Gengsi vs Financial: Gen Z, Tolong Hilangkan Gengsi!

Cover Gengsi vs Financial: Gen Z, Tolong Hilangkan Gengsi!

Table of Contents

Oleh: Feny Nur Anggraeni

Akhir-akhir ini akrab sekali di telinga kita istilah Generasi Zillenial atau yang lebih dikenal dengan Gen Z, siapa sih sebenarnya mereka? Gen Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1997-2012. Generasi ini hidup dalam era digital yang semakin canggih dan memudahkan dalam seluruh aspek kehidupan. Sebetulnya, Gen Z adalah para pemuda yang memiliki kreativitas tinggi dan menguasai teknologi lebih baik dengan kehidupan yang sangat dinamis.

Kemudahan teknologi ini memiliki 2 (dua) sisi yang berseberangan. Di satu sisi kemajuan teknologi memberikan kemudahan dalam berbagai hal seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, juga entertainment (hiburan). Akan tetapi di sisi lain kemudahan teknologi sering kali disalahgunakan untuk hal-hal yang menjurus pada sifat konsumtif dan hanya memberikan kesenangan di awal seperti berlebihan dalam belanja online, belanja dengan sistem kredit/cicilan, kecanduan game online, bahkan judi online. Teknologi yang semakin maju ini yang justru menjadikan Gen Z terutama yang tinggal di kota besar cenderung lebih konsumtif, lebih boros, lebih sulit menabung (menyisihkan uang), dan kurang tertarik untuk melakukan investasi untuk kebutuhan masa depan.

Baca Juga: Pentingnya Literasi Finansial Bagi Gen Z Sebelum Menikah

Kondisi Gen Z yang terlena dengan kemudahan teknologi ini sering membuat mereka terjebak pada masalah keuangan. Beberapa jebakan keuangan yang sering menjebak Gen Z antara lain adalah:

  1. YOLO
    You only live once (YOLO) atau ā€œkamu hanya hidup sekaliā€ mengacu pada cara pandang dimana hidup yang hanya sekali harus benar-benar dinikmati, bebas bersenang-senang tanpa perlu memikirkan atau mempersiapkan kehidupan finansial di masa yang akan datang. Contoh gaya hidup YOLO adalah ketika kamu dapat pembagian warisan dari kerabat sebesar 13 juta, kebetulan ada promo jalan-jalan ke luar negeri dengan harga 13 juta dari harga normal 15 juta. Pasti kamu akan mengambil kesempatan ini kan? Padahal jika uang tersebut kamu belikan logam mulia (LM) kamu akan dapat 10 gram, jika kamu simpan dalam 5-10 tahun ke depan bisa jadi harga jual LM itu sudah menjadi 2 kali lipat, dan jika kamu jual lagi mungkin bisa untuk berlibur bersama pasangan.
  2. FOMO
    Sejalan dengan YOLO, FOMO (fear of missing out) atau perasaan takut tertinggal tren yang sedang berlangsung di komunitas/masyarakat menyebabkan Gen Z sering membelanjakan uang tanpa berfikir panjang. Contoh saja beberapa waktu lalu saat sebuah merk handphone meluncurkan seri terbarunya, banyak dari Gen Z yang memaksakan diri untuk membeli dengan berbagai cara, mulai dari memangkas habis uang tabungan, menjual motor kesayangan yang masih dimanfaatkan untuk transportasi kerja, bahkan sampai terlibat hutang pinjaman online (pinjol). Hayoo ngaku, kamu termasuk FOMO juga kah?
  3. Berani Berhutang untuk Gaya Hidup
    Hutang untuk apapun tujuannya memang sebaiknya dihindari. Namun terkadang kita terpaksa untuk berhutang untuk kebutuhan penting seperti tempat tinggal dan memulai usaha. Sayangnya, banyak Gen Z maupun generasi milenial yang justru berhutang untuk segala sesuatu yang sifatnya tidak produktif. Seperti contoh gaya hidup FOMO di atas, banyak Gen Z yang mengambil hutang hanya untuk membeli handphone, membeli motor baru padahal yang lama masih sangat layak dipakai, bahkan saat ini untuk membeli makanan dan minuman Gen Z terbiasa menggunakan fitur pay later. Ini perlu mendapat perhatian bersama, berhutang biasanya akan berlanjut menjadi sebuah kebiasaan sehingga jika tidak disikapi dengan bijak, bisa menjerumusan ke kondisi terlilit hutang.
  4. Menunda Kebutuhan Jangka Panjang Meskipun Primer
    Adakah Gen Z pembaca artikel ini yang sudah bekerja dan memiliki tempat tinggal (meskipun dengan cara kredit)? Jika ada saya sangat salut sekali. Gen Z yang sudah memikirkan tempat tinggal juga mungkin dana pension adalah para Gen Z yang sadar bahwa kebutuhan masa depan wajib dipersiapkan sejak dini. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa biaya untuk memenuhi semua kebutuhan semakin hari akan semakin besar. Jika belum mempersiapkan untuk memiliki rumah, setidaknya persiapkan tabungan untuk membelinya.
  5. Tidak Membuat Rencana Anggaran
    Memang terdengar sepele, tapi membuat perencanaan anggaran bisa membantu kita untuk mengontrol keuangan. Usahakan kita menyusun pos-pos pengeluaran yang kita perhitungkan dengan cermat terlebih dahulu. Yang tidak kalah penting, setiap pengeluaran yang kita lakukan harus berpedoman pada perencanaan yang sudah kita buat ya! Kuatkan niat kita agar tidak mudah tergoda untuk membeli barang di luar perencanaan, terlebih jika barang itu bukan kebutuhan penting.
  6. Tidak Memiliki Dana Darurat
    Dana darurat adalah dana yang sengaja dipersiapkan untuk menghadapi kondisi tidak terduga. Mempersiapkan dana darurat bukan berarti mengharapkan terjadinya situasi darurat, dipergunakan atau tidak dana darurat harus tersedia. Coba bayangkan jika terjadi situasi seperti pandemi Covid-19 tahun 2020, dan banyak orang yang terpaksa kehilangan kerjaan. Bagaimana jadinya jika tidak memiliki dana darurat sama sekali? Pada kondisi demikian, selain untuk bertahan hidup dana darurat bisa digunakan untuk memulai usaha.
  7. Tidak Menabung dan Berinvestasi
    Gaya hidup konsumtif, FOMO, YOLO menyebabkan banyak Gen Z tidak memikirkan tabungan apalagi investasi. Sama seperti dana darurat, sedikit banyak kita tetap harus memiliki. Harus selalu diingat bahwa prinsip menabung dan investasi adalah ā€œsisihkan bukan sisakanā€. Jika tidak disisihkan di awal pendapatan, dengan gaya hidup konsumtif bisa dipastikan tidak ada pendapatan yang teralokasikan untuk tabungan dan investasi.

Selain jebakan keuangan yang banyak mengintai seperti di atas, Gen Z juga dikenal pilih-pilih dalam hal pekerjaan. Meskipun tidak semua, beberapa dari kalangan Gen Z memilih menganggur dari pada bekerja yang tidak sesuai dengan keinginannya, atau ketika sudah diterima bekerja mereka akan cenderung terus mencari pekerjaan baru yang lebih bergengsi. Kondisi tersebut menyebabkan jumlah Gen Z tidak maksimal terserap dalam dunia kerja. Dari Badan Pusat Statistik (BPS) diperoleh data bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) penduduk kelompok umur muda (15ā€“24 tahun) mencapai 16,41 persen dari total angkatan kerja Gen Z yang mencapai 22.042.230 orang atau diperkirakan lebih dari 3,6 juta Gen Z tidak memiliki pekerjaan alias menganggur.

Baca Juga:Ā Mengenal Frugal Living, Cara Hidup Hemat agar Bebas Finansial

Sebenarnya adanya kemajuan teknologi seperti sudah disebutkan di atas dapat sangat membantu dalam berbagai aspek kehidupan. Gen Z dapat memanfaatkan peluang teknologi dalam menciptakan lapangan pekerjaan untuk diri sendiri maupun berkelompok. Berjualan secara online atau memanfaatkan keterampilan dalam bidang teknologi informasi memungkinkan Gen Z mendapatkan penghasilan. Di samping untuk membuka lapangan kerja, kemajuan teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk berinvestasi dan mengelola keuangan mereka.

 

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
24
+1
5
+1
0
+1
0
Scroll to Top