Istilah piring terbang mungkin kerap kamu dengar ketika kamu hadir di acara pernikahan yang ada di Jawa Tengah. Istilah piring terbang memang terkesan merujuk pada benda asing, alien, atau UFO.
Namun, piring terbang di sini sebenarnya merupakan tradisi memberikan jamuan terhadap para tamu yang hadir. Biasanya, tradisi ini cukup sering ditemukan dalam acara pernikahan di Solo Raya.
Kalau di tempat-tempat lain, prasmanan lebih populer karena menyediakan variasi makanan lebih banyak. Selain itu, tamu juga bisa mengonsumsi makanan, jajanan, atau minuman yang bervariasi.
Piring terbang sejatinya hanyalah versi lain dari cara menjamu tamu di acara pernikahan. Dalam tradisi piring terbang, tamu tinggal duduk manis dan menunggu sepiring makanan dihidangkan di depannya. Memang, pilihan makanannya jadi lebih terbatas. Tapi, hal ini membuat tamu diperlakukan seperti raja karena mereka tinggal duduk dan dilayani.
Unik bukan? Berikut beberapa hal yang perlu kamu ketahui terkait tradisi piring terbang.
1. Sejarah piring terbang
Sejarawan KRMT L Nuky Mahendranata Nagoro menjelaskan tradisi ini mulai populer di kawasan Solo dan sekitarnya pada pertengahan tahun 1980-an. Kala itu, penyedia jasa katering juga mulai berkembang di sana. âDi Mataram dulu dikenal sebagai upaya untuk menghormati tamu supaya tidak berdiri. Jadi tamu-tamu tinggal duduk, nanti hidangan diantarkan. Jadi tamu diperlakukan seperti seorang raja,” kata dia.
Tradisi ini muncul dari kawasan pinggiran, bukannya di tengah keramaian atau dekat dengan pusat pemerintahan Mataram. âMemang di Ibu Kota Nagari sendiri tidak berkembang. Jadi malah berkembang di daerah desa seperti Wonosari, Klaten, Wonogiri.”
2. Pengaturan waktu harus pas
Hal menarik lainnya, meski kesannya hanya memberikan sajian ke tamu, tradisi ini sebenarnya cukup rumit. Pasalnya tradisi ini memerlukan timing alias pengaturan waktu yang tepat. Jadi, tidak semua hidangan, camilan, atau minuman langsung dihidangkan di waktu yang sama. Penyajiannya bertahap agar tamu juga bisa menikmati semuanya. Penentuan waktu ini semakin rumit karena tamu bisa saja datang dalam jumlah ratusan dan datang di waktu yang tidak bersamaan.
3. Panduan urutan hidangan
Dalam tradisi piring terbang sudah ada panduan untuk urutan hidangan. Panduan ini diberi singkatan USDEK. U untuk âunjukanâ alias minuman dan biasanya juga diberi tambahan camilan. Jadi, tamu yang datang pasti bakal diberi minuman terlebih dahulu.
Setelahnya, S alias âsupâ. Setelah minuman disajikan, menu selanjutnya adalah sup. Sup yang dihidabgkan biasanya berupa kuah kaldu ayam yang diberi wortel, buncis, atau bahkan jamur kuping.
Setelah itu, D adalah âdhaharanâ alias makanan utama. Barulah kemudian E yang artinya adalah âes krimâ disajikan sebagai makanan penutup. Nah, untuk K itu berarti âkondurâ yang berarti tamu mulau beranjak pulang.
BACA JUGA:Â Mengintip Keunikan Tradisi Memakai Henna dalam Pernikahan Indonesia
âJadi kalau sudah sampai es, biasanya kalau orang-orang yang sepuh langsung pergi, pulang. Jadi itu semacam diaturi kondur (diminta untuk pulang secara halus),â ujar dia.
Meski begitu, bukan berarti setelah diberi makanan utama, tamu langsung diberi es krim. Sebagai penghargaan atas kedatangannya, biasanya usai makan, tamu tidak langsung diberi es krim. Tamu dipersilakan menikmati hiburan atau setidaknya ngobrol terlebih dahulu.
Itulah beberapa hal unik terkait tradisi piring terbang dalam pernikahan di Jawa Tengah. Tradisi piring terbang merupakan bentuk lain cara menjamu para tamu selain prasmanan di mana para tamu dipersilakan mengambil makanan sendiri.