Safina Azzahrain Anwar – PPKS Satyagatra Universitas YARSI
Masa remaja di usia 15 – 19 tahun merupakan masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Perkembangan pada masa in meliputi tumbuh kembang secara fisik, mental/psikologis, maupun kemampuan kognitif dan intelektual. Dengan tingginya rasa penasaran dan ingin tahu pada fase remaja, menjadikan seorang individu cenderung lebih berani mengambil resiko sebelum mempertimbangkan sebab akibatnya.
Salah satu permasalahan yang sering disorot pada fase ini adalah tentang kehamilan pada remaja, baik kehamilan yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan. Faktor utama dari terjadinya dua hal tersebut adalah dari kurangnya pengetahuan tentang kehamilan pada remaja secara menyeluruh. Dilansir dari jurnal karya Indah et al. tentang “Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Terhadap Bahaya Kehamilan pada Usia Remaja” tahun 2022, kurangnya pengetahuan tentang seks dan kesehatan reproduksi juga mempengaruhi remaja untuk melakukan perilaku negatif seperti hubungan seksual pranikah. Informasi mengenai kehamilan saat remaja, resiko, akibat, dan cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja, harus diberikan secara utuh kepada remaja.
Baca Juga: Risiko Kesehatan Saat Hamil dan Persalinan Bagi Perempuan yang Menikah Muda
Data BKKBN (2022) menunjukkan bahwa angka kelahiran dari kasus kehamilan usia dini meningkat dibandingkan dengan tahun 2021. Dikatakan pula oleh Sri Wahyuningsih et al. (2024) bahwa kehamilan usia dini dapat mempengaruhi semua aspek dalam kehidupan seorang remaja, di dalamnya termasuk aspek fisik, aspek psikologis, dan aspek sosial. Sedangkan untuk kehamilan tidak diinginkan sendiri mencakupi sekitar 38% dari 200 juta kehamilan pertahun berdasarkan data World Health Organization (WHO). Dengan data lain dari World Health Statistic tahun 2014 yang mengatakan bahwa angka kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan remaja 15 – 19 tahun mencapai 49 per 1000 perempuan, dan di Indonesia sendiri mencapai 48 per 1000 perempuan.
Mengapa angka yang ditemukan masih cukup tinggi? Menurut artikel karya Ema Arum Rukmasari, KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan) didefinisikan sebagai keadaan yang dialami oleh seorang perempuan yang mengalami kehamilan namun tidak menginginkan kehadiran bayi dari kandungannya tersebut. Angka KTD masih tinggi dikarenakan tingginya angka pemerkosaan dan pasangan di luar nikah.
Dari berbagai faktor yang dapat menyebabkan KTD, pergaulan bebas dikatakan masih menjadi faktor utama. Faktor lain yang dapat menyebabkan KTD pada remaja adalah pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seks yang masih kurang. Sedangkan menurut Indah Dwi Ayuni et al. pada tahun 2022, informasi tentang pengetahuan tersebut yang tersebar melalui media masa, internet, dan sumber lainnya seharusnya dapat menjadi referensi yang baik bagi seorang remaja untuk mengetahui bahaya kehamilan usia dini yang nantinya diharapkan akan turut mencegah kehamilan usia dini. Namun pada faktanya saat ini, informasi yang didapatkan masih minim dan kurang jelas sehingga dapat memicu remaja untuk mencari tahu sendiri dan mencoba-coba yang dapat berujung pada dilakukannya hubungan seksual dan memicu terjadinya kehamilan usia muda.
Apa saja kah resiko kehamilan usia dini yang harus diketahui? Pertama secara fisik, kehamilan usia dini beresiko tinggi mengalami komplikasi pada saat masa kehamilannya seperti adanya darah tinggi (hipertensi) yang dapat menyebabkan preeklampsia dan eclampsia (kejang kehamilan) , lalu bisa terjadinya infeksi pada kehamilan yang berbahaya bagi ibu dan janin, dapat juga terjadinya keguguran, bayi lahir prematur dan/atau dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bahkan sampai menyebabkan kematian janin dan ibu. Gejala lain yang patut diperhatikan sebagai tanda bahaya kehamilan usia dini adalah adanya sakit kepala, nyeri perut hebat, pandangan yang sering kabur, ketuban pecah sebelum waktunya, demam tinggi akibat infeksi, dan lain-lain.
Dari segi psikologis, seorang perempuan yang mengalami kehamilan usia dini dapat menerima tekanan emosional yang tinggi, yang seringkali menyebabkan depresi, rendahnya kepercayaan diri, bahkan sampai memiliki pemikiran untuk melakukan aborsi atau sudah melakukannya. Ada juga dampak stigmatisasi dari lingkungan sekitar, ataupun perasaan bahwa menjadi orang tua di usia dini bukanlah suatu tanggung jawab yang siap dihadapi oleh siapapun.
Masalah sosial ekonomi pada keluarga juga berdampak secara signifikan pada aspek psikologis dari seorang perempuan yang mengalami kehamilan di usia dini ataupun mengalami KTD. Seperti sebuah penelitian oleh Devi YP et al. pada tahun 2022 yang mengatakan bahwa remaja putri dengan status ekonomi menengah kebawah dan Pendidikan kurang cenderung lebih banyak yang mengalami kehamilan usia dini. Dari segi sosial, kehamilan pada usia remaja dapat menyebabkan terhambatnya karir atau kemajuan pendidikan, dan dapat meningkatkan resiko kemiskinan.
Baca Juga: Resiko Hamil dan Melahirkan di Usia Muda
Dari beberapa paparan resiko di atas, dapat disimpulkan bahwa edukasi mengenai pencegahan kehamilan usia dini harus dilakukan karena sangat bermanfaat. Dari adanya pencegahan terhadap kehamilan usia dini dan KTD, diharapkan dapat pula menekan angka kematian ibu di Indonesia. Selain itu, edukasi dan pencegahan yang diberikan kepada remaja dapat berdampak positif sehingga mereka dibiasakan membuat keputusan sendiri yang bijak dan cermat. Oleh karena itu, diharapkan artikel ini dapat memberi pemahaman baru dan juga mengedukasi pembacanya, terutama kalangan remaja.
REFERENSI
1. KEMENKES (2017).Redaksi Sehat Negeriku: Inilah Risiko Hamil di Usia Remaja.
2. Indah, I.D. et.al. (2022) ‘Hubungan Pengetahuan Remaja Putri terhadap Bahaya Kehamilan pada Usia Remaja’, Indonesia Journal of Midwifery Sciences, 1(2), pp, 47 – 52. doi:10.53801/ijms.vli2.17.
3. Wahyuningsih, S. et al. (2024) ‘Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Kehamilan Usia Dini’, Journal Keperawatan Profesional (KEPO), 5(1), pp. 1
– 7. doi:10.36590/kepo.v5i1.788
4. Rukmasari, E.A. (2024) ‘Mencegah Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD): Edukasi Kesehatan Reproduksi pada Remaja’, Jurnal Abdimas Peradaban, 5(1), 1 – 8. https://doi.org/10.54783/ap.v5i1.31