Miftakhul Huda, SE
Penyuluh KB Ahli Muda Provinsi Gorontalo
Anemia merupakan kondisi medis yang terjadi akibat produksi sel darah merah kurang. Sel darah merah memiliki peran vital dalam mengangkut oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh. Kurangnya produksi sel darah merah dapat menyebabkan berbagai gejala anemia yang umum terjadi seperti (1) Kelelahan. Rasa kelelahan atau kecapean muncul ketika tubuh mengalami kekurangan hemoglobin. Hemoglobin adalah protein khusus yang bertugas mengikat oksigen dan membawanya ke seluruh tubuh melalui perantaraan sel darah merah. Kekurangan hemoglobin menyebabkan kurangnya oksigen yang tersedia untuk sel dan jaringan tubuh. Sebagai hasilnya, jantung harus bekerja lebih keras untuk memastikan sel darah merah yang membawa oksigen tersebar merata ke seluruh tubuh. Ini adalah faktor yang menyebabkan tubuh Anda merasa cepat lelah.(2) Kulit pucat. Kulit yang pucat adalah salah satu tanda umum dari keadaan anemia. Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan hemoglobin di dalamnya. Kulit memiliki banyak pembuluh darah kecil, yang mempengaruhi warna kulit kita melalui sirkulasi darah yang baik. Karena itu, saat kadar hemoglobin rendah, kulit bisa terlihat pucat. Gejala kulit pucat yang menandakan kurangnya darah bisa muncul di seluruh tubuh atau hanya pada beberapa bagian. Seseorang dengan kulit yang pucat seringkali sudah mengalami gejala anemia yang ringan hingga parah. (3) Pusing dan sakit kepala. Sensasi pusing atau kepala terasa berputar secara tiba-tiba dapat menjadi gejala anemia. Hal ini disebabkan oleh kekurangan hemoglobin dalam tubuh, yang memiliki dampak serupa.(4) Sesak napas. Penurunan kadar hemoglobin dalam darah mengakibatkan berkurangnya pasokan oksigen ke seluruh tubuh. Hal ini menyebabkan otot tidak mendapatkan jumlah oksigen yang cukup untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara normal, seperti berjalan, naik turun tangga, dan bahkan saat melakukan olahraga ringan. (5) Jantung berdebar. Anemia karena kekurangan zat besi seringkali ditandai dengan sensasi jantung berdebar kencang, yang dikenal sebagai palpitasi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan detak jantung yang berlangsung lebih cepat dan kuat dari biasanya. Kurangnya hemoglobin menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memastikan aliran darah yang mengandung oksigen yang cukup ke seluruh tubuh. (6) Kulit dan rambut kering. Ternyata, gejala anemia juga bisa terlihat dari kondisi kulit dan rambut seseorang. Kulit yang kering dan rambut yang rusak seringkali menjadi tanda bahwa seseorang mengalami kekurangan zat besi. (7) Tangan dan kaki dingin. Defisiensi zat besi seringkali menyebabkan gejala seperti sensasi dingin pada tangan dan kaki. Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya pasokan oksigen yang dipompa dari jantung ke kedua bagian tubuh tersebut. Beberapa orang bahkan mungkin merasa lebih rentan terhadap rasa dingin daripada yang lain karena dampak dari penyakit ini.
Kekurangan energi pada tubuh wanita juga dapat memengaruhi aktivitas enzim glikolitik seperti heksokinase, kinase piruvat, dan glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD), yang dapat mengubah permeabilitas (kemampuan mengatur lalu lintas) membran dan menyebabkan pemecahan sel darah merah. Saat ini, peningkatan status gizi, khususnya zat besi, melalui penanggulangan anemia defisiensi besi telah dimulai sejak masa persiapan pernikahan.
Calon pengantin wanita memiliki keterkaitan erat dengan kehamilan dan menyusui. Kondisi kesehatan yang baik selama kehamilan dan menyusui ditentukan oleh kualitas diet calon pengantin wanita sebelum menikah. Namun, penelitian tentang hubungan antara kualitas diet, status gizi, dan status anemia pada calon pengantin wanita masih terbatas. Ini menunjukkan pentingnya pemahaman tentang wanita pra-konsepsi, yang merupakan wanita dewasa yang siap menjadi ibu dan memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari masa anak-anak, remaja, atau lanjut usia. Calon pengantin wanita rentan terhadap anemia defisiensi besi karena mereka mengalami masalah yang umumnya dihadapi wanita usia subur, seperti menstruasi bulanan, kurangnya asupan nutrisi, infeksi parasit seperti malaria, kecacingan, dan keikutsertaan mayoritas wanita usia subur dalam angkatan kerja (Zulfahani, 2020).
baca juga:Calon Pengantin, Jaga Asupan Gizimu Agar Terhindar dari Anemia
Saat ini, WHO telah mengeluarkan kebijakan yang mengamanatkan pemberian suplemen zat besi mingguan kepada wanita remaja. Kebijakan ini didasarkan pada bukti penurunan tingkat anemia dan peningkatan status zat besi pada wanita. Beberapa studi observasional juga mendukung hubungan positif antara asupan mikronutrien sebelum kehamilan dan hasil kelahiran yang lebih baik. Sebagai contoh, sebuah penelitian di Bangladesh menunjukkan bahwa anak-anak yang ibunya mendapatkan suplementasi mikronutrien yang memadai menunjukkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak mendapatkannya (Msemo et al., 2018).
