Kesejahteraan Subjektif Pada Calon Pengantin Usia Remaja
Oleh Sukarno, Penata Keluarga Berencana Ahli Muda- BKKBN Pusat, Mahasiswa Doktoral Ilmu Keluarga-IPB
Remaja yang menikah di usia muda mungkin merasa belum siap untuk menghadapi pernikahan dan tanggung jawab yang datang bersamanya. Beberapa permasalahan psikologis yang sering dialami oleh remaja yang menikah diantaranya adalah:
1. Kecemasan dan stres: Pernikahan usia remaja dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada remaja yang menikah (Minarni, Andayani, & Haryani, 2014; Setiawan, 2021);
2. Keterbatasan pengetahuan: Remaja yang menikah di usia muda atau dini mungkin memiliki keterbatasan pengetahuan tentang pernikahan dan hubungan interpersonal. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam mengatasi konflik dan masalah dalam pernikahan (Mardiana, 2021; Prakikih, 2021);
3. Keterbatasan kemampuan memecahkan masalah: Remaja yang menikah di usia muda atau dini mungkin belum memiliki kemampuan yang cukup matang dalam memecahkan masalah dan pengambilan keputusan. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan masalah dalam pernikahan. Selain itu juga dapat menyebabkan masalah kesehatan mental dan fisik pada remaja yang menikah (Prakikih, 2021);
4. Goncangan jiwa: Kecemasan dalam menghadapi masalah dalam pernikahan dapat membuat pasangan remaja mudah mengalami goncangan jiwa yang dapat mengakibatkan stress. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan mental pada remaja yang menikah (Minarni et al., 2014);
Lalu bagaimana mengatasi hal-hal tersebut diatas dalam rangka kesejahteraan subjektif bagi mereka, salah satunya adalah kepribadian tangguh. Kepribadian tangguh mengacu pada kemampuan individu untuk mengatasi kesulitan, tantangan, dan tekanan dalam hidup dengan baik. Berikut adalah pengaruh kepribadian tangguh terhadap kesejahteraan subjektif remaja yang menikah :
1. Mengatasi konflik pernikahan: Remaja yang memiliki kepribadian tangguh cenderung memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengatasi konflik pernikahan. Mereka mampu menghadapi perbedaan pendapat, menyelesaikan masalah, dan berkomunikasi dengan pasangan dengan lebih efektif. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif dalam pernikahan (Sari, 2022);
2. Menghadapi tekanan dan stres: Kepribadian tangguh membantu remaja dalam menghadapi tekanan dan stres yang mungkin timbul dalam kehidupan pernikahan. Mereka memiliki ketahanan mental yang kuat dan mampu mengelola emosi dengan baik, sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari tekanan dan stres terhadap kesejahteraan subjektif (Damayanti, 2019);
3. Meningkatkan adaptabilitas: Remaja dengan kepribadian tangguh memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap perubahan dan tantangan dalam pernikahan. Mereka lebih fleksibel dan mampu beradaptasi dengan peran baru sebagai pasangan dan mungkin juga sebagai orang tua. Hal ini dapat memberikan rasa kesejahteraan subjektif yang lebih tinggi (Ninla Elmawati Falabiba, 2019);
4. Meningkatkan rasa percaya diri: Kepribadian tangguh juga dapat meningkatkan rasa percaya diri remaja dalam pernikahan. Mereka memiliki keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan mengatasi masalah, sehingga merasa lebih yakin dan puas dengan peran mereka dalam pernikahan (Junizar., Murad, A., & Darmayanti, 2019);
Kesejahteraan subjektif pada perkawinan usia muda merupakan isu komplek dan beragam dampaknya tergantung pada berbagai faktor seperti budaya, lingkungan sosial, pendidikan dan dukungan yang ada di sekitarnya. Kesejahteraan subjektif merujuk pada kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup seseorang menurut persepsi dan penilaiannya sendiri. Untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif pada perkawinan usia muda perlu ada pendekatan komprehensif yang melibatkan dukungan keluarga, masyarakat dan upaya pemerintah dalam memperkuat pendidikan, kesehatan reproduksi dan kesadaran akan dampak perkawinan di usia yang masih muda.
Edtg-dee
Referensi :
Damayanti, N. (2019). Implementasi Kepribadian Tangguh Pada Remaja Penyintas Bencana.
Junizar., Murad, A., & Darmayanti, N. (2019). Kesejahteraan subjektif pada pasangan suami istri yang belum memiliki keturunan di Kota Banda Aceh. Proceeding : The Dream Of Millenial Generation To Grow, 1–11. Retrieved from http://repository.uma.ac.id/handle/123456789/13614%0Ahttp://repository.uma.ac.id:8081/bitstream/123456789/13614/1/171804024 – Junizar – Fulltextt.pdf
Mardiana, R. (2021). Dampak Psikologis Ibu Dan Anak Terhadap Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Somba Opu. Uin Alauddin Makassar, 3(2), 6.
Minarni, M., Andayani, A., & Haryani, S. (2014). Bergas Kabupaten Semarang. Jurnal Keperawatan Anak, 2, 95–101.
Ninla Elmawati Falabiba. (2019). Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling. IAIN Kudus, 9–45.
Prakikih, I. (2021). Pernikahan Dini dalam Pandangan Psikologi. Https://Riaupos.Jawapos.Com/, p. https://riaupos.jawapos.com/kesehatan/06/06/2021/2.
Sari, N. (2022). Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Kesejahteraan Subjektif pada Wanita yang Menikah Usia Muda di Kecamatan Tangse Kabupaten Pidie. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, 1–117.
Setiawan, A. W. (2021). Memahami Dampak Psikologis dari Pernikahan Usia Remaja.
Intinya tetap terus usaha, ikhtiar, terus belajar, dan tetap dekat kepada yg maha kuasa dan berbakti kepada org tua