5 Ciri Pacaran yang Sehat Sebelum Menikah

Pernikahan yang sehat (Gambar oleh 5688709 dari Pixabay)

Table of Contents

Pro dan kontra pacaran sebelum menikah memiliki pendukungnya masing-masing. Setiap orang memiliki jalan takdir yang berbeda untuk bertemu jodohnya. Apapun caranya, tentu semua melakukan seleksi untuk menentukan pasangan terbaik.

Menjadi dekat sebelum menikah tidak ada salahnya, karena kita perlu menilai kesiapan pasangan di masa depan. Yang terpenting, kamu bisa menjalani pacaran yang sehat dengan ciri-ciri di bawah ini:

1. Saling Menghargai

Pacaran sehat ditandai dengan saling menghargai. Kamu tetap bisa menjadi diri sendiri dan memegang prinsip hidupmu selagi bersamanya. Tidak perlu memaksakan menjadi sama tetapi menyelaraskan pikiran.

Dengan begitu, kamu berani membahas apapun dengan pasangan, termasuk soal pekerjaan, masalah kesehatan, hingga keuangan. Pacaran sehat juga ditandai dengan tidak adanya “penghakiman” di antara satu sama lain, setelah saling berbicara jujur.

2. Komunikasi Nyambung

Namanya pacaran dibutuhkan komunikasi yang baik. Ini juga akan jadi pondasi kuat untuk kehidupan rumah tangga kelak. Komunikasi yang baik dan nyambung diawali dengan menjadi pendengar yang baik. Saling mendengar, saling bercerita. Jika satu pihak saja yang ingin didengar, sementara pihak satunya cenderung diam mengiyakan saja, lama-kelamaan tentu akan tertekan, ini tanda pacaran yang tidak sehat.

Sebaliknya, pacaran yang sehat akan membuka kesempatan komunikasi sebaik-baiknya. Karena kamu tentu ingin tahu masalah hidup ataupun mimpi yang ingin dicapai pasanganmu. Dengan komunikasi yang baik, pasangan bisa seiring sejalan menuju impian tersebut.

3. Saling Percaya

Sedang bersama atau tidak, kamu akan percaya pada pasanganmu. Begitu juga sebaliknya, kamu menjaga kepercayaannya ketika tidak bersamanya. Kepercayaan tidak hanya tentang selingkuh atau berbohong. Kepercayaan yang dimaksud di sini adalah keyakinan bahwa pasangan tidak akan menyakitimu secara fisik ataupun mental. Dia akan berhati-hati menjaga perasaanmu saat bersamanya. Dan lebih berhati-hati lagi saat tidak bersamamu, karena tak ingin orang lain menjelekkanmu nantinya.

4. Menjadikanmu Pribadi Lebih Baik

Cinta seharusnya menguatkan dan menjadikanmu lebih baik. Karena itu pacaran yang sehat juga akan menjadikanmu pribadi yang lebih baik. Pacaranmu tidak akan menghalangi jalanmu untuk melakukan sesuatu yang baik. Saling mengerti dan mau memaafkan kesalahan pasangan. Memberikan ruang dan waktu untuk pasangan. Mendukung pasangan dalam mengejar cita-cita dan mimpinya.

5. No Free Sex

Ini penting untuk digarisbawahi, pacaran yang sehat berarti no free sex. Banyak yang bilang seks sebagai pembuktian kesetiaan dan keseriusan, itu bohong! Pacaran yang sehat pasti akan bertanggungjawab, karena itu sebelum resmi menikah, pacarmu tidak akan memaksakan hubungan seks pra nikah.

Risiko Seks Pra Nikah

Aktivitas seks pra nikah termasuk dalam salah satu perilaku berisiko. Perilaku seksual remaja, terutama perilaku seks pranikah, masih mendominasi perdebatan dari sisi moral, psikologis, dan fisik. Remaja pria lebih banyak menginisiasi atau memulai hubungan seksual pra nikah.

“Ini terkait relasi gender, laki-laki lebih powerfull sementara perempuan powerless. Pria ingin menunjukkan maskulinitasnya, ingin menguji kesetiaan dengan melakukan hubungan seksual pranikah. Sementara perempuan merasa terancam ketika dipertanyakan kesetiaannya, sehingga terpaksa mau diajak melakukan hubungan pranikah,” ujar Widyaiswara Ahli Utama BKKBN, Dr. Wendy Hartanto, MA.

