Cover Artikel - Menilik Nikah Editing.Muda Masalah dan Dampak

Table of Contents

Alya Hayu Ing Pambudiar

Setiap orang memiliki hak untuk memutuskan kapan menikah. Individu dan komponen budaya dapat memengaruhi hal ini. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), 33,76% pemuda Indonesia mencatatkan usia kawin pertamanya pada tahun 2022 di rentang 19–21 tahun. Selanjutnya, 27,07% pemuda di Indonesia mencatatkan usia menikah pertamanya pada tahun 2022 di rentang 22–24 tahun. Selain itu, 19,24% pemuda di Indonesia mencatatkan usia menikah pertamanya pada rentang usia 16-18 tahun. Nikah muda, menurut BKKBN, “merupakan pernikahan yang berlangsung pada umur di bawah usia reproduksi yaitu kurang dari 21 tahun untuk wanita dan kurang dari 25 tahun untuk pria.”

Pernikahan usia muda didefinisikan sebagai pernikahan yang terjadi di antara usia 19 dan 20 tahun yang tidak seharusnya sudah siap untuk menikah. Fenomena menikah di usia muda masih banyak dilihat di masyarakat saat ini. Maxx Weber, seorang tokoh sosiologi terkenal, menyatakan bahwa tindakan sosial ialah tindakan yang terjadi ketika individu meletakkan makna subjektif pada tindakan mereka. Dengan demikian, menikah di usia muda biasanya dilakukan tanpa perencanaan yang matang dan tanpa kesadaran penuh, sehingga dapat dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan merupakan reaksi spontanitas atas suatu peristiwa sehingga tidak sesuai dengan tujuan pernikahan itu sendiri, yang menyebabkan konflik.

Ada beberapa alasan mengapa orang menikah muda: mereka menemukan pasangan yang sangat mereka cintai dan menurut mereka cocok dalam kehidupan mereka; mereka ingin membentuk keluarga dan memiliki anak di usia muda; atau mereka dapat dipengaruhi oleh norma budaya modern. Masyarakat Indonesia banyak dipengaruhi oleh budaya Barat, termasuk nikah muda. Orang Indonesia menikah muda karena seks bebas orang Barat. Mereka mengubah perspektif mereka sehingga percaya menikah di usia muda memiliki keuntungan.

Banyak pasangan saat ini memilih untuk menikah di usia muda. Namun, pernikahan di usia muda dapat memiliki konsekuensi, baik positif maupun negatif, terhadap kehidupan pribadi dan sosial mereka. Nikah muda memiliki beberapa manfaat, seperti memiliki kesempatan untuk menikmati lebih banyak petualangan bersama pasangan, memiliki dukungan yang lebih baik untuk melakukan usaha atau pekerjaan di usia muda, dan merayakan banyak perayaan yang menarik. Ini menunjukkan efek positif dari mereka yang memilih untuk menikah lebih awal. Namun, banyak kasus perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi pada usia muda.

Selain manfaat, nikah muda dengan kondisi yang tidak siap memiliki efek negatif, diantaranya yaitu:

  1. Gangguan Mental Nikah muda memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan mental, seperti kecemasan, stres, dan depresi. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh fakta bahwa mereka tidak memprediksikan lebih jauh tentang tanggung jawab dan beban yang akan mereka tanggung setelah menikah.
  2. Gangguan Kehamilan: Kehamilan di usia dini juga meningkatkan risiko berbagai komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. Janin memiliki risiko lahir prematur, stunting, atau berat badan lahir yang rendah. Melahirkan di usia muda juga dapat menyebabkan preeklamsia, yang merupakan peningkatan tekanan darah, yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi.
  3. Masalah Ekonomi: Selain masalah kesehatan, menikah pada usia muda juga dapat menyebabkan masalah keuangan atau ekonomi. Ini terutama dialami oleh pria yang tidak siap secara mental untuk memikul tanggung jawab finansial sebagai suami dan ayah. Dengan demikian, kehidupan sosial mereka dapat mengalami lingkaran kemiskinan baru.
  4. Kekerasan Rumah Tangga: Pasangan yang menikah pada usia dini berisiko tinggi mengalami kekerasan dalam rumah tangga, mulai dari ancaman hingga penganiayaan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa mereka umumnya belum mencapai kematangan emosional yang sama dengan orang yang berusia 25 tahun ke atas, yang biasanya memiliki kestabilan emosi yang lebih matang. Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia meningkat. Dari catatan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPPA), sepanjang tahun 2022 hingga Juni 2023, terdapat 15.921 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan, dengan jumlah korban 16.275 orang. Jenis kekerasan terbanyak terjadi pada perempuan dewasa, dengan 7.940 kasus kekerasan fisik, 6.576 kasus kekerasan psikis, 2.948 kasus kekerasan seksual, dan 2.199 kasus penelantaran.
  5. Studi menemukan bahwa pasangan yang menikah muda setelah lima tahun pernikahan memiliki risiko perceraian sebesar 38 persen. Pasangan yang menikah pada usia muda biasanya mengalami keadaan ini dan menghadapi berbagai tantangan hidup, terutama yang berkaitan dengan masalah keuangan. Oleh karena itu, BKKBN menyarankan usia ideal untuk perempuan adalah di atas 21 tahun dan laki-laki di atas 25 tahun. