ungkit kesalahan anak. Ini akan membuat anak merasa tertekan dan malu.

Sebaliknya, jika anak bersikap baik jangan ragu untuk memberikan kejutan kepada anak dalam bentuk pujian atau hadiah. Ingatlah selalu, anak sedang masa belajar untuk hidup. Orangtua adalah guru sekaligus contoh nyata. Karena itu bersabarlah agar bisa menjadi orangtua sukses.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
Scroll to Top