Intip Prosesi Pernikahan Adat Aceh yang Berbalur Budaya Arab hingga Eropa

Pernikahan Aceh (Foto: IG #zy_jzstory)

Table of Contents

Prosesi pernikahan yang unik tersebar di Indonesia yang kaya akan budaya termasuk Aceh. Daerah yang memiliki julukan Serambi Mekah ini adalah salah satu daerah di Indonesia yang kaya akan campuran budaya dan tradisi begitu juga pada proses pernikahannya.

Prosesi itu dibalut berbagai campuran budaya Arab, Eropa, Tionghoa, serta Hindia. Pernikahan adat Aceh diisi dengan syarat-syarat dan unsur kekeluargaan, penghormatan terhadap Tuhan, serta sesama manusia.

Mulai dari prosesi pernikahan, busana, malam keagamaan, semua dirangkai menjadi sebuah pernikahan yang penuh dengan arti. Setiap tahapannya memiliki nama dan makna mendalam. Apa saja itu? Yuk kita intip.

1. Jak Keumalen (Cah Roet)

Prosesi pernikahan adat Aceh yang pertama adalah Jak Keumalen. Tahapan ini merupakan prosesi merintis jalan yang dilakukan untuk mencari tahu dan mengenal calon mempelai wanita.

Biasanya bisa dilakukan langsung oleh orang tua atau utusan khusus dari pihak laki-laki. Pihak keluarga calon mempelai pria (linto baro) datang bersilaturahmi sambil mengamati calon mempelai wanita (dara baro).

Biasanya, calon mempelai pria akan membawa bungong jaroe (bingkisan berupa makanan). Pihak perempuan akan menyambut baik keluarga pria, dan dilanjutkan dengan jak meu lake (jak ba ranub) atau meminang.

Jak keumalen sendiri dapat dilakukan dengan dua cara yakni langsung dilakukan oleh orang tua atau keluarga, dan cara kedua menggunakan utusan khusus (theulangke).

2. Jak Meu Lake Jok Theulangke (Jak ba Ranub)

Setelah itu, prosesi pernikahan adat Aceh dilanjutkan dengan Jak Ba Runub. Ini seperti halnya prosesi ‘lamaran’. Prosesi ini, orang tua calon mempelai pria akan memberi kuasa pada theulangke (utusan khusus) untuk mengemukakan tujuan kedatangan kepada calon mempelai putri, dengan membawa bingkisan seperti sirih, buah-buahan, baju dan sebagainya. Kedua pihak keluarga akan saling musyawarah.

Jika calon mempelai wanita menerima lamaran, maka ia akan menjawab Insyaallah. Sementara jika tidak diterima mereka akan menjawab dengan alasan yang baik seperti Hana get lumpo yang berarti mimpi yang tidak baik atau buruk. Kebudayaan Aceh kental dengan makna mimpi dan kekuatan alam.

Kepercayaan ini dipengaruhi nenek moyang bahkan dalam hal memilih calon pengantin. Bila lamaran diterima, pihak keluarga pria akan melanjutkan dengan jak ba tanda (membawa tanda jadi).

3. Malam Peugaca/Inai

Menjelang hari pernikahan, kedua mempelai akan mengadakan upacara selamatan pada malam hari dalam waktu 3 sampai 7 hari. Ini dinamakan malam Peugaca. Tujuan prosesi ini adalah untuk memanjat doa serta wejangan dari orang tua dengan bantuan sesepuh adat. Hal ini dimaksudkan agar kedua mempelai mendapatkan berkah dan kemudahan di kehidupan pernikahan.

Dalam prosesi upacara ini juga diadakan peusiejeuk (upacara pemberian tepung tawar) calon dara baro dan peusiejeuk gaca, serta bate mupeh (batu giling). Maksud dari peusiejeuk adalah memberi dan menerima restu serta mengharapkan keselamatan atas segala peristiwa yang akan terjadi kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Busana dan baju yang dikenakan oleh dara baro pada malam Inai ini tidak terikat dan terus berganti dari malam pertama hingga ketujuh.

4. Pernikahan/Ijab Kabul

Masuk ke dalam prosesi pernikahat adat Aceh berikutnya yakni malam pernikahan. Adat ini kuat dipengaruhi oleh buaya India dan Arab.

