KETIKA TAKDIR MENGHARUSKAN MENJALANI LONG DISTANCE MARRIAGE

Cover - KETIKA TAKDIR MENGHARUSKAN MENJALANI LONG DISTANCE MARRIAGE

Table of Contents

Oleh : Feny Nur Anggraeni

Menikah tapi kok nggak satu rumah? Menikah tapi harus jauh-jauhan? Ya, memang tidak sedikit pasangan yang harus menjalani Long Distance marriage (LDM), yaitu ketika pasangan suami istri harus menjalani pernikahan dengan jarak yang memisahkan mereka secara fisik untuk jangka waktu tertentu. Kondisi LDM biasanya terjadi karena alasan yang sangat penting, seperti mutasi pekerjaan ke luar kota atau luar negeri, melanjutkan pendidikan, atau salah satu pasangan harus merawat orang tua yang membutuhkan perhatian khusus.

Sebagai pelaku LDM selama 2 tahun saya sudah merasakan sedih bahagianya dengan berbagai dilema rumah tangga. Suami saya bekerja sebagai abdi negara harus menjalani mutasi tugas ke Pulau Morotai, sementara saya dan putri saya tetap tinggal di Jakarta Menjalani Long Distance Marriage (LDM) selama dua tahun tentu membawa berbagai tantangan. Lantas bagaimana kita menghadapi LDM? apakah harus menyusul tinggal bersama di tempat baru atau tetap tinggal di kota asal? Bagaimana agar komunikasi tetap berjalan baik?

Menjalani LDM di era digital sekarang ini tidak sesulit beberapa decade lalu. Teknologi yang canggih dan transportasi yang semakin mudah diakses memudahkan komunikasi dan pertemuan lebih sering menjadi mudah. Dengan demikian, mampu menjaga keharmonisan dalam pernikahan meski terpisah jarak. Tentunya sudah banyak inspirasi menjalani LDM dengan tetap harmonis. Dalam tulisan ini, saya ingin berbagi sedikit tips menjalani LDM dengan aman, nyaman, dan tenteram berdasar pengalaman pribadi.

Pada minggu pertama sampai sebulan menjalani LDM, terasa berat. Urusan rumah tangga yang biasanya dikerjakan berdua kini harus dihadapi sendiri. Sempat merasa hidup tidak adil, bertanya-tanya mengapa saya yang ibu bekerja tetapi suami juga harus mutasi dinas ke tempat jauh? Pertanyaan dan anggapan beratnya menjalani LDM yang justru membuat semua terasa sangat sulit. Perlahan-lahan sadari bahwa LDM bisa saja menjadi ujian pernikahan dari Allah untuk meningkatkan derajat kita dimata Allah, tentunya dengan kesabaran dan ketulusan dalam menerima situasi ini menjadi kunci utama.

LDM bukan suatu pengalaman buruk lho, terlebih jika LDM terjadi karena peningkatan karir atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pandang peristiwa LDM sebagai sebuah kesempatan untuk menapaki kehidupan rumah tangga yang lebih baik dan sejahtera. Penting untuk melihat LDM sebagai sebuah peluang positif. Tanamkan dalam hati dan pikiran bahwa LDM hanya sementara, ini adalah fase yang akan segera berakhir dan selebihnya ada kebersamaan dalam kebahagiaan yang menanti. Dengan cara pandang ini, kita bisa menghadapi LDM dengan lebih ringan dan penuh harapan.

