Apri Dwi Lestari – Universitas Alma Ata
Kemudahan terpaparnya teknologi di era digital membuat gen Z banyak mengalami perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain. Hanya dengan satu sentuhan pada layar smartphone, mereka dapat terhubung secara online menggunakan internet. Penggunaan kata gen Z atau IGerenation merujuk pada individu yang lahir di tahun 1995 sampai awal 2010 (Reinikainen et al., 2020). Mereka adalah generasi yang paling terbiasa dengan teknologi digital, sehingga akan mempengaruhi bagaimana cara mereka bersikap, berpikir, pandangan, nilai dan bahkan mempengaruhi tujuan hidup generasi Z, salah satunya dalam menjalin sebuah hubungan. Namun dibalik kemudahan berkomunikasi, terdapat dampak negatif yang muncul yaitu toxic relationship. Toxic relationship atau hubungan yang beracun adalah hubungan yang tidak sehat, memengaruhi diri sendiri dan akan berdampak pada orang yang terlibat dalam kondisi tersebut (Putra et al., 2023).
Baca Juga: Mengenal Toxic Relationship, Penting?
Dalam konteks gen Z, toxic relationship dapat terjadi pada keluarga, pertemanan dan hubungan asmara. Hubungan yang seperti ini dapat memicu terjadinya physical abuse (kekerasan fisik) dan mental abuse (kekerasan mental) (Putra et al., 2023). Faktor-faktor penyebab terjadinya toxic relationship terdiri dari faktor eksternal, meliputi pengaruh lingkungan sosial dan budaya. Sedangkan, faktor internal meliputi kepribadian, ketergantungan pasangan dan dorongan seksual (Wahyuni et al., 2020). Individu yang mengalami toxic relationship seringkali tidak tahu bahwa mereka berada dalam hubungan yang berbahaya. Namun, banyak yang tahu bahwa tidak baik untuk tetap melanjutkan hubungan. Banyak alasan yang mendorong individu tetap berada dalam hubungan yang beracun, salah satunya adalah ketergantungan (Solferino & Tessitore, 2021).
Toxic relationship dapat terjadi dalam hubungan asmara. Hubungan asmara adalah hubungan yang melibatkan perasaan cinta, kasih sayang dan keterikatan dengan orang lain. Salah satu bentuk toxic relationship dalam hubungan asmara yaitu pembatasan aktivitas, suka berbohong dan komunikasi yang buruk (Nadia Nurul Saskia et al., 2023). Gen Z cenderung mudah merasa cemburu dengan aktivitas atau hubungan pasangan mereka di media sosial, mereka akan merasa tidak nyaman dan menjadi curiga jika pasangan mereka berteman dan berinteraksi dengan orang lain (Cera Keny et al., 2023). Selain itu, gen Z cenderung tidak puas atau tidak bahagia dengan hubungan jika tidak sesuai dengan harapan atau impian mereka, hal ini dipengaruhi oleh media sosial yang menyebarkan citra sempurna atau standar di dalam hubungan. Pada era digital, segala sesuatu dapat dengan mudah di edit dan disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga citra yang ditampilkan di media sosial seringkali berbanding terbalik dengan kenyataan. Dengan begitu, mereka akan cenderung berusaha memperlihatkan citra yang sempurna sebagai pasangan di media sosial demi mendapatkan validasi dari orang lain. Telah banyak terjadi kasus-kasus pelecehan dan cyberbullying yang dialami gen Z di media sosial. Di saat yang bersamaan, media sosial juga mempermudah dalam memperlihatkan pujian dan perhatian yang berlebihan, yang sering kali dimanfaatkan oleh oknum untuk memperdaya dan memanipulasi korbannya. Kurangnya komunikasi secara langsung membuat mereka kesulitan dalam mengekspresikan emosi secara tepat. Akibatnya, sering terjadi misinterpretasi dan kesalahpahaman yang berujung pada pertengkaran dan ketidakharmonisan dalam hubungan. Kehadiran media sosial membuat suatu hubungan menjadi transparan, sehingga tidak ada privasi dan batasan antar pasangan. Sehingga, hubungan yang seharusnya membawa kebahagiaan dan kedamaian berubah menjadi sumber masalah dan konflik.
Baca Juga: Toxic Relationship: Antara Harga Diri dan Ekspektasi dalam Sebuah Hubungan
Berdasarkan data dari Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan pada tahun 2021, kasus kekerasan dalam berpacaran sebanyak 1.074 kasus. Sedangkan di tahun 2022, kekerasan dalam berpacaran mencapai 3.528 kasus (Pelindungan & Pemulihan, 2022), yang artinya terjadi peningkatan sebanyak 2.454 kasus kekerasan dalam berpacaran. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa dengan adanya toxic relationship di dalam suatu hubungan dapat menyebabkan konflik dan permasalahan yang baru. Dampaknya dapat merugikan individu seperti muncul beberapa penyakit misalnya insomnia, obesitas, asam lambung dan luka fisik (Nadia Nurul Saskia et al., 2023), pihak yang dirugikan menjadi pribadi yang pesimis, penuh dengan emosi negatif dan dapat menimbulkan konflik batin yang kemudian mengarah pada kecemasan, stress dan depresi (Forth et al., 2022).
