Saat melangsungkan sebuah pernikahan, suku Bugis Makassar di Sulawesi Selatan melakukan banyak ritual sakral. Selain memiliki makna yang mendalam, rangkaian ritual ini bertujuan agar perkawinan berjalan dengan lancar dan mendapat restu dari Tuhan.
Ada 12 langkah yang harus dilalui dalam prosesi pernikahan suku Bugis. Apa saja? Berikut langkah-langkah yang sakral tersebut.
1. Mammanu’-manu’
Prosesi ini dilakukan sebelum upacara pernikahan. Calon mempelai laki-laki akan mendatangi orang tua mempelai perempuan dan meminta izin untuk mempersunting gadis pujaannya. Momen ini juga dimanfaatkan untuk membahas besaran nilai uang panai dan mahar, jika memang keluarga mempelai perempuan menerima pinangan sang laki-laki.
2. Mappetuada
Setelah tahap mammanu’-manu’ selesai, selanjutnya adalah tahap mappetuada. Acara ini bertujuan untuk mengumumkan apa yang telah disepakati sebelumnya mengenai tanggal pernikahan, mahar dan lain-lain. Biasanya di mappetuada, pinangan diresmikan dengan diberikan hantaran berupa perhiasan kepada pihak perempuan.
3. Mappasau Botting & Cemme Passih
Setelah menyebarkan undangan pernikahan, mappasau botting, yang berarti merawat pengantin, adalah ritual awal dalam upacara pernikahan. Acara ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut sebelum hari H. Selama tiga hari tersebut pengantin menjalani perawatan tradisional seperti mandi uap dan menggunakan bedak hitam dari campuran beras ketan, asam Jawa dan jeruk nipis.
Cemme passih sendiri merupakan mandi tolak balak yang dilakukan untuk meminta perlindungan Tuhan dari bahaya. Upacara ini umumnya dilakukan pada pagi hari, sehari sebelum hari H.
4. Mappanre Temme
Karena mayoritas suku Bugis memeluk agama Islam, pada sore hari sehari sebelum hari pernikahan, diadakan acara mappanre temme atau khatam al-Quran dan pembacaan barzanji yang dipimpin seorang imam.
BACA JUGA: 5 Pernikahan Adat yang Makan Biaya Besar
5. Mappasili / Tudammpenni
Mappasili sendiri merupakan prosesi siraman. Prosesi siraman ini bertujuan untuk tolak bala dan membersihkan calon mempelai lahir dan batin. Biasanya air siraman atau mappasili diambil dari tujuh mata air dan juga berisi tujuh macam bunga. Selain itu terdapat juga koin di dalam air mappasili.
Selesai mappasili, tamu undangan yang hadir akan berebut koin yang terdapat di dalam air mappasili. Koin yang didapatkan akan diberikan kepada anaknya yang belum menikah.
Ada kepercayaan di orang-orang Bugis Makassar kalau anaknya akan mudah mendapatkan jodoh setelah memiliki koin tersebut. Selain itu, saudara dan sepupu dari calon mempelai yang belum menikah biasanya akan ikut dimandikan setelah calon mempelai selesai. Semua itu dilakukan agar saudara dan sepupu dari calon mempelai juga menjadi enteng jodoh.
6. Mappenre Botting
Mappenre botting berarti mengantar mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan. Mempelai laki-laki diantar oleh iring-iringan tanpa kehadiran orang tuanya. Iring-iringan tersebut biasanya terdiri dari indo botting (inang pengantin) dan passepi (pendamping mempelai).
7. Madduppa Botting
Setelah mappenre botting, dilakukan madduppa botting atau penyambutan kedatangan mempelai laki-laki. Penyambutan ini biasanya dilakukan dua orang penyambut (satu remaja perempuan dan satu remaja laki-laki), dua orang pakkusu-kusu (perempuan yang sudah menikah), dua orang pallipa sabbe (orang tua laki-laki dan perempuan setengah baya sebagai wakil orang tua mempelai perempuan) dan seorang perempuan penebar wenno.
8. Mappasikarawa/ Mappasiluka
Setelah akad nikah, mempelai laki-laki dituntun menuju kamar mempelai perempuan untuk melakukan sentuhan pertama. Bagi suku Bugis, sentuhan pertama mempelai laki-laki memegang peran penting dalam keberhasilan kehidupan rumah tangga pengantin.
9. Marola/ Mapparola
Pada tahapan ini, mempelai perempuan melakukan kunjungan balasan ke rumah mempelai lelaki. Bersama dengan iring-iringannya, pengantin perempuan membawa sarung tenun sebagai hadiah pernikahan untuk keluarga suami.
10. Mallukka Botting
Dalam prosesi ini, kedua pengantin menanggalkan busana pengantin mereka. Setelah itu pengantin laki-laki umumnya mengenakan celana panjang hitam, kemeja panjang putih dan kopiah, sementara pengantin perempuan menggunakan rok atau celana panjang, kebaya dan kerudung. Kemudian pengantin laki-laki dililitkan tubuhnya dengan tujuh lembar kain sutera yang kemudian dilepas satu persatu.
11. Ziarah
Sehari setelah hari pernikahan berlangsung, kedua pengantin, bersama dengan keluarga pengantin perempuan melakukan ziarah ke makam leluhur. Ziarah ini merupakan bentuk penghormatan dan syukur atas pernikahan yang telah berlangsung lancar.
12. Massita Beseng
Sebagai penutup rangkaian acara pernikahan, kedua keluarga pengantin bertemu di rumah pengantin perempuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun tali silaturahmi antara kedua keluarga.
Demikianlah prosesi pernikahan adat Bugis yang bisa diketahui. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat Bugus melestarikan budayanya.