Penelitian oleh Jourabchi et al. (2018) menyoroti bahwa pemberian suplemen besi dan pencegahan anemia prakonsepsi berhubungan dengan prevalensi berat badan lahir rendah yang lebih rendah. Anemia prakonsepsi, terutama anemia defisiensi besi, terkait dengan peningkatan risiko berat badan lahir rendah dan hambatan pertumbuhan janin. Oleh karena itu, intervensi sebaiknya dilakukan selama periode prakonsepsi, dengan upaya yang berfokus pada pengenalan penyebab yang dapat diobati secara dini untuk mengurangi risiko hasil kelahiran yang merugikan (Jourabchi et al., 2019).
Masa prakonsepsi adalah periode krusial bagi wanita karena berdampak pada kesehatan tubuhnya selama kehamilan dan juga pada kesehatan janin. Anemia terjadi ketika kadar hemoglobin berada di bawah nilai referensi normal, yang untuk wanita adalah 12 g/dL (Ani et al., 2017). Kehamilan meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat besi, sehingga meningkatkan risiko terjadinya anemia atau defisiensi besi. Lebih dari 50% wanita hamil di seluruh dunia mengalami kondisi ini (Abu-Ouf and Jan, 2015), yang tentunya berdampak pada kesehatan ibu dan bayi.
baca juga:Anemia Saat Hamil Memperbesar Risiko Lahirkan Anak Stunting
Perawatan prakonsepsi mencakup intervensi biomedis, perilaku, dan sosial yang diberikan kepada wanita dan pasangan sebelum konsepsi terjadi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan ibu, mengurangi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi gangguan kehamilan, serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Jakarta, 2017). Beberapa masalah umum dalam perawatan prakonsepsi meliputi perencanaan keluarga, mencapai berat badan yang optimal, pemeriksaan dan pengobatan penyakit menular, pembaruan imunisasi, peninjauan obat untuk menghindari efek teratogenik, konsumsi suplemen asam folat, serta pengendalian penyakit kronis. Semua langkah ini sangat penting untuk memaksimalkan hasil kehamilan (Nguyen et al., 2017).
Kehamilan dengan anemia dapat berdampak serius pada pertumbuhan dan perkembangan janin. Anemia mengurangi pasokan oksigen ke janin, yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan normalnya. Hal ini dapat meningkatkan risiko stunting pada bayi, yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di banyak negara berkembang. Stunting dapat memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan dan perkembangan anak, termasuk penurunan kemampuan kognitif, penurunan daya tahan tubuh, dan risiko penyakit kronis di masa dewasa. Oleh karena itu, penanggulangan anemia pada ibu hamil menjadi kunci dalam upaya pencegahan stunting pada anak-anak (Stevens et al., 2013).
Selain itu, kekurangan besi pada masa prakonsepsi telah terbukti meningkatkan risiko anemia defisiensi besi selama kehamilan dan juga berhubungan dengan bayi yang dilahirkan memiliki cadangan besi yang rendah serta meningkatkan risiko kelahiran prematur. Pengetahuan tentang nutrisi sangat penting karena sangat berkaitan dengan pola makan ibu pada masa prakonsepsi. Misalnya, perempuan yang menjalani diet tertentu mungkin cenderung mengonsumsi lebih banyak sumber makanan nabati dan jarang mengonsumsi sumber protein hewani. Kurangnya variasi dan jumlah makanan hewani dapat menyebabkan kekurangan asupan zat besi. Daging merah dan hati adalah sumber zat besi dan seng yang terbaik, diikuti oleh makanan laut (Jourabchi et al., 2019).
Saat hamil, volume darah ibu meningkat seiring dengan pertumbuhan janin karena ibu juga harus menyuplai darah untuk janinnya. Meskipun volume darah meningkat, pertumbuhan sel darah merah tidak sebanding, membuat darah ibu hamil menjadi lebih encer. Oleh karena itu, anemia ringan adalah hal yang umum terjadi pada ibu hamil. Meskipun demikian, kadar hemoglobin sebesar atau lebih dari 11 gram per desiliter masih dianggap normal untuk ibu hamil.
