Jumlah keluarga berisiko stunting di Indonesia berdasarkan pendataan keluarga 2021 (PK 21) mencapai 21,9 juta keluarga. Hal ini tentu perlu ditangani dengan serius. Oleh karena itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengerahkan 600 ribu personel yang tergabung dalam 200 ribu Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk menekan angka stunting menjadi 14% di tahun 2024.
Kepala BKKBN Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan 600 ribu personel akan melakukan beberapa tugas penting. Mereka akan melakukan penyuluhan, memfasilitasi pelayanan rujukan, dan memfasilitasi pemberian bantuan sosial serta melakukan surveilans kepada sasaran keluarga berisiko stunting.
“Jumlah keluarga berisiko stunting ini harus ditekan seminimal mungkin. Mari kita bekerja secara optimal,” kata Hasto.
Data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021 menunjukkan prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4%. Angka ini masih lebih tinggi dari standar WHO sebesar 20% dan jauh dari target tahun 2024, yakni sebesar 14%.
Hasto menjelaskan seluruh personel TPK direkrut oleh kepala desa/lurah dari seluruh Indonesia. Pemilihan unsur-unsur TPK sejalan dengan kemampuan mereka untuk mendampingi keluarga dan faktor kedekatan mereka dengan para keluarga. Bidan, memiliki kemampuan memberikan pelayanan, dan sekaligus sebagai koordinator lapangan.
Kemudian unsur PKK, sebagai fasilitator/mediator, yang memiliki jaringan dan kemampuan membangun hubungan baik lintas sektor di lapangan. Kader KB yang piawai dalam melaksanakan KIE personal dan pengumpulan data.
BACA JUGA: Calon Pengantin Wajib Tahu, Rajin Baca Buku KIA Bisa Cegah Stunting pada Anak
Berdasarkan pendataan keluarga tahun 2021 yang dilakukan lebih dari 700 ribu kader pendata berhasil mendata 66.207.139 kepala keluarga di 33 provinsi. Dipetakan keluarga yang teridentifikasi sebagai keluarga beresiko stunting sebanyak 21.906.625 keluarga.
Data keluarga beresiko stunting yang dinamis dari waktu ke waktu, memerlukan verifikasi, validasi, dan sekaligus pemutakhiran. Hal ini dilakukan agar pemerintah mempunyai data sasaran yang valid dan akurat yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan penajaman sasaran pendampingan keluarga maupun intervensi terhadap keluarga beresiko stunting yang terdiri dari ibu hamil, balita (0-59 bulan), baduta (0-23 bulan).
Oleh karena itu, kader KB akan datang ke rumah para keluarga sasaran untuk melakukan pemutakhiran, verifikasi, dan validasi data, selain melakukan KIE (komunikasi, edukasi dan informasi) pencegahan stunting. Hal tersebut dapat dilakukan bersamaan mengingat kader keluarga berencana (KB) juga adalah bagian dari Tim Pendamping Keluarga (TPK) bersama-sama dengan pendamping dari tenaga kesehatan seperti bidan, dan kader Pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK).
Dalam proses pemutakhiran data, keluarga-keluarga yang ditemui TPK diharapkan dapat memberikan data yang akurat, sesuai kondisi sebenarnya. Petugas verifikasi dan validasi (verval) akan mencatat dan melaporkan adanya pemutakhiran atau perbaikan data keluarga sasaran, menggunakan formulir keluarga berisiko stunting.
Formulir ini sedikitnya mencatat nama kepala keluarga dan alamat, serta keberadaan anak baduta, balita, pasangan usia subur (PUS), dan ibu hamil. Selain itu faktor-faktor lain ikut dicatatkan, seperti kondisi lingkungan misalnya ada atau tidaknya sumber air minum layak dan jamban layak, kondisi PUS (4 terlalu), keberadaan keluarga dengan kategori risiko, dan keberadaan kasus stunting, dan ada atau tidaknya pendampingan dari tim pendamping keluarga.
Di tahun 2021 kami tidak pernah melakukan pendataan keluarga
Apakah di tahun 2022 kami langsung PK22 dan verval ?