Selain itu, secara sosial, dalam pergaulan sering terjadi ketidakadilan sudut pandang terhadap perilaku seks pranikah pada anak laki-laki dan perempuan. Ketika remaja perempuan melakukan seks pranikah akan dihukum atau dicela hingga dikucilkan. Sedangkan remaja pria jika melakukan hubungan seks pranikah dianggap dapat menambah popularitas atau dikagumi.

Risiko yang paling nyata dari hubungan seks pranikah adalah kehamilan yang tak diinginkan. Jika ini terjadi, respon anak akan tergantung pada kemampuan mereka terbuka pada orangtua. Untuk bertanggung jawab, mereka meminta dinikahkan untuk menyelamatkan anak dalam kandungan. Ketika anak tertutup dan malu, risiko paling mengerikan adalah tindakan aborsi.

Tindakan pengguguran kandungan atau aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu. Tindakan abortus harus sesuai dengan indikasi medis, atau ada alasan medis yang kuat dan mengancam jiwa ibu hamil tersebut bila kehamilan diteruskan.

BACA JUGA:

Aborsi diatur dalam undang-undang sehingga ada ancaman hukum bila dikerjakan tanpa alasan medis. Jadi, tidak boleh melakukan aborsi atau meminta orang melakukan aborsi karena hal ini dapat berurusan dengan hukum. Padahal hubungan seks pranikah tidak memiliki kekuatan hukum, sehingga rentan melakukan aborsi secara ilegal.

Aborsi seharusnya diputuskan oleh beberapa dokter, dan bila dilakukan harus di fasilitas kesehatan, karena seperti tindakan medis lainnya, aborsi juga mempunyai risiko yaitu infeksi dan perdarahan yang dapat meluas, sehingga menimbulkan komplikasi seperti kehilangam rahim, dan bisa mengakibatkan ibu yang menjalani tindakan aborsi kehilangan nyawa.

Kehamilan bisa menjadi sesuatu yang menakutkan dan bisa membuat dia melakukan hal apapun untuk menghentikan kehamilan atau malah melakukan hal yang membahayakan diri.

Risiko Pernikahan Dini

Untuk mempertahankan kehamilan dan bertanggungjawab, tentu harus menjalani pernikahan. Karena dipandang dari segi agama pun, aborsi merupakan perbuatan dosa.

Mau tak mau, bila sudah terjadi kehamilan, kamu harus bercerita kepada kedua orang tua. Bila takut, bisa dibantu saudara yang kita percaya untuk menyampaikan kepada kedua orang tua.

Apakah setelah menikah masalah selesai? Tidak, ada risiko yang membayangi pernikahan dini tersebut.
Menikah di usia terlalu muda meningkatkan risiko terserang kanker serviks karena area reproduksi remaja perempuan belum matang. Ini termasuk kanker pembunuh yang ganas. Pada 2018, ada 18.279 kematian di Indonesia akibat kanker serviks. Jadi, kalau kamu sayang dengan pasanganmu dan tidak ingin dia terpapar risiko kanker serviks, jangan lakukan seks pra nikah.

Di usia muda, organ-organ reproduksi belum berkembang dengan matang. Ukuran panggul perempuan remaja, juga lebih sempit dibanding panggul perempuan dewasa. Karena itu, melahirkan di usia dini sangat berisiko memicu pendarahan saat melahirkan, yang berujung pada kematian ibu.

Bisakah kamu bayangkan setelah bayi lahir kemudian kamu kehilangan pasangan? Tentu berat bukan? Jangan lakukan seks pra nikah karena begitu banyak risikonya.

Analisis menyebut, salah satu faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah usia pernikahan yang terlalu muda. Emosi yang belum matang memang berpotensi memantik perselisihan pasangan, lalu berujung pada kekerasan terhadap perempuan.

Karena menikah di usia dini, pendidikanmu mungkin terhambat. Harus keluar untuk mencari nafkah. Tapi kalau pendidikanmu rendah, akses mendapat pekerjaanpun terbatas. Akhirnya secara ekonomi cenderung lemah, ini akan memicu perselisihan. Selain itu, di usia terlalu muda, kesiapan ekonomi juga masih kurang. Karena itu, pernikahan di usia muda memang lebih berisiko pada perceraian.

Jadi, hindari seks pranikah dalam pacaran yang sehat agar tidak terjadi kehamilan yang tak direncanakan. Bahkan ketika rencana pernikahan sudah disusun, berhati-hatilah, karena segala sesuatu bisa terjadi. Tanpa pernikahan yang resmi, kamu menanggung risiko besar jika terjadi kehamilan.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
0
+1
1
+1
1
+1
0
Scroll to Top