Kevin Yuwono – Universitas Airlangga
Halo sobat siap nikah, membangun sebuah hubungan adalah tanggung jawab yang harus dipikul oleh kedua insan. Namun, sebagai manusia justru sering kali kita menuruti ego sendiri daripada pasangan kita, dan tanpa disadari kita telah menabur jarum dalam hubungan itu. Apakah kamu pernah berada di posisi itu?
Toxic relationship adalah situasi di mana kita berada di dalam hubungan yang memberikan dampak negatif, baik terhadap satu atau kedua pihak yang terlibat. Toxic relationship dapat diartikan sebagai hubungan yang tidak sehat. Ini bisa terjadi dalam berbagai konteks, termasuk hubungan romantis, persahabatan, atau bahkan hubungan keluarga. Dalam hubungan yang toxic, salah satu atau kedua belah pihak akan merasa terus-menerus terluka, tidak dihargai, atau terjebak dalam dinamika yang merugikan.
Baca Juga: Toxic Relationship: Antara Harga Diri dan Ekspektasi dalam Sebuah Hubungan
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi ciri-ciri dari hubungan yang toxic, solusi, dan cara untuk keluar dari hubungan tersebut. Ciri-Ciri Hubungan yang Toxic yakni pertama ketidakseimbangan kekuasaan. Hubungan yang toxic sering kali ditandai oleh adanya ketidakseimbangan kekuasaan. Ini bisa terjadi ketika salah satu pihak mungkin mendominasi dan mengontrol sementara yang lain merasa tunduk dan tidak memiliki kendali atas keputusan. Pasangan dalam hubungan yang toxic akan sering merasa terus-menerus tertekan, cemas, atau tidak aman. Ketidaknyamanan ini dapat berkembang menjadi masalah kesehatan mental yang serius. Kedua, komunikasi yang Tidak Sehat. Komunikasi yang tidak sehat sering mewarnai hubungan yang toxic. Ini dapat mencakup berbicara dengan kata-kata kasar, merendahkan, atau mengabaikan perasaan dan kebutuhan pasangan. Puncak dari hubungan yang toxic bisa mencapai tingkat kekerasan fisik atau emosional. Ini adalah tanda yang sangat serius dan memerlukan tindakan segera untuk melindungi diri sendiri atau pasangan. Ketiga, tidak Ada Ruang untuk Pertumbuhan Pribadi. Keempat, hubungan yang sehat akan memberikan ruang untuk pertumbuhan pribadi dan perkembangan individu. Di sisi lain, hubungan yang toxic sering kali membatasi potensi individu dan menghambat perkembangan sebab seseorang dalam hubungan toxic akan cenderung merasa takut dan terkekang. Kelima, konflik yang Tidak Selesai. Sobat siap nikah, pernah ga sih ribut dengan pasangan tapi ujungnya diem-dieman? Nah, dalam hubungan yang toxic, konflik seringkali tidak selesai dan menjadi berulang. Masalah yang tidak terselesaikan dapat terus menerus muncul, menciptakan lingkaran negatif tanpa penyelesaian. Keenam, manipulasi emosional. Puncak bahaya toxic relationship adalah manipulasi emosional, dimana hal ini justru menjadi ciri yang umum dalam hubungan yang toxic. Ketika seseorang merasa takut dan tidak aman, mereka akan cenderung mudah untuk dikendalikan atau dipengaruhi oleh pasangannya, seperti memberikan hukuman diam atau membuat mereka merasa bersalah.
Sobat siap nikah, jika kalian merasa relate dengan ciri-ciri sebelumnya maka kalian harus tau solusi untuk keluar dari hubungan yang toxic. Berikut beberapa solusi yang dapat kalian lakukan untuk keluar dari hubungan yang toxic.
Mengenali dan menerima
Langkah pertama untuk keluar dari hubungan yang toxic adalah mengenali dan menerima kenyataan bahwa hubungan tersebut memang merugikan dan tidak sehat. Ini justru sulit karena kalian akan memerlukan keberanian untuk melihat ke dalam diri sendiri dan mengakui bahwa perubahan itu diperlukan. Kita perlu mengetahui nilai-nilai dan batasan pribadi untuk membantu dalam menentukan jenis hubungan yang sejalan dengan kebutuhan dan keinginan individu. Penting juga untuk merefleksikan kesehatan hubungan. Pertimbangkan apakah hubungan membawa kebahagiaan, pertumbuhan, dan dukungan, ataukah tanda-tanda toxic sudah mulai muncul. Tanda-tanda awal hubungan yang toxic seringkali dapat terlihat dalam perilaku atau pola komunikasi. Waspadai tanda-tanda ini dan pertimbangkan apakah hubungan tersebut layak untuk diteruskan.
