Oleh Vizcardine Audinovic Penyuluh KB Ahli Muda Provinsi Jawa Timur
Masih ingat dengan kaleng Khong Guan yang melegenda? Desain kaleng Khong Guan memang khas dan tidak berubah dari ketika saya masih kecil (penulis adalah generasi 90-an) hingga sekarang. Dalam kemasan Khong Guan terdapat gambar seorang ibu dengan dua anak di meja makan yang siap menyantap makanan. Gambar tersebut terasa janggal. Kok Ayahnya enggak ada??
Candaan tentang kemana sosok Ayah di desain kaleng Khong Guan sempat viral di tahun 2022 bahkan diulas di beberapa media. Sampai sosok di balik gambar legenda tersebut yaitu Bernadus Prasodjo pun diwawancari. Dalam wawancaranya Bernadus ingin menonjolkan sosok ibu, untuk strategi mempengaruhi ibu rumah tangga agar membeli Khong Guan. Mengutip dari CNBC Indonesia, Bernardus mengatakan, yang penting ada ibunya disitu karena yang belanja ibunya.
Dari sini saya sempat berpikir, kenapa ada statement âkarena yang belanja ibunyaâ. Apa memang benar seperti itu? Bagaimana kalau yang belanja ternyata ayah? Nilai patriarki di Indonesia memang masih dominan, sehingga aktivitas belanja selalu dikaitkan dengan wanita hingga sekarang.
Aktivitas lain yang dianggap âmilik wanitaâ adalah mengasuh anak, mengurus rumah tangga, memasak, dan membersihkan rumah. Sedangkan ayah dipandang tugasnya untuk mencari nafkah semata. Dominannya budaya patriarki di Inonesia menjadikan Indonesia pernah dihembuskan predikat negara Fatherless. Fatherless adalah kondisi di mana ayah tidak hadir secara fisik dan psikis dalam kehidupan anak. Padahal peran ayah sangat penting dalam pembentukan karakter, memberi rasa aman serta menjadi panutan anak.
Seorang ayah wajib ikut dalam pengasuhan anak, karena hal tersebut adalah tanggung jawab orang tua. Orang tua juga secara sadar menginginkan anak, lantas mengapa peran pengasuhan hanya diberikan pada ibu saja? Bikinnya saja berdua, mengasuh anak seharusnya juga oleh ayah dan ibu.
Anak dengan kondisi fatherless memiliki dampak negatif seperti seperti sulit bergaul, gangguan kesehatan mental, kurangnya rasa percaya diri dan perilaku kenakalan remaja. Bukan hal sulit untuk menjadi ayah yang baik untuk anak. Berikan waktu yang berkualitas ketika di rumah, mengasuh anak tanpa distraksi smartphone/serial tv. Mendengarkan cerita anak, menanyakan kesehariannya, bahkan obrolan ringan yang hangat dapat menguatkan hubungan ayah dan anak.
Kembali lagi pada desain Khong Guan, tidak adanya sosok ayah di sana apa karena kondisi keluarga yang fatherless? Bisa jadi nilai patriarki saat itu sangat kuat, sehingga aktivitas makan bersama dianggap sudah cukup hanya ditemani ibu. Untuk mengatasi fatherless memang tidak bisa dilakukan dalam sekejap. Tapi bukan berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa.
Agar anak Indonesia tidak fatherless bisa kita mulai dengan menormalisasi ayah yang ikut mengasuh anak. Bukan sebaliknya mendapat cibiran âsuami takut istriâ atau sebutan lelaki yang tidak macho ketika menggantikan popok anak dan mengajak anak jalan-jalan ke taman. Stigma tersebut harus diubah agar semakin banyak ayah yang terlibat dalam pengasuhan anak. Selain itu keterlibatan ayah dalam urusan domestik rumah tangga juga terus dikampanyekan dan dinormalisasikan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan persepsi bahwa tugas mengurus rumah juga bisa dikerjakan oleh ayah dan ibu. Anak pun akan meneladani orangtuanya, bahwa mengasuh anak dan mengurus rumah tidak memiliki âjenis kelaminâ karena dikerjakan bersama.
Kondisi fatherless ini tidak hanya tercipta dari kebiasaan masyarakat yang mengagungkan laki-laki untuk mencari nafkah semata. Namun karena kurangnya perhatian dari pemerintah. Seperti pemberian cuti bagi ayah ketika istri melahirkan. Pemberian cuti untuk ayah ini ayah diyakini bermanfaat bagi anak-anak dengan mendorong ikatan ayah-anak setelah kelahiran dan memungkinkan adanya komitmen terhadap keterlibatan ayah.
Penelitian yang dilakukan Petts, Knoester & Waldfogel (2020) menunjukkan bahwa pengambilan cuti oleh ayah di Amerika khususnya cuti dua minggu atau lebih, memiliki hubungan positif dengan persepsi anak mengenai keterlibatan ayah, kedekatan ayah-anak, serta komunikasi ayah-anak. Pemerintah perlu meningkatkan perhatian terhadap peluang cuti orang tua karena dapat membantu memperkuat keluarga dengan membina hubungan ayah-anak yang lebih berkualitas.
Untuk kaleng Khong Guan mungkin bisa menciptakan desain baru dengan menampilkan sosok ayah di meja makan untuk mengampanyekan kehadiran ayah sekaligus sebagai bentuk komitmen sosial perusahaan dan juga menjawab pertanyaan netizen selama ini, di mana sosok ayah yang hilang .
Referensi:
– Zuhri, S., & Amalia, D. (2022). Ketidakadilan gender dan budaya patriarki di kehidupan masyarakat Indonesia. MurabbiâŻ: Jurnal Ilmiah Dalam Bidang Pendidikan, 5(1).
– Petts, R. J., Knoester, C., & Waldfogel, J. (2020). Fathersâ paternity leave-taking and childrenâs perceptions of father-child relationships in the United States. Sex Roles: A Journal of Research, 82(3-4), 173â188. https://doi.org/10.1007/s11199-019-01050-y
– https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20240916091118-33-572090/terkuak-ini-alasan-tak-ada-sosok-ayah-di-kaleng-biskuit-khong-guan