Untuk mengatasi masalah toxic relationship pada gen Z diera digital, perlu adanya upaya individu, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Belajar dan berusaha untuk menjauh serta menghindar dari toxic relationship. Mengembangkan kemampuan emosional, menjalin komunikasi yang tegas dan batasan yang lebih sehat (Scott, 2023), self-love, menghargai dan menghormati diri sendiri dan pasangan tanpa harus memperhatikan validasi dari media sosial serta menghadapi konflik dengan bijak. Gunakan media sosial dengan positif dan sehat, manfaatkan untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan berbagi informasi dengan pasangan. Media sosial juga bisa digunakan untuk mencari informasi atau edukasi mengenai hubungan asmara yang sehat. Penting untuk membatasi penggunaan sosial media dan memperhatikan dampak yang ditimbulkan pada kesehatan mental.
Perlu memperhatikan tanda-tanda yang mengarah pada toxic relationship dan mencari bantuan pada orang terdekat atau profesional untuk keluar dari hubungan tersebut serta mendapatkan dukungan yang dibutuhkan. Institusi pendidikan dan organisasi masyarakat harus memastikan kemudahan akses terhadap pelayanan kesehatan mental dan menyediakan program pendukung yang memadai. Keluarga juga berperan penting dalam membina komunikasi yang efektif sehat antar anggota keluarga, terbuka untuk berbicara serta memberikan pemahaman tentang bahaya yang dapat ditimbulkan pada gen Z. Selain itu, masyarakat juga perlu berperan dalam menciptakan suasana lingkungan yang aman dan mendukung, dampingi korban agar terhindar dari trauma, serta memberikan edukasi tentang penggunaan media sosial yang sehat bagi gen Z (Andayani Praptiningsih & Kumari Putra, 2021).
Baca Juga: Waspada Hubungan Toxic! 5 Kiat Membangun Hubungan Bahagia
Toxic relationship pada Gen Z di era digital merupakan tantangan yang serius dan perlu diatasi, kesehatan mental merupakan aspek yang penting dalam kehidupan manusia dan harus dijaga dengan baik. Saat menghadapi toxic relationship, fokus pada kesehatan dan kesejahteraan individu dan pertimbangkan untuk mengakhiri hubungan atau setidaknya membatasi waktu bersama. Jika mengalami pelecehan fisik dan emosional segera dapatkan bantuan. Oleh karena itu, perlu kerja sama dari semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang mendukung untuk gen Z, sehingga mereka bisa tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang kuat dan tangguh di era digital ini.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani Praptiningsih, N., & Kumari Putra, G. (2021). Toxic Relationship Dalam Komunikasi Interpersonal Di Kalangan Remaja (Vol. 12, Issue 2).
Cera Keny, W., Febrian Syahputra, R., & Pratomo, D. R. (2023). Pengalaman Toxic Relationship dan Dampaknya Pada Kalangan Generasi Muda. Prosiding Seminar Nasional, 918–926.
Forth, A., Sezlik, S., Lee, S., Ritchie, M., Logan, J., & Ellingwood, H. (2022). Toxic Relationships: The Experiences and Effects of Psychopathy in Romantic Relationships. International Journal of Offender Therapy and Comparative Criminology, 66(15), 1627–1658. https://doi.org/10.1177/0306624X211049187
Nadia Nurul Saskia, K., Prihatin Idris, F., Promosi Kesehatan, P., Kesehatan Masyarakat, F., Muslim Indonesia, U., & Gizi, P. (2023). PERILAKU TOXIC RELATIONSHIP TERHADAP KESEHATAN REMAJA DI KOTA MAKASSAR. In Window of Public Health Journal (Vol. 4, Issue 3).
Pelindungan, M., & Pemulihan, D. (2022). Lembar Fakta Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2023 Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Publik dan Negara.
Putra, D. A., Hayu, P., & Tyas, P. (2023). Fenomena Toxic Relationship dalam Berpacaran. 5(1), 54–62. https://e-journal.usd.ac.id/index.php/solution/index
Reinikainen, H., Kari, J. T., & Luoma-Aho, V. (2020). Generation z and organizational listening on social media. Media and Communication, 8(2), 185–196. https://doi.org/10.17645/mac.v8i2.2772
Scott, E. (2023). What Is a Toxic Relationship? How to Spot the Warning Signs of Toxic Relationships.
Solferino, N., & Tessitore, M. E. (2021). Human networks and toxic relationships. Mathematics, 9(18). https://doi.org/10.3390/math9182258
Wahyuni, D. S., Analisis, A., Penyebab, F., Komariah, S., & Sartika, R. (2020). Analisis Faktor Penyebab Kekerasan dalam Hubungan Pacaran pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia A B S T R A K A R T I K E L I N F O. http://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/