Selama ini, jenis kekerasan yang kerap didengar adalah kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Rupanya, dalam keuangan rumah tangga ada pula kekerasan yang perlu diwaspadai yakni kekerasan finansial. Apakah kamu pernah mendengarnya?
The Organization Purple Purse menyebutkan sama seperti jenis kekerasan pada umumnya, kekerasan finansial merupakab pola perilaku kasar yang digunakan untuk mengendalikan dan mengintimidasi pasangan dalam hal keuangan. Kekerasan finansial kerap berhubungan dengan cara pelaku mencegah korban memperoleh, menggunakan, dan menyimpan sumber keuangan.
Perlu kamu ketahui, pelaku kekerasan finansial tidak hanya berasal dari salah satu pasangan yang memang bekerja untuk mencari nafkah. Kekerasan ini bisa terjadi di salah satu pihak yang memang ingin memanipulasi keuangan keluarga agar bisa menggunakan uang tersebut semaunya.
Oleh karena itu, kamu harus waspada dan memahami ciri kekerasan finansial ini.
1. Menghabiskan uang tanpa sepengetahuan pasangan
Salah satu ciri kekerasan finansial yakni penyalahgunaan keuangan dengan menghabiskan uang tanpa sepengetahuan pasangan. Apalagi jika uang tersebut dihasilkan secara bersama-sama.
Perilaku seperti ini adalah cara untuk menghindari tanggung jawab keuangan pada diri sendiri. Kesenjangan pengetahuan ini dapat menjadi bumerang. Hal ini akan membuat salah satu pihak tidak dapat menggunakan uang tersebut untuk membeli kebutuhan atau keinginannya sehingga berpotensi menimbulkan perdebatan di masa depan.
Namun, kekerasan finansial dalam hal ini sebenarnya dapat dihindari dengan keterbukaan finansial. Kamu dan pasangan bisa secara terbuka mendiskusikan kebutuhan dan keinginan dalam rumah tangga agar tidak terjadi kesalahpahaman.
2. Mengontrol akses keuangan secara berlebihan
Menurut Office on Women’s Health, tanda seseorang sedang mengalami kekerasan finansial misalnya memutuskan secara sepihak penggunaan uang tunai dan kartu kredit atau debit untuk kebutuhan sehari-hari. Tanda lainnya yakni kamu atau pasangan perlu meminta izin untuk menghabiskan uang yang dihasilkan sendiri atau salah satu pihak meminta tanda terima untuk setiap pembelian.
Perjanjian mengenai pengelolaan keuangan sehari-hari dilakukan oleh salah satu pihak memang tidak salah. Namun, pasangan disarankan untuk dapat memiliki akses informasi keuangan dan bersama-sama serta bersinergi memutuskan bagaimana cara membelanjakan uang.
Jika ada di antara salah satu pihak yang mendominasi kontrol pengeluaran dengan memberi uang saku, mencegah pembelian barang kebutuhan atau meminta tanda terima atas uang yang dibelanjakan, ini merupakan tanda kekerasan finansial dalam rumah tangga.
BACA JUGA: 3 Kebiasaan Money Manners yang Menghambat Keuangan Keluarga
3. Menyebabkan terlilit utang
Ciri kekerasan finansial lainnya yakni mendaftarkan kartu kredit atau pinjaman dengan nama pasangan dengan memaksa untuk menandatangani dokumen finansial. Wujud kekerasan finansial lainnya yakni pasangan ternyata menolak dengan keras untuk membayar utangnya.
Jika pasangan sudah mulai menggunakan pemaksaan seperti kekerasan fisik hingga ancaman demi untuk membeli sesuatu, maka hal ini sudah termasuk kekerasan finansial yang cukup berat. Keputusan finansial baik jangka pendek ataupun panjang haruslah melibatkan persetujuan dari dua belah pihak untuk bekerjasama membayar dalam bentuk tunai atau pinjaman.
Disarankan untuk tidak menandatangani dokumen dengan gegabah meskipun hal itu dianjurkan oleh pasangan yang kamu cintai. Usahakan untuk berdiskusi lebih dahulu, karena ada baiknya untuk tidak menambah utang tanpa persetujuan salah satu pihak.
4. Meremehkan kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan
Jennifer White-Reid, Vice President dari Domestic Violence Program di Urban Resource Institute menyebutkan salah satu kekerasan finansial tersirat adalah dengan merusak kepercayaan diri salah satu pihak atas uang yang dikelola. Sasarannya adalah kemampuan seseorang untuk mencapai keamanan dari sisi finansial hingga jangka panjang.
Pelaku kekerasan finansial dalam hal ini seringkali menyebut pasangannya bodoh dalam hal mengelola keuangan secara efektif. Dengan kata lain hal ini bisa menjadi pelecehan dalam bentuk verbal.
Kekerasan seperti ini membuat korban akan terus meragukan kemampuannya dalam mengelola keuangan. Korban pun menjadi membatasi diri dari pengeluaran yang sebenarnya dibutuhkan ketika berumah tangga. Oleh karena itu, sangat penting untuk saling belajar satu sama lain dalam hal mengatur keuangan.
Persoalan keuangan dalam rumah tangga memang hal yang sensitif. Oleh karena itu, kedua belah pihak harus belajar cara mengelola keuangan keluarga dengan baik agar terhindar dari perilaku kekerasan finansial tersebut.