Capek Jadi Emosian? Coba Kenalan Sama Regulasi Emosi!

Cover - Capek Jadi Emosian Coba Kenalan Sama Regulasi Emosi

Table of Contents

Athiyyah Khoirunnisaa – Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera Universitas YARSI

Pernah tidak sih kamu merasa emosimu seperti roller coaster? Kadang marah tanpa sebab, tiba-tiba sedih, lalu stres karena memikirkan banyak hal sekaligus. Banyak orang di usia remaja sampai awal dewasa juga mengalami hal yang sama. Ini wajar, karena masa ini sering disebut masa badai emosi atau fase ketika kita sedang banyak-banyaknya berubah, mulai dari cara berpikir, tuntutan sosial, sampai tekanan untuk “jadi dewasa”

Baca Juga: Konflik dalam Keluarga? Yuk, Atasi dengan Bijak!

Saat emosi tidak dikelola, dampaknya bisa ke mana-mana. Ada yang jadi gampang konflik dengan orang lain, ada yang malah menarik diri dan merasa kesepian, ada juga yang mencari pelarian di media sosial atau main gadget tanpa henti. Dalam beberapa kasus, emosi yang terus-menerus dibiarkan tanpa diatur bisa membuat seseorang nekat melakukan hal yang merugikan diri sendiri. Karena itu, belajar mengenal dan mengelola emosi adalah langkah penting supaya kita tidak tenggelam di dalamnya.

Regulasi emosi sebenarnya adalah kemampuan untuk memahami, mengarahkan, dan mengekspresikan perasaan secara tepat. Ini bukan berarti pura-pura kuat atau menahan tangis selamanya. Justru regulasi emosi membantu kita menerima apa yang kita rasakan, tapi tidak membiarkan emosi mengambil alih hidup kita. Bayangkan saja, emosi itu seperti ombak besar, sementara regulasi emosi itu papan selancar yang membuat kamu tetap bisa berdiri dan tidak terseret arus.

Ada beberapa cara regulasi emosi bekerja. Salah satunya dengan mengubah cara kita memandang situasi. Misalnya, ketika gagal, kita bisa mencoba melihatnya sebagai kesempatan belajar, bukan akhir dari segalanya. Cara lain adalah dengan mengendalikan ekspresi emosi, seperti tidak langsung meledak marah di depan orang lain atau memilih menenangkan diri dulu sebelum mengambil keputusan. Selain itu, regulasi emosi juga mencakup kemampuan menerima perasaan, tetap fokus melakukan hal penting meskipun hati sedang campur aduk, dan tahu cara menenangkan diri supaya tidak terbawa pikiran negatif terlalu lama.

Faktor yang memengaruhi regulasi emosi setiap orang bisa bermacam-macam. Usia termasuk salah satu faktor penting seiring bertambahnya pengalaman, kita biasanya makin terlatih mengendalikan emosi. Hubungan dengan orang tua, teman, dan lingkungan sekitar juga sangat berperan. Misalnya, kalau tumbuh dalam keluarga yang suportif dan terbiasa membicarakan perasaan, kita lebih mudah belajar cara mengekspresikan emosi secara sehat. Teman sebaya juga punya pengaruh besar punya lingkaran pertemanan yang positif sering membuat kita lebih kuat menghadapi stres. Selain itu, ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam cara mengekspresikan emosi. Banyak laki-laki yang diajarkan untuk “menahan perasaan”, sementara perempuan lebih sering diberi ruang untuk menangis atau bercerita. Semua pola ini membentuk kebiasaan dalam mengelola emosi.

BACA JUGA ARTIKEL  12 Tips Rumah Tangga Bahagia, Jauh dari Tragedi Layangan Putus

Baca Juga: Komunikasi dalam Keluarga: Kunci Hubungan yang Harmonis

Kalau emosi tidak diatur dengan baik, akibatnya bisa serius. Banyak penelitian menunjukkan orang yang kesulitan mengelola emosi lebih rentan mengalami stres berat, kecanduan media sosial, konflik, hingga depresi. Sebaliknya, saat kita belajar mengelolanya, kita bisa merasa lebih tenang, percaya diri, dan siap menghadapi masalah tanpa harus meledak-ledak atau menyalahkan diri sendiri. Belajar regulasi emosi itu proses yang butuh waktu, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kamu bisa mulai dari beberapa langkah sederhana berikut ini:

  • Memberi jeda sebelum bereaksi
    Saat marah atau kecewa, coba tarik napas dalam beberapa kali sebelum memutuskan apa yang akan kamu lakukan.
  • Mengenali apa yang kamu rasakan
    Kadang, marah hanya topeng dari rasa takut atau sedih. Semakin kamu paham perasaanmu, semakin mudah untuk mengaturnya.
  • Mengubah sudut pandang
    Belajar melihat masalah dari sisi lain, misalnya menganggap kegagalan sebagai pelajaran, bukan akhir dunia.
  • Mencari cara menenangkan diri
    Kamu bisa berjalan kaki, mendengarkan musik, menulis jurnal, atau melakukan aktivitas lain yang membuat pikiran lebih tenang.
  • Bercerita ke orang yang dipercaya
    Dukungan dari teman atau keluarga sering membantu kita merasa tidak sendirian.

Kalau kamu sering merasa emosimu sulit dikendalikan, itu bukan berarti kamu lemah atau gagal. Itu tanda kalau kamu sedang dalam proses belajar. Semua orang punya masa-masa emosinya berantakan, tapi semua juga bisa belajar menyeimbangkannya. Regulasi emosi bukan tentang jadi sempurna, tapi tentang belajar pelan-pelan supaya perasaan tidak menguasai hidupmu. Jika hari ini rasanya berat, ingat: kamu tidak sendiri. Kamu selalu bisa mulai dari satu langkah kecil untuk lebih mengenali dan merawat perasaanmu sendiri.

 

 

 

 

Referensi
Annisa, M., Nur, H., & Ansar, W. (2024). Pengaruh peer attachment terhadap regulasi emosi pada remaja. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 6(3), 1851–1859. https://doi.org/10.31004/edukatif.v6i3.6571

Hasmarlin, H., & Hirmaningsih. (2019). Regulasi emosi pada remaja laki-laki dan perempuan. Marwah: Jurnal Perempuan, Agama dan Jender, 18(1), 87–95.

Pamungkas, D. S., Sumardiko, D. N. Y., & Makassar, E. F. (2024). Dampak-dampak yang terjadi akibat disregulasi emosi pada remaja akhir: Kajian sistematik. Jurnal Psikologi, 1(4), 1–10. https://doi.org/10.47134/pjp.v1i4.2598

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
16
+1
7
+1
3
+1
0
Scroll to Top