Sebetulnya sah-sah saja kalau kamu punya body goal yang ingin dicapai. Namun, untuk mencapainya jangan sampai kamu melakukan diet yang terlalu ketat apalagi ketika kamu masih remaja. Diet ketat pada saat remaja sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan penurunan potensi tinggi badan optimal sesuai genetik.
Perlu kamu ketahui kebutuhan zat gizi pada masa remaja lebih tinggi dibandingkan dari tahap kehidupan lainnya. Pada masa remaja terjadi growth spurt, yaitu periode peningkatan laju pertumbuhan. Jika diet ketat tetap dilakukan, hal itu bisa mempengaruhi kesehatan dan menyebabkan stunting ketika hamil.
Berikut beberapa efek negatif jika remaja melakukan diet yang terlalu ketat.
1. Lambatnya proses pubertas
Zat gizi yang lebih tinggi harus diberikan pada masa remaja untuk memenuhi pencapaian potensi pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Apabila pada periode ini salah satu komponen zat gizi tak terpenuhi dapat mengakibatkan lambatnya proses pubertas.
Hal ini berarti gangguan proses kematangan seksual berupa tanda-tanda seks sekunder dan kemampuan reproduksi, hambatan pertumbuhan berat badan, tinggi badan, dan lain sebagainya.
2. Turunnya potensi tumbuh maksimal
Selama puncak pertumbuhan, pada remaja putri akan terjadi penambahan tinggi badan 8–9 cm per tahun. Sebagian remaja putri akan mengalami pertumbuhan hingga usia 19-20 tahun.
Pertumbuhan linear pada remaja putri dapat tertunda atau terlambat pada mereka yang melakukan diet ketat rendah kalori. Karena itu, sebaiknya diet ketat pada remaja putri dihindari karena dapat menyebabkan menurunkan potensi tinggi badan optimal sesuai genetik.
3. Risiko mengalami anemia
Kebutuhan zat besi akan meningkat pada saat proses kematangan seksual, baik pada remaja pria maupun wanita. Kekurangan zat besi dalam makanan akan menimbulkan penyakit anemia (kurang darah).
Remaja perempuan sering terkena anemia karena beberapa hal. Misalnya saja kandungan zat besi dalam makanan kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Perempuan mengeluarkan haid, sehingga zat besi pun ikut terbuang.
Anemia juga bisa disebabkan diet yang berlebihan. Infeksi cacing yang berlangsung lama, sehingga menyebabkan perdarahan pada dinding usus. Selain itu anemia juga dapat disebabkan karena perdarahan, sel darah mudah rusak, dan gangguan pembentukan sel darah.
Kebisaan makan yang tidak bergizi pada remaja membuat anemia terus berlanjut pada remaja putri, dewasa, hingga menikah dan hamil. Anemia sendiri merupakan kondisi tubuh kekurangan sel darah merah sehat atau saat sel darah merah tak berfungsi normal. Sel darah merah memiliki bagian utama, yakni hemoglobin (Hb) untuk mengikat oksigen.
4. Risiko anak stunting jika hamil
Kurang gizi pada remaja membuat pertumbuhannya terhambat. Ini bisa menjadi faktor utama anak mengalami stunting. Ibu yang pendek rupanya berisiko besar melahirkan anak yang stunting juga.
Masalah stunting ternyata merupakan masalah yang intergenerasional atau menurun ke setiap generasi. Intergenerasional berarti siklus berlanjut dari satu generasi ke generasi di bawahnya. Di mana ibu yang stunting atau ibu pendek akan melahirkan bayi yang stunting juga.
Anemia pada ibu hamil juga akan membawa risiko stunting pada bayi yang dikandung. Karena itu penting bagi remaja putri untuk memperhatikan gizi dari makanan yang dikonsumsinya. Jangan sampai kebiasaan tidak sehat sepeerti diet ketat saat remaja terus berlanjut hingga dewasa dan menikah, supaya risiko anak lahir stunting bisa ditekan seminimal mungkin.
BACA JUGA: Bisa Cegah Stunting, BKKBN Minta Calon Pengantin Konsumsi Daun Kelor
Lalu bagaimana agar pertumbuhan maksimal?
Agar laju pertumbuhan optimal, seseorang memerlukan gizi seimbang dengan jenis makanan dan porsi yang berbeda pada tiap komponen. Zat gizi secara umum dikelompokan berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tubuh menjadi makro, yaitu dibutuhkan dalam jumlah yang besar dengan komposisi karbohidrat, lemak, dan protein. Sedangkan, zat gizi mikro diberikan untuk memenuhi kebutuhan tubuh namun dalam jumlah yang lebih sedikit, yaitu vitamin, mineral, dan serat makanan.
Karbohidrat sebagai sumber energi bisa didapat dari beras, jagung, umbi-umbian, mie, kentang, roti, minyak, mentega, dan santan yang mengandung lemak. Protein sebagai zat pembangun bisa didapat dari daging sapi, ayam, ikan, telur, kacang-kacangan, biji-bijian, tahu, tempe. Zat ini diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan badan, pembentukan jaringan baru, dan pemeliharaan tubuh.
Lemak sehat dari minyak goreng, mentega, susu, daging, ikan juga diperlukan tubuh. Namun makanan berlemak seperti gajih, kulit, susu berlemak disarankan untuk tidak dikonsumsi berlebihan, karena dapat mengganggu kesehatan. Vitamin sebagai zat pengatur bisa didapat dari sayuran dan buah-buahan. Vitamin yang diperlukan antara lain vitamin B6, asam folat, B12, A, C, D dan E.
Sedangkan mineral diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan selama masa pubertas. Mineral kalsium bisa didapat dari susu/makanan hasil olahan susu (keju), makanan yang difermentasi (tempe, oncom, tauco).
Sumber Zn (seng) dari ikan, kerang, sayuran.