Berani Lakukan Seks Pra Nikah? Bersiaplah Menerima Risiko Ini

Ilustrasi Seks Pra Nikah (Foto oleh Dainis Graveris di Paexels.com)

Table of Contents

Aktivitas seks pra nikah termasuk dalam salah satu perilaku berisiko. Penyebabnya bisa karena anak kurang pengetahuan seksual sehingga tidak melihat risikonya. Juga paparan rangsangan dari luar yang tak bisa dikontrol oleh anak.

Dampak hubungan pra nikah itu adalah kehamilan yang tak direncanakan. Ketika sudah hamil, orangtua mau tak mau menikahkan meskipun masih anak-anak. Karena itu hubungan seksual sebelum nikah masuk dalam kategori tindakan sangat berisiko bagi remaja.

Hubungan seks pranikah pada remaja bisa memicu masalah serius karena berkaitan dengan rendahnya penggunaan kontrasepsi dan remaja cenderung memiliki lebih banyak pasangan seksual jika mulai berhubungan seks pranikah pada usia yang lebih dini.

Menurut Kepala BKKBN, dr Hasto Wardoyo Sp.OG (K), perilaku ini bisa dipicu karena kurangnya pendidikan seksual di keluarga dan masyarakat. Pendidikan seksual masih dianggap tabu karena berfikir pendidikan seksual adalah mengajarkan cara berhubungan seksual.

“Pendidikan seksual konprehensif bisa dilakukan di keluarga, sekolah, hingga di masyarakat. Pengalaman saya menjabat sebagai Bupati Kulonprogo, saya membuat buku untuk pendidikan seksual anak SD, SMP, dan SMA. Materinya disesuaikan dengan usia anak. Anak memiliki hak untuk ilmu ini,” jelas Hasto saat membuka Webinar Mencegah Perkawinan Anak beberapa waktu lalu.

Remaja Pria Lebih Sering jadi Pemicu

Perilaku seksual remaja, terutama perilaku seks pranikah, masih mendominasi perdebatan dari sisi moral, psikologis, dan fisik.  Remaja pria lebih banyak menginisiasi atau memulai hubungan seksual pra nikah.

“Ini terkait relasi gender, laki-laki lebih powerfull sementara perempuan powerless. Pria ingin menunjukkan maskulinitasnya, ingin menguji kesetiaan dengan melakukan hubungan seksual pranikah. Sementara perempuan merasa terancam ketika dipertanyakan kesetiaannya, sehingga terpaksa mau diajak melakukan hubungan pranikah,” ujar Widyaiswara Ahli UTama BKKBN, Dr Wendy Hartanto, MA dalam kesempatan yang sama.

Selain itu secara sosial, dalam pergaulan sering terjadi ketidakadilan sudut pandang terhadap perilaku seks pra nikah pada anak laki-laki dan perempuan. Ketika remaja perempuan melakukan seks pranikah akan dihukum atau dicela hingga dikucilkan. Sedangkan remaja pria jika melakukan hubungan seks pranikah dianggap dapat menambah popularitas atau dikagumi.

Karena itu, perlu sekali memberikan pendidikan seksual yang benar kepada anak baik laki-laki maupun perempuan, bukan cuma fokus pada anak perempuan saja untuk menghindari kehamilan yang tak diinginkan.

BACA JUGA:

Laki-Laki Mudah Terangsang

Wendy menambahkan,  secara alamiah, laki-laki lebih mudah terangsang. “Remaja laki-laki dengan visual saja sudah terangsang. Sehingga keinginan untuk melakukan hubungan seksual lebih mudah. Sementara perempuan lebih kompleks untuk mendapatkan rangsangan,” paparnya.

Remaja laki-laki lebih sering menonton film porno dibandingkan remaja perempuan. Umumnya, remaja secara teratur terpapar dengan materi-materi seksual di televisi, film, dan internet di samping terpapar oleh tayangan video musik yang menggabungkan tayangan seks dan kekerasan. Karena remaja laki-laki mudah terangsang oleh visual, menonton pornografi merupakan faktor terkuat yang memengaruhi perilaku seks pranikah remaja laki-laki.

