Hustle Culture atau Gila Kerja Bikin Kamu Hebat atau Hanya Lelah?

Cover - Hustle Culture atau Gila Kerja Bikin Kamu Hebat atau Hanya Lelah

Table of Contents

Athiyyah Khoirunnisaa – Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera Universitas YARSI

Hustle culture sering terdengar seperti slogan motivasi yang keren: kerja keras tanpa henti, selalu sibuk, terus “on” demi meraih mimpi besar. Banyak yang bangga dengan gaya hidup ini karena dianggap tanda ambisi dan produktivitas. Namun, tidak semua orang sadar bahwa pola kerja tanpa jeda juga bisa membuat kita perlahan kehabisan tenaga.

Hustle culture sendiri bisa diartikan sebagai gaya hidup yang mendorong seseorang bekerja lebih keras dari yang seharusnya, bahkan sampai melupakan waktu istirahat. Fenomena ini berkembang pesat di generasi milenial dan Gen Z yang tumbuh dalam era digital, yang di mana kesuksesan sering diukur dari seberapa sibuk seseorang terlihat. Rasanya kalau tidak selalu produktif, kita takut dianggap malas atau tidak cukup berusaha.

Baca Juga: Meningkatkan Resiliensi pada Remaja

Banyak orang terjebak dalam hustle culture karena ingin diakui dan merasa berguna. Rasa cemas akan ketinggalan, tekanan dari lingkungan, serta kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain membuat pola kerja berlebihan seolah menjadi normal. Padahal, bekerja keras tanpa keseimbangan justru mendatangkan dampak yang tidak kecil bagi fisik dan mental.

Salah satu ciri hustle culture adalah perasaan bersalah saat tidak sedang bekerja. Momen istirahat sering diwarnai pikiran “harusnya aku lebih produktif.” Lama-kelamaan, istirahat pun tidak lagi terasa menyenangkan karena muncul rasa cemas dan takut tertinggal (Iqbal & Rinaldi). Selain itu, budaya ini juga membuat kita kesulitan memisahkan waktu kerja dan waktu pribadi. Banyak orang yang terus memikirkan pekerjaan bahkan di rumah atau saat berkumpul bersama keluarga. Pikiran terasa penuh dan sulit benar-benar rileks. Akibatnya, energi mental cepat terkuras, dan stres jadi lebih mudah muncul.

Menariknya, hustle culture kerap dibungkus dengan kata-kata motivasi. Kalimat seperti “kerja dulu, nikmati hasil nanti” atau “kalau mau sukses, jangan banyak alasan” terdengar inspiratif. Tapi jika diterapkan tanpa batas, justru bisa membuat seseorang terus merasa belum cukup berusaha meskipun sudah bekerja seharian.

Dampak hustle culture tidak hanya soal kelelahan fisik. Banyak orang mengalami gangguan tidur, sulit berkonsentrasi, merasa cepat marah, atau kehilangan minat pada hal-hal yang dulu disukai. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa berkembang menjadi rasa jenuh mendalam yang membuat semangat bekerja hilang sama sekali atau biasa disebut dengan burnout.

BACA JUGA ARTIKEL  ELSIMIL : LANGKAH PRESISI WUJUDKAN GENERASI UNGGUL DAN KELUARGA TANGGUH MENUJU INDONESIA EMAS 2045

Ada beberapa tanda yang bisa menjadi pengingat bahwa kamu mungkin mulai terjebak hustle culture, yaitu selalu merasa bersalah saat sedang santai atau beristirahat, merasa cemas jika tidak produktif, terus-menerus memikirkan pekerjaan di luar jam kerja, sulit berkata tidak pada permintaan tambahan, dan merasa pencapaian selalu kurang, meski sudah bekerja keras. Kalau tanda-tanda ini mulai muncul, artinya kamu perlu lebih peka pada batasan diri. Hustle culture memang memberi dorongan semangat, tapi tanpa pengaturan yang sehat, justru hanya akan membuatmu semakin lelah.

Lalu, bagaimana cara tetap produktif tanpa terjebak pola kerja berlebihan? Berikut beberapa langkah sederhana yang bisa kamu coba:

  • Tetapkan batas waktu kerja yang jelas. Saat waktu kerja selesai, beri ruang untuk istirahat atau aktivitas lain yang membuatmu merasa seimbang.
  • Hargai proses, bukan hanya hasil. Karena kesuksesan tidak selalu harus dicapai secepat mungkin.
  • Berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Setiap orang punya jalannya sendiri, dan pencapaian orang lain tidak harus jadi tolok ukur hidupmu.

Baca Juga: Manfaat Dukungan Sosial Untuk Kesehatan Mental Remaja

Luangkan waktu untuk merawat diri. Tidur cukup, makan sehat, dan lakukan hal-hal yang membuatmu senang di luar pekerjaan.
Pada akhirnya, hustle culture bisa memberikan rasa puas saat target tercapai, tapi jika dijalani tanpa jeda atau tanpa henti, hanya akan membuatmu kehilangan kesehatan dan kebahagiaan. Hidup tidak hanya soal bekerja sekuat tenaga, tapi juga tentang menemukan ritme yang membuatmu tetap waras dan penuh semangat dalam jangka panjang.

Kalau kamu merasa mulai terjebak dalam pola kerja berlebihan, tidak ada salahnya mengambil langkah mundur sejenak untuk mengevaluasi. Ingat, istirahat bukan tanda kemunduran. Justru dengan memberi ruang bernapas, kamu bisa kembali bekerja dengan lebih fokus dan sehat.

 

Referensi

Iqbal, M., & Rinaldi, A. (2025). Hustle culture dan dampaknya terhadap kesejahteraan psikologis pekerja milenial. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi, 10(1), 6026–6036. https://doi.org/10.12345/jpio.v10i1.12053

Metris, Y., Sari, D., & Prabowo, H. (2024). Fenomena hustle culture dalam dinamika kerja generasi muda. Jurnal Ilmu Komunikasi dan Perilaku, 8(2), 6016–6026.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
15
+1
7
+1
5
+1
0
Scroll to Top