Banyak orang yang bilang, pesta pernikahan terasa kurang lengkap tanya adanya kue pengantin. Kue pengantin menjadi simbol pengikat antara pria dan wanita. Biasanya, kue tersebut dipotong sebagai tanda yang menyatakan bahwa kedua pengantin resmi menjadi suami dan istri.
Kehadiran kue pengantin dalam sebuah pernikahan internasional, rasanya sudah menjadi satu kesatuan yang tak terlepaskan. Bahkan, acara potong kue kerap menjadi acara puncak yang ditunggu-tunggu oleh para tamu undangan. Berbicara tentang kue pengantin, tahukah kamu bagaimana sejarah kue pengantin? Berikut fakta-fakta unik di balik tradisi kue pengantin.
1. Pada zaman Romawi kuno kue pengangin bukan untuk disantap.
Tradisi kue pengantin ini sudah dimulai sejak zaman Romawi Kuno. Pada zaman itu, kue pengantin disajikan bukan untuk disantap, melainkan untuk dihancurkan lalu dilemparkan pada tubuh pengantin. Perancang busana pengantin Tina Andrean dalam bukunya yang berjudul Wedding Inspiration, menuturkan asal kue pengantin adalah dari tradisi masyarakat Romawi Kuno yang memecahkan roti di atas kepala pengantin wanita.
Tradisi ini merupakan sebuah pengharapan. Bahan-bahan dari kue pengantin, seperti gandum, tepung dan butiran padi merupakan simbolisasi dari harapan kesuburan untuk si pengantin dan pasangannya. Sementara di Inggris, sekitar abad pertengahan, tradisinya adalah para tamu membawa kue sebagai hadiah untuk pasangan yang menikah, kemudian ditumpuk sehingga membentuk pilar. Saat itu, dipercaya bahwa makin tinggi kue yang terbentuk, maka pasangan yang menikah dan berciuman di depan kue tersebut akan memiliki hidup yang baik dan makmur.
2. Terbuat dari roti gandum dan pie.
Kala itu kue pengantin tidak semewah dan secantik saat ini, tetapi amat sederhana. Orang Romawi selalu membuat kue pengantin mereka dengan selai atau kue gandum. Kue tersebut menjadi simbol untuk keberuntungan dan kesuksesan pernikahan.
Pada Abad Pertengahan, kue pengantin berubah menjadi lebih kecil namun ditumpuk menjadi lebih tinggi seperti menara. Pengantin pun dihadapkan dengan tantangan baru untuk saling berciuman melewati tumpukan kue. Ciuman yang sukses menandakan mereka akan mendapatkan keberuntungan.
Di masa yang sama, pie pengantin juga pernah menjadi bagian penting dalam pernikahan. Pie diisi dengan berbagai jenis bahan, tergantung tingkat kekayaan dan status pengantin. Kulit luar pie juga selalu didekorasi dengan berbagai hiasan.
3. Royal icing pertama kali dicetuskan dalam pernikahan ratu Victoria tahun 1840.
Mulai abad ke-19, aturan-aturan kue pengantin mulai ditetapkan. Kue pengantin harus bertingkat dan harus berwarna putih. Icing putih untuk kue pengantin pertama kali diciptakan tahun 1840, ketika pernikahan Ratu Victoria. Icing tersebut diberi nama ‘royal icing’. Dan pada 1882 kue bertingkat yang seluruh bagiannya bisa dimakan untuk pertama kalinya disajikan di pernikahan kerajaan.
4. Makna di balik tiga tingkat kue pengantin.
Menurut tradisi, tingkat kue pengantin paling bawah adalah untuk dikonsumsi di acara pesta pernikahan. Tingkat kedua untuk dibagikan setelah acara. Melihat kembali ke abad-19, tingkat kue paling atas biasanya disimpan hingga acara pembaptisan anak pertama. Itulah mengapa dibutuhkan resep khusus untuk membuat kue pengantin bisa tahan cukup lama, bahkan hingga bertahun-tahun setelah pesta pernikahan diselenggarakan.
Di abad ke-20 dan ke-21, ketika banyak pasangan mulai menunggu lebih lama sebelum memulai rumah tangga, arti tingkatan kue pun bergeser. Tingkatan kue paling atas sekarang disimpan untuk hari ulang tahun pernikahan pertama.
BACA JUGA: Calon Pengantin, Jaga Asupan Gizimu Agar Terhindar dari Anemia
5. Tren yang bergeser dari kue asli ke dummy cake.
Jika dulu kue cantik yang hadir di setiap pesta pernikahan itu merupakan kue asli yang bisa dimakan, maka beberapa tahun belakangan, tren kue pengantin pun mulai berubah. Kue pengantin yang dulunya menjadi simbol keberuntungan dan kesuksesan sang pengantin kini tidaklah asli. Di Indonesia, dummy cake atau kue tiruan lebih digemari karena kue pengantin digunakan hanya sebagai simbol.
Selain itu pembuatan kue pengantin tiruan menghabiskan biaya yang lebih murah daripada kue asli. Harga untuk sebuah kue tiruan berkisar antara Rp 2 juta sampai Rp3,5 juta. Bahkan harga kue tertinggi hanya mencapai Rp 8 juta. Satu paket kue asli akan memakan biaya lebih mahal. Selain itu, kue pengantin yang asli jarang habis dimakan, sehingga sering kali berakhir di tempat sampah.
Itulah fakta unik mengenai kue pengantin. Penting tidaknya kue pengantin tergantung dari gaya resepsi pernikahan yang dilakukan. “Kalau pernikahannya mengusung gaya internasional, wajib ada kue pengantin. Karena ketika resepsi mulai, ada prosesi potong kue. Tetapi kalau pernikahannya tradisional biasanya enggak ada kue pengantin,” tutur CEO sekaligus pendiri The Bride Dept Putri Arinda.
Menurutnya ada dua jenis kue pengantin yang populer saat ini. Jenis pertama bentuknya tinggi hingga tujuh tingkat. Biasanya, tidak semua tingkatan kue itu kue asli, tetapi terbuat dari styrofoam. Hanya ada beberapa kue yang asli dan bisa dimakan, yakni kue yang dilapisi cream putih dan fondant, sedangkan sisanya untuk mempercantik penampilan.
Jenis satu lagi yang populer biasanya kue asli tanpa styrofoam. Bentuk kuenya lebih sederhana dan ada sentuhan rustic, jadi enggak banyak detail. Ada hiasan-hiasan bunga asli dan daun-daun juga.
Bukan tradisi nya orang muslim..