Resiko Hamil dan Melahirkan di Usia Muda

Table of Contents

Miftakhul Huda, SE,

 Penyuluh KB Ahli Muda Provinsi Gorontalo

            Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Remaja sering kali dikenal karena rasa penasaran yang tinggi dan keberaniannya mengambil risiko tanpa banyak pertimbangan. Pada saat ini banyak sekali menemui kejadian atau kasus kehamilan pada usia muda, bahkan kasus tersebut paling banyak dialami pada saat remaja putri. Kehamilan pada usia muda dapat memiliki konsekuensi yang menghancurkan masa depan remaja tersebut, serta membahayakan kesehatannya dan juga kesehatan calon bayinya. Disamping kesehatan secara fisik juga kehamilan pada usia muda menimbulkan beban emosional bagi remaja yang belum sepenuhnya siap menghadapi tanggung jawab menjadi orang tua. Beberapa alasan utama termasuk ketidakstabilan emosional, perubahan hidup yang signifikan, tekanan dari lingkungan sosial, kekhawatiran akan masa depan, dan perubahan dalam hubungan pribadi. Dalam menghadapi tantangan ini, dukungan emosional dan mental yang memadai sangat penting, seperti konseling, dukungan keluarga, layanan kesehatan mental, dan dukungan dari komunitas.

baca juga: DAMPAK NIKAH MUDA TERHADAP TERJADINYA BABY BLUES

Menurut data dari Maternal Perinatal Death Notification (MPDN), sistem pencatatan kematian ibu yang dioperasikan oleh Kementerian Kesehatan, terjadi peningkatan yang signifikan dalam jumlah kematian ibu dari tahun 2022 ke tahun 2023, meningkat dari 4.005 menjadi 4.129. Selain itu, tren yang mengkhawatirkan juga terlihat dalam angka kematian bayi, yang melonjak dari 20.882 pada tahun 2022 menjadi 29.945 pada tahun 2023 (Rokom, 2024). Pada Provinsi Gorontalo angka kematian ibu (AKI) adalah 195 per 100.000 kelahiran hidup yang kemudian akan menyebabkan berkurangnya peluang kelangsungan hidup anak. Ada beberapa dampak negatif dari pernikahan dini di Indonesia. Dampak tersebut adalah 56% remaja perempuan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meskipun tidak terlalu sering. Remaja tidak mampu mencapai pendidikan yang lebih tinggi karena hanya 5,6% remaja dengan pernikahan dini yang masih melanjutkan sekolah setelah kawin, serta risiko kematian ibu dan bayi sebesar 30% (Delprato et al., dalam Puspasari, 2020). Secara global kematian yang disebabkan oleh kehamilan merupakan penyebab utama kematian anak perempuan usia 15- 19 tahun (BPS & Unicef, 2016). Beberapa studi menunjukkan bahwa tingginya angka kehamilan pada remaja disebabkan oleh faktor-faktor seperti kurangnya pengetahuan tentang seksualitas, kondisi sosial ekonomi yang rendah, pengaruh buruk dari pergaulan dengan teman sebaya, faktor-faktor demografi dan hubungan keluarga, tahap perkembangan remaja, kebutuhan akan perhatian, dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

Menurut laporan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Gorontalo, angka pernikahan dini anak masih tetap tinggi, mencapai 13,55 persen, yang berada di atas rata-rata nasional. Indeks pemenuhan anak tahun 2022 juga menunjukkan angka yang cukup rendah, yaitu sekitar 58,26 persen, sementara presentase pemenuhan hak anak di Gorontalo berada pada kisaran 57,90 persen. (Sukabumi, 2024). Masih ditemukan hasil remaja yang memiliki pergaulan dengan teman sebaya yang negatif, remaja yang memiliki kesempatan untuk melakukan hubungan seksual, pengetahuan remaja yang kurang tentang kesehatan reproduksi dan kehamilan usia remaja serta pendapatan keluarga yang rendah terbukti menjadi faktor risiko yang signifikan.

baca juga: Bisa Sebabkan Stunting, Inilah Alasan Pernikahan Dini Harus Dihindari

Kehamilan dan persalinan di usia muda memiliki banyak resiko. Dimana perlu dipertimbangkan kembali sebelum kehamilan terjadi. Berikut beberapa resiko yang mungkin dialami pada kehamilan pada usia muda yakni; resiko Stunting pada anak, keguguran, tekanan darah tinggi, kelahiran prematur, berat lahir bayi rendah,  penyakit menular seksual (PMS), anemia kehamilan / kekurangan zat besi, depresi postpartum, merasa sendirian dan terkucilkan, serta resiko kematian ibu yang tinggi. Kehamilan pada usia muda membawa risiko kesehatan karena organ reproduksi yang belum matang untuk menghadapi proses kehamilan dan persalinan. Wanita remaja yang hamil memiliki risiko empat kali lipat lebih tinggi untuk mengalami luka serius atau bahkan kematian saat melahirkan dibandingkan dengan wanita dewasa. Panggul yang masih dalam pertumbuhan dapat meningkatkan risiko persalinan yang berkepanjangan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan angka kematian bayi dan neonatal. Selain itu, depresi selama kehamilan dapat meningkatkan risiko keguguran dan berat badan lahir rendah pada bayi. Kondisi ini juga terkait dengan peningkatan tekanan darah, meningkatkan risiko eklamsi yang berbahaya bagi ibu dan janin yang dikandungnya.