Ini penting untuk diketahui agar remaja laki-laki dapat menghindari tontonan yang membuat  terangsang secara seksual. Karena jika sudah terangsang kemudian berani mengajak melakukan hubungan seks pra nikah, kamu akan berhadapan dengan resiko yang sulit ditanggung.

Risiko Aborsi

Risiko yang paling nyata dari hubungan seks pra nikah adalah kehamilan yang tak diinginkan. Jika ini terjadi respon anak akan tergantung pada kemampuan mereka terbuka pada orangtua. Untuk bertanggungjawab, mereka meminta dinikahkan untuk menyelamatkan anak dalam kandungan. Ketika anak tertutup dan malu, risiko paling mengerikan adalah tindakan aborsi.

Tindakan pengguguran kandungan atau aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu. Tindakan abortus harus sesuai dengan indikasi medis, atau ada alasan medis yang kuat dan  mengancam jiwa ibu hamil tersebut bila kehamilan diteruskan.

Aborsi diatur dalam undang-undang sehingga ada ancaman hukum bila dikerjakan tanpa alasan medis. Jadi tidak boleh melakukan aborsi atau meminta orang melakukan aborsi karena hal ini dapat berurusan dengan hukum.  Padahal hubungan seks pranikah tidak memiliki kekuatan hukum, sehingga rentan melakukan aborsi secara ilegal.

Aborsi seharusnya diputuskan oleh beberapa dokter, dan bila dilakukan harus di fasilitas kesehatan, karena seperti tindakan medis lainnya, aborsi juga mempunyai risiko yaitu infeksi dan perdarahan yang dapat meluas, sehingga menimbulkan komplikasi seperti kehilangam rahim, dan bisa mengakibatkan ibu yang menjalani tindakan aborsi kehilangan nyawa.

Kehamilan bisa menjadi sesuatu yang menakutkan dan bisa membuat dia melakukan hal apapun untuk menghentikan kehamilan atau malah melakukan hal yang membahayakan diri.

Risiko Pernikahan Dini

Untuk mempertahankan kehamilan dan bertanggungjawab, tentu harus menjalani pernikahan. Karena dipandang dari segi agama pun, aborsi merupakan perbuatan dosa. Dosa pengguguran kandungan akan menambah dosa sebelumnya, yaitu dosa berzina.

Mau tak mau, bila sudah terjadi kehamilan, kamu harus bercerita kepada  kedua orang tua. Bila takut, bisa dibantu saudara yang kita percaya untuk menyampaikan kepada kedua orang tua. Apakah setelah menikah masalah selesai? Tidak, ada risiko yang membayangi pernikahan dini tersebut.

Menikah di usia terlalu muda meningkatkan risiko terserang kanker serviks. Ini termasuk kanker pembunuh yang ganas. Pada 2018, ada 18.279 kematian di Indonesia akibat kanker serviks. Jadi, kalau kamu sayang dengan pasanganmu dan tidak ingin dia terpapar risiko kanker serviks, jangan lakukan seks pra nikah.

Di usia muda, organ-organ reproduksi belum berkembang dengan matang. Ukuran panggul perempuan remaja, juga lebih sempit dibanding panggul perempuan dewasa. Karena itu, melahirkan di usia dini sangat berisiko memicu pendarahan saat melahirkan, yang berujung pada kematian ibu.

Bisakah kamu bayangkan setelah bayi lahir kemudian kamu kehilangan pasangan? Tentu berat bukan? Jangan lakukan seks pra nikah jika tidak siap dengan risikonya.

Analisis menyebut, salah satu faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah usia pernikahan yang terlalu muda. Emosi yang belum matang memang berpotensi memantik perselisihan pasangan, lalu berujung pada kekerasan terhadap perempuan.

Karena menikah di usia dini, pendidikanmu mungkin terhambat. Harus keluar untuk mencari nafkah. Tapi kalau pendidikanmu rendah, akses mendapat pekerjaanpun terbatas. Akhirnya secara ekonomi cenderung lemah, ini akan memicu perselisihan. Selain itu, di usia terlalu muda, kesiapan ekonomi juga masih kurang. Karena itu, pernikahan di usia muda memang lebih berisiko pada perceraian. Jadi, hindari seks pranikah agar tidak terjadi kehamilan yang tak direncanakan.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
Scroll to Top