Ibu hamil yang mendapatkan asupan zat besi yang cukup dapat memproduksi sel darah merah dalam jumlah yang cukup untuk menyesuaikan dengan pertambahan volume darah. Namun, pada ibu hamil yang mengalami defisiensi zat besi, kemampuan ini terganggu, yang menyebabkan anemia mereka semakin memburuk. Wanita yang menderita anemia memiliki risiko abortus spontan yang lebih tinggi karena pembuluh darah yang lebih mudah tersumbat. Ini dapat mengganggu sirkulasi darah ke plasenta, yang menyebabkan sebagian besar abortus spontan terjadi pada trimester pertama kehamilan. Oleh karena itu, menjaga status nutrisi optimal, terutama kadar hemoglobin darah, sejak masa prakonsepsi sangat penting. Janin sangat bergantung pada pasokan darah ibu melalui plasenta. Anemia mengakibatkan penurunan pasokan nutrisi dan oksigen, yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin (Nguyen et al., 2017). Pentingnya menjaga nutrisi sebelum kehamilan terkait dengan fase kritis yang dialami oleh wanita sebelum konsepsi. Nutrisi ibu sebelum konsepsi memiliki hubungan yang signifikan dengan perkembangan plasenta, modifikasi epigenetik gen janin, alokasi nutrisi antara ibu dan janin, serta perkembangan janin itu sendiri. Defisiensi mikronutrien dapat mempengaruhi vaskularisasi plasenta, aliran darah ke janin, serta risiko terjadinya preeklamsia dan masalah kesehatan pada janin (Msemo et al., 2018).
baca juga:Mengenal Elsimil: Dari Menyiapkan Pernikahan, Menjaga Kehamilan hingga Mencegah Stunting
Masa prakonsepsi sering kali terabaikan dalam perhatian, padahal ini adalah masa persiapan penting untuk kehamilan. Pada periode ini, kesehatan tubuh wanita dan janin menjadi fokus utama. Anemia pada masa prakonsepsi sering kali terlupakan, padahal memiliki dampak besar terhadap kesehatan ibu dan janin selama kehamilan. Oleh karena itu, edukasi dan perbaikan nutrisi yang tepat bagi wanita selama masa prakonsepsi sangat penting untuk memastikan kehamilan yang sehat.
Referensi
Abu-Ouf, N. M. and Jan, M. M. (2015) ‘The impact of maternal iron deficiency and iron deficiency anemia on child’s health’, Saudi Medical Journal, 36(2), pp. 146–149. doi: 10.15537/smj.2015.2.10289.
Ani, L. S. et al. (2017) ‘Anemia Pada Wanita Prakonsepsi Di Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem-Bali’, Seminar Nasional Sains Dan Teknologi, IV, pp. 155–158.
Msemo, O. A. et al. (2018) ‘Prevalence and risk factors of preconception anemia: A community based cross sectional study of rural women of reproductive age in northeastern Tanzania’, PLoS ONE, 13(12), pp. 1–18. doi: 10.1371/journal.pone.0208413.
Nguyen, P. H. et al. (2017) ‘Preconception micronutrient supplementation with iron and folic acid compared with folic acid alone affects linear growth and fine motor development at 2 years of age: A randomized controlled trial in Vietnam’, Journal of Nutrition, 147(8), pp. 1593–1601. doi: 10.3945/jn.117.250597.
Stevens et al. (2013) melakukan analisis sistematis terhadap data representatif populasi tentang tren global, regional, dan nasional dalam konsentrasi hemoglobin serta prevalensi anemia total dan berat pada anak-anak serta wanita hamil dan tidak hamil dari tahun 1995 hingga 2011. (Lancet Glob Health, 2013)
Zulfahani (2020) ‘Perilaku Ibu Prakonsepsi untuk Kehamilan yang Sehat Berdasarkan Budaya Melayu di Puskesmas Pagurawan Kec. Medang Deras’. Available at: http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/28993.
https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/anemia/gejala-ciri-ciri-anemia-kurang-darah/Anemia
Jakarta, O. di (2017) ‘Indonesian Journal of Human Nutrition’, Indonesian Journal of Human Nutrition, pp. 70–83. Available at: https://www.researchgate.net/profile/Dudung-Angkasa/publication/318360263_Konsumsi_Fast_Food_Soft_Drink_Aktivitas_Fisik_dan_Kejadian_Overweight_Siswa_Sekolah_Dasar_di_Jakarta/links/596597a80f7e9b2a367ce8cf/Konsumsi-Fast-Food-Soft-Drink-Aktivitas-Fisik
Jourabchi, Z. et al. (2019) ‘Association Between Preconception Care and Birth Outcomes’, American Journal of Health Promotion, 33(3), pp. 363–371. doi: 10.1177/0890117118779808.