Dahulu ijab kabul dapat dilakukan di KUA atau di musala dekat rumah tanpa dihadiri pengantin wanita. Namun sekarang berkembang dengan ijab kabul yang dilakukan di masjid besar. Ijab kabul pengantin pria kepada wanita dihadiri oleh wali nikah, penghulu, saksi dan pihak keluarga.

Biasanya lafaznya berupa bahasa aceh “ulon tuan peunikah, aneuk lon (apabila ayah perempuan yg mengucapkan)….(nama pengantin perempuan) ngon gata (nama pengantin laki-laki) ngon meuh…(jumlah mahar yang telah disepakati) mayam,”

Jawabannya yakni “ulon tuan terimong nikah ngon kawen.. (nama pengantin) ngon meuh.. (jumlah mahar yang telah disepakati) mayam, tunai.” Ada beberapa lafaz yang berbeda, disesuaikan dengan kesepakatan dan adat setempat.

BACA JUGA: Khidmat dan Sarat Makna, Ini Prosesi Pernikahan Adat Padang

5. Meratakan Gigi

Jika mengikuti prosesi pernikahan adat Aceh pada masa lalu, adanya malam meratakan gigi. Gigi seorang gadis yang telah menikah harus dipotong dengan alat pengikir gigi, kemudian diberi obat penguat gigi (baja ruek). Ini dilakukan menjelang pesta pernikahan dan ditentukan pada keluarga.

Pemotongan gigi dimulai dengan posisi mempelai pengantin berbaring di atas kasur, mengikir gigi bagian sisi yang ganjil lalu ke bagian sisi yang lain.

Setelah selesai ia akan berkumur air garam hangat, lalu dengan kain perca yang telah direndam air panas, mengatupkan gigi atas dan bawah, setiap celah diolesi baja ruek hingga merata dan dibiarkan beberapa saat. Lalu gigi dibersihkan dengan tapeh (sabut kelapa) dan berkumur dengan air bersih.

Prosesi pernikahan adat Aceh ini bertujuan untuk memperkuat gigi dan memberi kesan lebih cantik. Namun prosesi ini sudah jarang dilakukan di masa sekarang.

6. Khatam Al-Quran

Karena prosesi pernikahan adat Aceh masih kental dengan budaya Arab, maka perlu melakukan khatam Al-Quran. Upacara ini dipimpin oleh guru ngaji dan dimulai dengan membaca doa untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Setelah itu calon mempelai disuapi ketan dan tumpo, dan menyelesaikan membaca ayat terakhir Al Qur’an. Setelah selesai, calon pengatin akan bersalaman, pengucapan syukur serta memohon maaf dan restu guru ngaji.

Selanjutnya sang guru membimbing calon dara baro untuk melakukan hal yang sama kepada kedua orang tua dan keluarga terdekat. Acara khatam Al-Quran ini ditutup dengan pemberian hadiah seperti telur, bereteh, beras, padi dan uang sedekah kepada guru ngaji.

7. Pesta Pernikahan

Prosesi dilanjutkan dengan pesta pelaminan yang dilakukan setelah melangsungkan ijab kabul antara sang calon pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan.

Biasanya dilaksanakan pada hari yang sama ataupun lain hari. Ini juga disebut juga acara Tueng Linto Baro. Pesta pernikahan dalam proses pernikahan adat Aceh ini bertujuan selain merayakan kebahagian juga untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada seluruh kaum kerabat.

8. Tueng Dara Baro

Selain pesta pernikahan, ada yang melakukan Tueng Dara Baro sebagai prosesi pernikahan adat Aceh. Ini adalah upacara untuk mengundang pengantin perempuan dan rombongan ke rumah keluarga laki-laki.

Upacara ini dilakukan tujuh hari setelah akad nikah. Keluarga perempuan akan membawa hantaran berupa makanan, kue, serta makanan lainnya. Dalam proses ini, orang tua keduanya akan melakukan tukar sirih, di pintu masuk juga akan ditaburi dengan beras, bunga rampai dan daun-daun sebagai on seunijuk.

Setelah pengantin perempuan duduk, ibu pengantin laki-laki akan melakukan tepung tawar dan dilanjutkan sujud dan restu pada orang tua.

Itulah tahapan dan prosesi pernikahan adat Aceh yang penuh makna. Setiap budaya menyimpan keunikan dan keindahan masing-masing dengan makna yang mendalam.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
0
+1
1
+1
2
+1
0
Scroll to Top