Dampak Ekonomi Pada Pernikahan Dini

Dampak Ekonomi pada Pernikahan Dini

Table of Contents

Keluarga harus mampu memenuhi kebutuhan materiil seluruh anggota keluarganya. Nilai-nilai yang perlu dikembangkan dalam fungsi ekonomi yaitu hemat, teliti, disiplin, ulet, dan mampu menabung.

Hemat yaitu menyesuaikan antara penghasilan dan pengeluaran serta membelanjakan uang seefisien mungkin.
Teliti maksudnya bisa membelanjakan uang dengan mendahulukan kepentingan yang mendesak/penting. Sehingga bisa disiplin dengan komitmen yang sudah disepakati tentang keuangan keluarga.

Untuk mencapai kemapanan ekonomi keluarga, dibutuhkan keuletan, yaitu gigih bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Selalu berupaya untuk menabung sehingga bisa mencapai tujuan ekonomi keluarga. Fungsi ekonomi keluarga ini bisa dilakukan dengan baik jika pasangan sudah siap menikah dan bertanggungjawab.

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), usia ideal untuk perkawinan pertama yaitu usia minimal 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Batasan usia ini dianggap sudah siap menghadapi kehidupan keluarga yang dipandang dari sisi kesehatan dan perkembangan emosional.

Menunda perkawinan sampai batas usia minimal untuk siap berkeluarga memiliki dampak sosial, kesehatan, ekonomi dan psikologis. Secara umum, remaja yang menikah di usia dini seringkali mengalami masalah perekonomian keluarga sebagai salah satu sumber ketidakharmonisan keluarga.

Keluarga perlu memiliki penghasilan secara mandiri dan mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Seluruh anggota keluarga diajarkan agar bersikap ekonomis, realistis, dan mau berjuang dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Pada pasangan pernikahan dini, secara otomatis pendidikannya belum maksimal. Keterbatasan pendidikan pada akhirnya membatasi akses lapangan pekerjaan bagi mereka. Ini yang menyebabkan kondisi ekonomi pasangan yang menikah dini sulit untuk ditingkatkan.

BACA JUGA:

Etos kerja pasangan yang menikah dini juga belum maksimal. Karena belum memiliki pengalaman, juga belum memiliki daya nalar yang kuat untuk membuat tujuan ekonomi keluarga dan mencapainya dengan menabung.

Pernikahan dini rentan melahirkan keluarga miskin karena rendahnya pendidikan sehingga rendah pula akses pekerjaan yang didapat. Ketidaksiapan finansial rentan membuat keluarga baru menjadi keluarga miskin.
Apalagi, jika pasangan pernikahan dini tersebut langsung hamil dan memiliki anak. Kebutuhan semakin banyak dan mendesak, sementara kemampuan mereka sebagai orangtua tidak beranjak.

Pada akhirnya, banyak pasangan yang bercerai karena kegagalan finansial keluarga. Dikutip dari Hukum Online, faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab paling dominan terjadinya kasus perceraian di Indonesia dari tahun ke tahun.

Data dari Pengadilan Agama tahun 2017, menyebutkan, ada 415.848 perkara perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama. Dari angka itu, sebanyak 374.516 perkara sudah diputus. Nah, dari perkara perceraian yang sudah diputus itu, sebanyak 105.266 perkara dipicu oleh masalah ekonomi.

Ini adalah penyebab perceraian nomor dua setelah perselisihan dan pertengkaran terus menerus. Perceraian ini menjadi gerbang keluarga miskin baru.

Karena itu BKKBN menyarankan mengganti “bulan madu” menjadi “tahun madu” untuk pasangan yang sudah terlanjur menikah dini. Tujuannya, mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa. Menunda kehamilan anak pertama bila telah terjadi pernikahan dini sampai di usia 21 tahun.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
2
+1
1
+1
5
+1
3
Scroll to Top