Sumber Daya Manusia (SDM) adalah aset paling berharga bagi sebuah bangsa. Karena itu, bangsa yang ingin terus maju harus memberikan perhatian pada kualitas SDM, khususnya generasi penerus yang akan memegang estafet bangsa di masa depan.
Di Indonesia, salah satu tantangan besar dalam membangun SDM berkualitas adalah stunting. Kondisi ini membuat kualitas generasi penerus berisiko tertekan akibat terhambatnya pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak.
Karena itulah, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memberikan perhatian penuh terhadap stunting dalam peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-28 pada 29 Juni 2021. “Keluarga Indonesia harus lebih peduli dan lebih berperan dalam pencegahan stunting,” kata Kepala BKKBN DR. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K).
Mengangkat tema “Keluarga Keren Cegah Stunting” dan hashtag #KELUARGAINDONESIACEGAHSTUNTING, BKKBN juga mendorong peningkatan peran stakeholder hingga tokoh masyarakat dalam pencegahan stunting. “Tujuan akhirnya adalah terciptanya keluarga Indonesia yang berkualitas,” kata Hasto Wardoyo.
BACA JUGA: Membangun Keluarga Berkualitas adalah Kunci Membangun Masa Depan Bangsa
Sepanjang tahun 2015 hingga 2019, angka stunting memang berhasil ditekan dari 37 persen menjadi 27,6 persen. Namun, laju penurunan tersebut harus dipercepat. Karena itu, Presiden Joko Widodo pun mencanangkan aksi strategis untuk mempercepat penurunan angka stunting di Indonesia dengan menetapkan target penurunan angka stunting 14 persen di 2024.
Presiden pun mempercayakan tugas besar pelaksanaan program strategis ini kepada BKKBN dengan menunjuk Kepala BKKBN Hasto Wardoyo sebagai Ketua Pelaksana Program Percepatan Penurunan Stunting.
BKKBN pun bergerak cepat merespons amanat tersebut dengan merancang strategi extra ordinary untuk mencapai angka laju penurunan stunting dari biasanya 1,6 persen per tahun menjadi 2,7 persen per tahun.
Menurut Hasto Wardoyo, dari kacamata kalkulasi kependudukan, hingga 2024 mendatang, akan ada 20 juta bayi yang lahir di Indonesia. Dengan strategi penurunan stunting yang biasa, diperkirakan akan ada 7,2 juta bayi yang berisiko mengalami stunting. BKKBN pun mencanangkan target bahwa setidaknya jumlah bayi berisiko stunting tersebut dapat ditekan menjadi 3,4 juta.
1000 Hari Pertama Kehidupan
Hasto Wardoyo menegaskan, peran keluarga harus dioptimalkan sebagai entitas utama dalam pencegahan stunting. “Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sangat penting dan menjadi prioritas utama, dimulai dari 270 hari masa kehamilan hingga 730 hari setelah lahir. Peran keluarga harus dioptimalkan sebagai pelopor awal dalam pencegahan stunting,” jelasnya.
Karena itu, program intervensi untuk mencegah risiko stunting harus dilakukan sejak dini, yakni mulai sebelum pernikahan. Sebab, risiko stunting sudah ada sejak proses kehamilan. Sehingga, sebelum hamil, calon ibu maupun calon ayah harus memiliki kualitas Kesehatan yang baik. Dengan demikian, ketika terjadi proses pembuahan dan kehamilan, risiko stunting sudah bisa dimitigasi.
Untuk itu, dibutuhkan instrumen yang bisa memonitor kondisi Kesehatan Calon Pengantin. Tujuannya, agar jika ditemukan kondisi Calon Pengantin yang kurang memenuhi standar Kesehatan, maka bisa dilakukan proses intervensi melalui pendampingan petugas BKKBN yang bersinergi dengan Kader PKK maupun bidan.
Salah satu intrumen di era digital, yang bisa membantu proses monitoring dan pendampingan adalah aplikasi. Sebagai platform digital, aplikasi ini harus bisa menjalankan fungsi screening kondisi Kesehatan Calon Pengantin, sekaligus bisa menjadi konektor yang memfasilitasi terhubungnya Calon Pengantin dengan Pendamping.
BACA JUGA: Siap Hamil Siap Finansial, Lakukan Persiapan Sebelum Positif
BKKBN melalui Direktorat Bina Ketahanan Remaja (Dithanrem) pun mengembangkan sebuah aplikasi yang diberi nama ELSIMIL (Elektronik Siapnikah dan Hamil), yang akan menjalankan fungsi monitoring dan pendampingan untuk memastikan kesiapan menikah dan hamil.
Ke depannya, ELSIMIL tidak hanya menjalankan fungsi sebagai instrumen monitoring dan pendampingan, tapi sekaligus menjadi Big Data yang bisa memberikan gambaran analitis tentang kondisi kesehatan Calon Pengantin di masing-masing daerah di Indonesia.
Dengan begitu, desain strategi dan intervensi dalam program penurunan stunting bisa dijalankan dengan lebih presisi sesuai kondisi faktual di masing-masing daerah. (*)