Ngobrol Bareng Anak Zaman Now? Bisa Banget, Asal Tahu Caranya!

Cover - Ngobrol Bareng Anak Zaman Now Bisa Banget, Asal Tahu Caranya!

Table of Contents

Retno Dewanti P.Penata KKB Ahli Muda

Pernah merasa ngobrol sama anak kayak bicara ke tembok? Atau anak justru merasa orang tuanya nggak ngerti sama sekali? Ini bukan soal sayang atau tidak, tapi soal komunikasi antar generasi yang sering tak nyambung.

Zaman berubah cepat. Anak-anak Gen Z dan Alpha tumbuh dalam dunia digital yang serba ekspresif dan kritis. Sementara itu, orang tua generasi x atau boomer dibentuk oleh nilai ketundukan dan stabilitas. Akibatnya, percakapan pun sering penuh salah paham. Orang tua ingin dihargai karena pengalaman, anak ingin didengar sebagai pribadi yang setara. Inilah yang disebut Stella Ting-Toomey sebagai Face Negotiation Theory bahwa setiap orang ingin menjaga citra diri, atau “face”-nya.

Baca Juga: Komunikasi dalam Keluarga: Kunci Hubungan yang Harmonis

Konflik pun bisa muncul dari hal kecil. Misalnya, orang tua berkata, “Kamu masih kecil, dengerin orang tua!” sementara anak menjawab, “Aku juga punya pendapat!” Keduanya ingin didengar dan dihargai, tapi kalau komunikasi jadi ajang adu ego, hubungan justru menjauh.

Padahal, komunikasi yang hangat tetap bisa dibangun. Salah satu panduan yang bisa dijadikan pegangan adalah modul 1001 Cinta dan Drama dari Kemendukbangga/BKKBN. Modul ini dirancang untuk membangun jembatan komunikasi antar generasi lewat pendekatan menyenangkan, ada board game, refleksi, dan aktivitas yang tidak menggurui, tapi membuka dialog. Tema-temanya relevan seperti kebebasan, emosi, batasan, dan pengaruh teman. Orang tua dan anak diajak bicara dari dua sisi, saling memahami dan menghargai tanpa saling menjatuhkan.

1000 Cinta

Modul ini sejalan dengan teori Face Negotiation. Contohnya, daripada berkata “Kamu nggak ngerti hidup”, lebih baik bilang, “Waktu ibu seusiamu, ibu juga bingung, mau dengar cerita ibu?” Untuk remaja, daripada berkata “Orang tua nggak ngerti!”, bisa mulai dengan, “Aku pengin cerita, boleh dengerin dulu nggak?” Berikut beberapa tips sederhana untuk menjaga komunikasi tanpa menjatuhkan “face”:

  • Dengar dulu, baru bicara. Anak ingin merasa didengarkan, bukan langsung disalahkan.
  • Gunakan ‘I-message’. Contoh: “Mama khawatir kamu belum pulang” lebih baik daripada “Kamu selalu pulang malam!”
  • Perjelas pesan. Hindari “kode-kode” yang membingungkan.
  • Ajak diskusi. Ganti “Pokoknya jangan!” dengan “Menurut kamu, risiko dari pilihan itu apa?”
  • Jaga perasaan. Komunikasi bukan soal menang debat, tapi menjaga hubungan.
BACA JUGA ARTIKEL  6 Etika Mengunggah Foto Anak di Media Sosial yang Harus Kamu Tahu

Keluarga adalah tempat pertama anak belajar berbicara dan mendengar. Kalau komunikasi di rumah penuh konflik atau salah paham, bagaimana anak bisa membangun hubungan yang sehat di luar sana?

Baca Juga: Tips Menjaga Komunikasi dengan Anak yang Beranjak Remaja

Intinya, kita tak harus sama untuk bisa saling mengerti. Yang penting, ada niat untuk terhubung bukan cuma hadir secara fisik, tapi hadir dengan pemahaman. Melalui pendekatan seperti 1001 Cinta dan Drama, relasi orang tua dan remaja bisa didekatkan, bukan dengan mengatur, tapi dengan mendengar dan saling belajar memahami. Karena cinta dalam keluarga tak cukup hanya dirasakan, tapi harus bisa dikomunikasikan dengan bahasa yang dimengerti semua generasi.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
13
+1
8
+1
3
+1
0
Scroll to Top