Cegah Stunting, BKKBN Dorong Inovasi Berbasis Keluarga

Mencegah Stunting (Foto: Pexels)

Table of Contents

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus melakukan berbagai upaya percepatan penurunan stunting untuk mencapai target prevalensi 14% pada 2024. Salah satu upaya yang dilakukan yakni dengan mendorong inovasi pencegahan stunting berbasis keluarga. Di mana dalam peringatan Hari Anak Nasional 2022, dilaksanakan melalui kegiatan Bersama Kerabat (Kelas Orang tua Hebat).

Kepala BKKBN Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), Sabtu (23/7/2022) mengatakan populasi di Indonesia saat ini 1/3 diisi anak-anak. Namun, sayangnya ada permasalahan gizi yang masih dialami masyarakat Indonesia, salah satunya adalah stunting. Oleh karena itu, salah satu fokus BKKBN saat ini adalah upaya pencegahan dan penurunan prevalensi stunting.

“Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global,” kata dia.

Hasto menjelaskan stunting mengakibatkan gagal tumbuh, hambatan perkembangan kognitif dan motorik, serta gangguan metabolik pada saat dewasa. Kondisi ini berpotensi besar menghasilkan sumber daya manusia dengan tingkat intelektual yang rendah dan tidak memiliki daya saing sehingga memungkinkan tingkat pengangguran akan meningkat di masa yang akan datang.

Ia menjelaskan kelas pengasuhan atau sesi peningkatan kapasitas keluarga merupakan salah satu layanan di masyarakat yang efektif dalam mewujudkan perubahan perilaku di tingkat keluarga. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan orang tua dan anggota keluarga lainnya yang memiliki balita dalam membina tumbuh kembang balita melalui rangsangan fisik, motorik, kecerdasan, emosional dan sosial ekonomi.

“Karena itu BKKBN terus berupaya mendorong adanya inovasi dalam pencegahan stunting berbasis keluarga, dengan sasaran utama yaitu remaja, calon pengantin/calon pasangan usia subur (PUS), ibu hamil, ibu menyusui dan keluarga yang memiliki anak berusia 0 sampai 59 bulan,” jelas Hasto.

Hasto menjelaskan, untuk mengatasi dan mencegah terjadinya stunting pada balita, diperlukannya pengasuhan yang baik pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), dimulai sejak awal konsepsi atau selama 270 hari masa kehamilan serta 730 hari setelah lahir (hingga anak berusia 2 tahun).

Menurutnya intervensi gizi spesifik diberikan kepada anak dalam 1.000 HPK, dilakukan oleh sektor kesehatan dan bersifat jangka pendek. Sedangkan intervensi gizi sensitif diberikan melalui berbagai kegiatan di luar sektor kesehatan. Sebagai mitigasi atau penanganan stunting, intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif harus terus dilakukan, khususnya di usia balita.

Sementara, Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN Irma Ardiana mengatakan kegiatan edukasi pola asuh anak itu mendapat antiusias yang tinggi dari masyarakat, terutama kader Penyuluh Keluarga Berencana (PKB).

Menurut Irma, untuk mewujudkan inovasi pencegahan stunting berbasis keluarga itu maka dibentuklah kelompok bina keluarga balita di setiap desa dan kelurahan. “Melalui kelompok bina keluarga balita ini, edukasi tentang pola asuh, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan, disampaikan kepada keluarga-keluarga yang memiliki anak balita,” kata dia.

Pada fase ini menurut Irma, tumbuh kembang anak sangat pesat dan berpengaruh pada kehidupan di masa yang akan datang.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
Scroll to Top