Selain itu resiko lainnya remaja mengalami gangguan psikologis seperi stress, depresi, berhenti meneruskan pendidikannya dan penganiayaan pada bayi. Remaja yang hamil akan mengalami stres. Stres yang berlebihan dapat menyebabkan kondisi seperti hiperemesis gravidarum (mual dan muntah yang berlebihan), serta meningkatkan risiko peningkatan tekanan darah yang disebut pre-eklampsia yang dapat berkembang menjadi eklampsia, sebuah kondisi serius dimana berpotensi mengancam jiwa dan meningkatkan angka kematian ibu. (Tari dalam Hanum, 2015). Dalam Penelitian (Rofiqoh, dkk 2016) mengungkapkan bahwa umur ibu merupakan faktor resiko paling dominan pada kematian neonatal. Anatomi panggul ibu usia remaja yang masih dalam pertumbuhan berisiko untuk terjadinya persalinan lama sehingga meningkatkan angka kematian bayi dan kematian neonatal (Fadlyana dalam Puspasari, 2020).

baca juga: Jangan Lagi Ada Pernikahan Anak, Dampaknya Tak Main-Main

Beberapa faktor resiko kehamilan dan lahiran pada sang ibu, diantaranya; mengalami perdarahan, kemungkinan keguguran atau abortus, persalinan yang lama dan sulit, kematian pada saat melahirkan dikarenakan perdarahan dan infeksi. Sementara itu, bayi yang lahir dari kehamilan usia dini menghadapi risiko tinggi terhadap beberapa bahaya, termasuk kemungkinan lahir prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), cacat bawaan, serta risiko kematian bayi atau kematian prenatal. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir dari pernikahan usia dini berisiko mengalami keterlambatan perkembangan, kesulitan belajar, gangguan perilaku, dan memiliki kecenderungan untuk menjadi orang tua di usia muda.

Dari penjelasan yang telah dijabarkan dapat ditarik kesimpulan bahwa awal dari resiko kehamilan dan melahirkan di usia muda adalah pernikahan dini. Dimana kehamilan pada usia muda sangat beresiko pada kesehatan dan nyawa sang ibu dan bayi. Faktor sosial dan ekonomi juga mempengaruhi akses terhadap perawatan prenatal. Selain itu, kesiapan emosional dan psikologis ibu juga penting. Oleh karena itu, persiapan untuk pernikahan dan membangun keluarga memerlukan kesiapan yang menyeluruh, termasuk kesiapan mental, fisik (terutama kesehatan reproduksi), dan keuangan. Dengan persiapan yang matang, dari asupan gizi yang memadai dari konsepsi hingga masa pertumbuhan anak, serta tentu saja kesiapan mental, ekonomi serta kesiapan edukasi untuk persiapan kehidupan berkeluarga, akan dapat mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua yang tangguh dan peduli serta membentuk generasi yang sehat dan berkualitas.

Referensi

Fadlyana, E., & Larasaty, S. (2016). Pernikahan usia dini dan permasalahannya. Sari Pediatri11(2), 136-41.

Hanum, S. M. F. (2015). Dampak psikologis pada kehamilan remaja (studi ekplorasi di desa watutulis prambon sidoarjo). Jurnal Kebidanan Midwiferia1(2), 93-104.

Puspasari, H. W., & Pawitaningtyas, I. (2020). Masalah Kesehatan Ibu Dan Anak Pada Pernikahan Usia Dini Di Beberapa Etnis Indonesia; Dampak Dan Pencegahannya. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan23(4), 275-283.

Putri, G. N., Winarni, S., & Dharmawan, Y. (2017). Gambaran Umur Wus Muda Dan Faktor Risiko Kehamilan Terhadap Komplikasi Persalinan Atau Nifas Di Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip)5(1), 150-157.

BPS, & Unicef. (2016). Kemajuan yang Tertunda : Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia. Berdasarkan Hasil Susenas 2008-2012 dan Sensus Penduduk 2010.

Rokom. (2024). Agar Ibu dan Bayi Selamat. Sehat Negeriku Sehatlah Bangsaku KEMKES. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20240125/3944849/agar-ibu-dan-bayi-selamat/#:~:text=Berdasarkan%20data%20dari%20Maternal%20Perinatal,pada%20tahun%202023%20tercatat%2029.945.

Sukabumi, Lil. (2024) Kasus Pernikahan Dini Anak di Gorontalo Masih Tinggi. Tilongkabila News id. https://tilongkabilanews.id/daerah/kasus-pernikahan-dini-anak-di-gorontalo-masih-tinggi/

 

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
2
+1
1
+1
2
+1
0
Scroll to Top