Keharmonisan rumah tangga baik itu LDM atau tinggal satu kota sangat dipengaruhi oleh komunikasi. Yup, sudah sangat sering kita dengar bahwa komunikasi menjadi pilar utama dalam suatu hubungan, terlebih dalam pernikahan. Bahkan karena pentingnya komunikasi, salah seorang psikolog terkenal, Ibu Elly Risman pernah mengatakan bahwa menikah itu 70% isinya ngobrol. Ini menunjukkan betapa vitalnya komunikasi dalam menjaga hubungan agar tetap sehat. Dalam konteks LDM, Jangan pernah menjadikan jarak sebagai alasan terhambatnya komunikasi. Akses komunikasi saat ini sudah sangat mudah, tidak hanya mendengar suara, kita bisa saling bertatap muka meskipun terpisah jarak. Hal ini membuat tetap merasa dekat meski fisik terpisah. Menariknya, meskipun tinggal satu rumah jika komunikasi tidak berjalan baik, keharmonisan rumah tangga juga terganggu. Karena itu, bagi pasangan yang menjalani LDM, selain mejaga komunikasi tetap lancar, ciptakan komunikasi yang ‘asyik’ dan kreatif. Gunakan media rapat daring sebagai salah satu pilihan. Saya sendiri pernah dalam suatu momen ulang tahun dan syukuran kehamilan memanfaatkan media zoom bersama keluarga agar suami tetap merasakan kehadiran dan kebersamaan dengan keluarga.
Faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan LDM adalah saling percaya dan berpikir positif terhadap pasangan. Berdoa dan mempercayai bahwa Tuhan akan selalu menjaga pasangan kita dan menjauhkan dari perbuatan yang tidak baik. Yang tidak kalah penting adalah selama LDM kita juga harus selalu menjaga diri dengan baik dan menghindari hal-hal yang bisa mengancam keharmonisan rumah tangga.

Sebelum suami saya bertugas di Pulau Morotai, saya sudah sempat beberapa kali LDM ketika suami harus menyelesaikan sekolah (pendidikan). Tahun 2022 suami saya harus menyelesaikan pendidikan kedinasan di Kota Solo. Suatu kali suami libur jadwal dan berencana untuk makan siang bersama dengan teman-temannya, di waktu yang sama bertepatan dengan saya harus bertugas ke Kota Solo. Saya mencari tahu dimana dan pukul berapa mereka akan makan siang. Selepas tugas saya memberikan surprise dengan menyamar menjadi pramusaji di restoran tempat suami saya makan siang bersama teman-temannya. Begitupun sebaliknya, suami saya juga pernah memberikan kejutan dengan mempercepat cuti dari tanggal yang dijadwalkan. Saling memberikan kejutan-kejutan baik besar atau kecil akan menambah romantisme dan keharmonisan kita dengan pasangan.

Bagi pasangan yang menjalani LDM dan keduanya bekerja, penting untuk mendiskusikan jadwal cuti bersama. Jangan sampai ketika pasangan kita cuti, justru kita sedang melaksanakan tugas keluar kota. Meskipun mungkin ada kesempatan untuk mengajak pasangan untuk ikut, tapi tentu berbeda rasanya dengan yang murni liburan. Jika belum berkesempatan mengambil cuti bersama, ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan secara terpisah untuk tetap merasa dekat. Misalnya, Anda bisa menjadwalkan waktu untuk berolahraga atau memasak bersama melalui video call. Kegiatan seperti menonton film atau mendengarkan musik bersama juga bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu bersama meski terpisah oleh jarak. Banyak cara untuk menjaga agar LDM justru menjadi pemanis hubungan rumah tangga. Menariknya, LDM juga menghadirkan kebahagiaan yang tidak terduga, selesai saya dan suami ambil cuti bersama saya kembali mengandung dan melahirkan putri kedua kami setelah 14 tahun.

Tips terakhir yang tidak kalah penting adalah saling memahami kesehatan mental dalam keluarga. Dalam kondisi LDM dimana kebersamaan fisik jarang didapatkan, kesejahteraan mental harus mendapat perhatian yang cukup. Khususnya untuk wanita yang memang rentan terkena gangguan mental seperti depresi dan kecemasan, LDM bisa menjadi tantangan hidup yang sangat berat. Usahakan untuk saling menciptakan komunikasi yang nyaman, saling mengkomunikasikan perasaan bersama pasangan. Jangan ragu untuk berbicara tentang perasaan baik yang positif maupun negative agar pasangan memahami dengan lebih baik. Saling berbagi perasaan dan pengalaman dapat membantu mengurangi beban yang dirasakan. Selain itu, penting untuk selalu berada dalam lingkungan yang positif dan membangun. Berada di tengah keluarga, saudara, teman-teman yang menyenangkan dapat meringankan beban LDM. Lingkungan yang mendukung akan membantu menjaga semangat. Nah, dengan beberapa tips di atas semoga perjalanan LDM akan mudah dilalui ya, dan semoga yang sedang menjalani LDM segera bisa kembali berkumpul bersama pasangan dan keluarga. Ingatlah, bahwa setiap ujian dalam hidup termasuk LDM bisa menjadi peluang untuk tumbuh dan memperkuat hubungan

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
16
+1
6
+1
4
+1
0
Scroll to Top