Bicara terbuka dan jujur
Komunikasi terbuka dan jujur dengan pasangan penting untuk memahami perspektif dari masing-masing dan menentukan apakah ada kemungkinan untuk perbaikan. Namun, hal ini hanya mungkin terjadi jika kedua belah pihak bersedia untuk bekerja sama untuk perubahan yang positif. Komunikasi yang jujur dari awal akan membantu membentuk dasar hubungan yang sehat. Berbicaralah terbuka tentang harapan, keinginan, dan batasan masing-masing. Komunikasi terbuka adalah kunci untuk menjaga hubungan yang sehat. Dengan berbicara secara terbuka tentang perasaan, kebutuhan, dan harapan, individu dapat membangun kepercayaan dan menghindari konflik yang tidak perlu. Keterlibatan dalam hubungan yang sehat memerlukan pemahaman yang baik terhadap peran diri sendiri. Pahami bahwa setiap individu berhak mendapatkan perlakuan yang baik dan dihargai dalam hubungan. Setiap individu memiliki batasan pribadi yang perlu dihormati. Pahami dan hormati batasan pasangan, dan jangan ragu untuk menyampaikan batasan pribadi dengan jelas.
Mencari Dukungan Profesional
Dukungan profesional, seperti konseling atau terapi dapat membantu mengatasi masalah dalam hubungan. Tidak terbatas pada profesional, berbicara dengan teman atau keluarga yang terpercaya juga dapat memberikan perspektif luar dan bantuan saat menghadapi dilema dalam hubungan. Mereka dapat memberikan dukungan dan saran yang objektif. Jika hubungan sudah mengancam keselamatan fisik atau emosional, penting untuk mengambil langkah-langkah perlindunga dari teman, keluarga, atau lembaga perlindungan korban kekerasan.
Membuat Keputusan untuk Pergi
Pada titik tertentu, jika perubahan positif tidak mungkin terjadi atau hubungan terus merugikan meski sudah mencoba bertahan, maka membuat keputusan untuk pergi mungkin menjadi langkah terbaik untuk melindungi kesejahteraan diri sendiri. Sobat bucin perlu ingat bahwa kesejahteraan pribadi harus menjadi prioritas utama. Jangan ragu untuk mengambil langkah-langkah untuk menjaga kesehatan mental dan emosional, termasuk jika itu berarti meninggalkan hubungan yang tidak sehat. Bucin boleh, tetapi kita tetap perlu kemandirian emosional yaitu keterampilan yang penting untuk menghindari ketergantungan berlebihan pada pasangan. Mengembangkan keahlian dalam mengelola emosi sendiri akan membantu membangun hubungan yang lebih seimbang.
Pilih Pasangan dengan Bijak
Teruntuk kalian yang baru pertama kali berada dalam hubungan toxic bisa menjadikannya sebagai pelajaran. Kenali pola yang mungkin menyebabkan masalah dan berkomitmen untuk menghindari kesalahan yang sama. Pemilihan pasangan adalah keputusan yang sangat penting, karena di saat itulah awal dari hubungan kita. Pilihlah orang yang mendukung nilai-nilai dan tujuan hidup, serta memiliki komitmen untuk membangun hubungan yang sehat.
Baca Juga: Pasangan Kamu Abusive dan Manipulatif, Stay or Leave?
Nah, Sobat siap nikah sudah tau kan seberapa buruk toxic relationship, dimana toxic relationship dapat merusak kesehatan mental, emosional, dan bahkan fisik seseorang. Mengenali ciri-ciri hubungan yang toxic, menemukan solusi untuk keluar dari hubungan tersebut, dan mengambil langkah-langkah untuk menghindari hubungan yang merugikan adalah prioritas penting dalam membangun hidup yang sehat dan bahagia. Dengan kesadaran diri, komunikasi yang terbuka, dan keberanian untuk mengambil tindakan, setiap individu dapat membangun hubungan yang memperkaya kehidupan mereka. Jangan ragu untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekat atau profesional jika menghadapi kesulitan dalam mengelola hubungan. Ingat! Kesehatan hubungan adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan jangka panjang.
Daftar Pustaka
Fahad, M. (2022). Jika Toxic Relationship Terjadi Pada Remaja, Cari Bantuan Ahli. Universitas Yarsi. https://www.yarsi.ac.id/2022/02/22/jika-toxic-relationship-terjadi-pada-remaja-cari-bantuan-ahli/ (diakses pada Rabu, 22 November 2023)
Nihayah, U., Pandu Winata, A., & Yulianti, T. (2021). Penerimaan Diri Korban Toxic Relationship dalam Menumbuhkan Kesehatan Mental. Ghaidan: Jurnal Bimbingan Konseling Islam Dan Kemasyarakatan, 5(2), hal.48-55. https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/ghaidan/article/view/10567/4382 (diakses pada Rabu, 22 November 2023)
Praptiningsih, N. A., & Putra, G. K. (2021). Toxic Relationship Dalam Komunikasi Interpersonal Di Kalangan Remaja. COMMUNICATION, 12(2), hal.138-149. https://journal.budiluhur.ac.id/index.php/comm/article/view/1510 (diakses pada Kamis, 23 November 2023)
Setianingrum, M. E., & Kelly, E. (2023). Toxic Relationships ditinjau dari Self Esteem pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi : Jurnal Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan, 10(2),hal.409-421.https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/ILMU-PSIKOLOGI/article/view/4314 (diakses pada Kamis, 23 November 2023)