Ini Pentingnya Pembinaan pada Remaja sebagai Calon Orang Tua di Masa Depan

Pembinaan Remaja (Foto: Pixabay)

Table of Contents

Dalam konteks pembangunan manusia, pembinaan remaja memiliki peran yang strategis. Pertama, karena remaja merupakan individu-individu calon penduduk usia produktif yang pada saatnya kelak akan menjadi subjek atau pelaku pembangunan sehingga harus disiapkan agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Kedua, karena remaja merupakan individu-individu calon pasangan yang akan membangun keluarga dan calon orang tua bagi anak-anak yang dilahirkannya sehingga perlu disiapkan agar memiliki perencanaan dan kesiapan berkeluarga.

Kepala BKKBN Dr.(H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan kesiapan berkeluarga merupakan salah satu kunci terbangunnya ketahanan keluarga dan keluarga yang berkualitas sehingga diharapkan mampu melahirkan generasi yang berkualitas. “Dengan demikian, apabila gagal dalam membina remaja, bukan hanya menjadi ancaman kegagalan pembangunan karena gagal menyiapkan aktor-aktor pembangunan. Ini juga ancaman kegagalan kualitas generasi berikutnya karena gagal dalam menyiapkan para calon orang tua,” ujar dia.

Namun demikian, kondisi remaja saat ini bukan tanpa tantangan. Masih ada permasalahan yang mengancam remaja, terutama yang terkait dengan kesehatan reproduksi dan gizi yang akan berdampak pada kualitasnya sebagai aktor pembangunan dan kesiapannya dalam membangun keluarga.

Pubertas/kematangan seksual yang semakin dini (aspek internal) dan aksesibilitas terhadap berbagai media serta pengaruh negatif sebaya (aspek eksternal) menjadikan remaja rentan terhadap perilaku seksual berisiko. Dengan demikian, remaja menjadi rentan mengalami kehamilan di usia dini, kehamilan di luar nikah, kehamilan tidak diinginkan, dan terinfeksi penyakit menular seksual hingga aborsi yang tidak aman. Saat ini masih terdapat 36 dari 1.000 perempuan usia 15–19 yang pernah hamil dan melahirkan. Bandingkan dengan Australia 15 (2010), Algeria 9 (2008) dan Andora 4(2010).

Di Indonesia juga masih terdapat satu dari sembilan perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun (SUSENAS, 2016). Dari 62.558.408 keluarga di Indonesia (hasil pemutakhiran BDKI Juni 2018), 2,66% di antara dikepalai oleh laki-laki yang berusia di bawah 19 tahun.

Berbagai kajian menunjukkan bahwa remaja perempuan usia 10-14 tahun berisiko meninggal saat hamil dan melahirkan lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun. Selain itu, berisiko mengalami masalah kesahatan reproduksi seperti kanker leher rahim dan trauma fisik pada organ intim. Mereka juga memiliki kemungkinan 11 kali lebih tinggi untuk tidak bersekolah (putus sekolah) dibandingkan dengan anak perempuan yang masih bersekolah. Pada aspek ketahanan keluarga, berpotensi mengalami kegagalan dalam membangun keluarga.

BACA JUGA: Jangan Anggap Remeh Dampak Masturbasi pada Remaja

Data BPS (2010) menunjukkan bahwa kasus perceraian tertinggi menimpa kelompok usia 20–24 tahun dengan usia pernikahan belum genap lima tahun. Tingginya angka perceraian pada kelompok tersebut sebagai akibat pernikahan yang dilakukan pada usia muda sehingga belum siap dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Perempuan yang hamil dan melahirkan di usia dini juga memiliki kecenderungan yang tinggi untuk melahirkan anak yang stunting. Hasil studi di 55 negara berpendapatan menengah dan rendah menunjukkan adanya hubungan antara usia ibu saat melahirkan dengan angka kejadian stunting: makin muda usia ibu saat melahirkan, makin besar kemungkinannya untuk melahirkan anak yang stunting.

“Oleh karena itu, Pembinaan Remaja terkait gizi dan kesehatan reproduksi remaja dalam rangka pendewasaan usia perkawinan dan penyiapan kehidupan berkeluarga sangat penting dilakukan,” papar dia.

Pada pasal 48 UU No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga disebutkan bahwa Pembinaan Ketahanan Remaja dilakukan dengan memberikan akses informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga. Setidaknya ada dua indikator keberhasilan dari upaya ini yang juga menjadi indikator Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu “remaja perempuan yang sedang hamil dan perkawinan usia anak”: Tujuan 3 tentang Kehidupan yang Sehat dan Sejahtera dan 5 tentang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan). Keduanya juga merupakan indikator Indeks Pembangunan Pemuda/Youth Development Index: Domain D2 tentang Kesehatan dan Kesejahteraan, dan Domain 5 tentang Gender dan Diskriminasi.

Penyiapan perencanaan kehidupan berkeluarga bagi remaja merupakan salah satu proyek BKKBN untuk mendukung prioritas nasional pembangunan manusia melalui pengurangan kemiskinan dan peningkatan pelayanan dasar. Ini dilakukan melalui prioritas peningkatan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

Untuk mencapai tujuan ini, diharapkan ada sinergitas dan kolaborasi antara BKKBN dan Perwakilan BKKBN Provinsi dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menangani urusan Pengendalian Penduduk dan KB serta OPD yang menangani urusan Pendidikan (khusus pelaksanaan di PIK Remaja Jalur Pendidikan).

“Sinergi dan kolaborasi yang sama juga saya harapkan terbangun dengan mitra kerja yang dapat terlibat langsung dalam pelaksanaan edukasi di kelompok kegiatan, terutama Tim Penggerak PKK, Badan Kontak Majelis Taklim, Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana, dll,” ujar dia.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
0
+1
0
+1
3
+1
0
Scroll to Top