Seorang akan mengalami lima transisi fase kehidupan remaja dalam hidupnya. Transisi kehidupan remaja ini penting untuk dilalui dengan baik di setiap fasenya agar bisa menjadi lompatan untuk berpikir lebih baik dalam menata kehidupan terbaik yang diimpikan.
Pada masa milenial, terjadi banyak pergeseran tatanan sosial karena kemajuan teknologi. Karena itu, perlu penyesuaian pola pendampingan remaja dalam melalui fase kehidupannya.
“Generasi milenial memiliki ekosistem yang berbeda di dalam keluarga, sosial, dan teman. Beradaptasi dengan lingkungan berbeda akan memberi hasil yang berbeda,” ujar Kepala BKKBN, dr Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) dalam sambutan webinar Kiprah Milenial dalam Gerakan Global Cegah COVID-19 dan Dampaknya.
Hasto berharap permasalan remaja seperti tawuran, seks pra nikah, narkoba, pernikahan dini bisa dihilangkan. “Perilaku hidup sehat adalah harapan kita semua. Generasi milenial akan menjadi tumpuan penentu apakah bonus demografi bisa menjadi bonus kesejahteraan di masa depan,” harapnya.
BACA JUGA: Remaja Pria Lebih Rentan Memulai Hubungan Seksual Pra Nikah
Disamping remaja punya peran aktif mencegah terjadinya penyebaran covid-19, remaja perlu konsentrasi mana yang menjadi siklus hidupnya. “Ketika kita intervensi setiap siklus hidupnya dengan baik, kita bisa mencegah dampak negatif bonus demografi,” jelasnya.
Transisi pertama yang dialami oleh remaja adalah pendidikan, melalui transisi ini baru remaja dapat melanjutkan ke transisi berikut yaitu pekerjaan. Setelah melewati transisi kedua, yaitu pekerjaan maka baru seorang remaja dapat masuk ke tahap transisi berikutnya yaitu membangun keluarga.
Setelah masuk transisi ketiga, yaitu membangun sebuah keluarga, seorang remaja akan masuk ke transisi selanjutnya lagi yaitu ikut sosialisasi. Setelah masuk transisi keempat, membangun keluarga maka seorang remaja akan masuk ke tahap kelima dan merupakan tahap terakhir yaitu praktek hidup sehat.
Remaja adalah Masa Rawan Perilaku Negatif
Pada fase pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) serta Perguruan Tinggi dengan mendidik rasa tanggung jawab dan keseriusan serta konsistensi diri dalam pemahaman ilmu pengetahuan. Selain itu, juga membangun kerangka berpikir analisis untuk menjadi profesional.
Masa-masa fase kedua ini yang amat rawan akan perilaku seks bebas, narkoba dan perilaku-perilaku yang tidak cocok dengan budaya kita. Kuncinya adalah pelaksanaan dan perbuatan rutinitas nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Remaja yang kuat pemahaman agamanya bisa kuat menghadapi tantangan.
“Ketika masih banyak anak remaja yang DO karena pernikahan dini, 4 terlalu untuk kehamilan (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, terlalu dekat jaraknya), juga kematian ibu dan bayi tinggi akan mempengaruhi masa depan anak-anak kita. Apakah anak-anak itu nanti mampu bersaing dengan dunia kerja masa depan bergantung pada anak milenial saat ini. Jangan sampai jadi miss demografi,” ujar Hasto Wardoyo.
BACA JUGA: Mengatasi Hasrat Berhubungan Seksual Sebelum Menikah
Kemudian fase ketiga, masa-masa awal dapat pekerjaan, apakah itu sebagai ASN, TNI-Polri, pengusaha, pedagang dan profesi jasa dan lain-lain sesuai bakat dan kemauan yang diinginkan. Bagaimana menghormati atasan, teman sejawat, mitra kerja dan lingkungan kerja agar kita mampu menjalankan pekerjaan dengan baik dan benar.
Kedewasan dalam menyikapi kondisi yang berkembang menjadikan kita pada posisi nyaman dalam melahirkan produktivitas gagasan, ide, dan kreativitas diri dalam pekerjaan.
Kematangan pola pikir remaja setelah bekerja membuatnya siap memasusi fase menikah di usia ideal minimal 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Di sini, remaja harus memiliki daya tahan diri, fisik, mental, dan kepribadian dalam mengendalikan hawa nafsu. Berpikir jernih dengan rasa tanggung jawab dan nilai-nilai ibadah keagamaan.
Kelima, fase bermasyarakat tempat hidup bersama dalam satu lingkungan, ada keluarga anak dan istri, tetangga, dan masyarakat lainnya. Melatih diri bermasyarakat itu bagian dari bersosialisasi diri.
Jika setiap fase kehidupan remaja dijalani dengan baik, maka remaja mampu melangsungkan jenjang pendidikan, berkarier pada pekerjaan, dan menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan reproduksi. Pada akhirnya, proses ini akan meningkatkan kualitas generasi berikutnya.