Siti Luthfiyah – Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera Universitas YARSI
Kata siapa kekerasan hanya terjadi dalam hubungan rumah tangga? Nyatanya, kekerasan juga bisa terjadi dalam hubungan pacaran—dan tak selalu terlihat. Di balik pasangan yang tampak mesra, bisa jadi tersembunyi luka hati, tekanan batin, bahkan ancaman fisik. Dan yang mengejutkan, salah satu pemicunya bukan hanya karena marah atau cemburu, tapi karena rasa minder, atau dalam istilah psikologi disebut inferiority feeling.
Baca Juga: Mengenal Toxic Relationship, Penting?
Minder Bukan Sekadar Tidak Percaya Diri. Perasaan minder bukan hal asing. Hampir semua orang pernah merasakannya. Tapi ketika perasaan ini berlarut dan tak diatasi, bisa berubah jadi masalah serius. Seseorang yang merasa tidak cukup baik, kurang menarik, atau tidak layak dicintai, bisa merasa perlu “menguasai” pasangannya untuk menutupi kekurangannya. Misalnya, ia jadi mudah marah jika pasangannya bercanda dengan orang lain, melarang bergaul, mencurigai terus-menerus, atau menuntut perhatian berlebihan. Semua itu bukan karena cinta, tapi karena ia takut ditinggalkan atau merasa tidak aman.
Kekerasan dalam pacaran tidak selalu berupa pukulan. Ada banyak bentuk kekerasan yang sering tidak disadari:
- Kekerasan Psikologis
Seperti mengancam, memaki, memanipulasi emosi, atau membuat pasangan merasa bersalah terus-menerus. - Kekerasan Fisik:
Menampar, mendorong, mencubit atau tindakan fisik lainyang menyakitkan. - Kekerasan Finansial:
Memaksa pasangan membayar sesuatu, mengambil uang tanpa izin, atau mengatur pengeluaran pasangan. - Kekerasan Seksual:
Menyentuh tanpa persetujuan, memaksa hubungan fisik, atau menekan pasangan secara seksual.
Yang membuat miris, banyak yang menganggap hal itu “wajar” karena sedang pacaran. Padahal, hubungan yang sehat seharusnya membuat kita merasa aman, dihargai, dan diterima apa adanya.
Baca Juga: Pasangan Kamu Abusive dan Manipulatif, Stay or Leave?
Apa yang bisa kita lakukan? Pertama, kenali tanda-tanda hubungan tidak sehat. Jika kamu atau temanmu merasa selalu dikontrol, disalahkan, atau takut untuk bersikap jujur dalam hubungan, itu tanda bahaya. Kedua, jangan abaikan rasa minder dalam diri. Mencintai orang lain dimulai dari mencintai dan menerima diri sendiri terlebih dahulu. Perasaan tidak cukup layak bukan alasan untuk menyakiti atau menguasai orang lain. Ketiga, bangun komunikasi yang sehat dan terbuka dengan pasangan. Jika ada masalah, bicarakan baik-baik. Jangan menyimpan amarah atau mengekspresikannya dengan cara menyakiti.
Baca Juga: Toxic Relationship Terhadap Mindset Remaja
Pacaran bukan ajang siapa yang paling menguasai, tapi tentang saling mengenal dan tumbuh bersama. Kalau hubungan malah membuatmu terluka, mungkin saatnya bertanya: ini cinta atau luka?
REFERENSI:
Adiningsih, H., Dannisworo, C., & Christia, M. (2020). Dating violence perpetration: Masculine ideology and masculine gender role stress as predictors. Humanitas: Indonesian Psychological Journal, 17(1), 12–22.
Nopiyanti, S., Mubina, N., & Simatupang, M. (2021). Pengaruh inferiority feeling terhadap kecenderungan melakukan kekerasan dalam berpacaran pada dewasa awal di Karawang. Psikologi Prima, 4(1), 42-52.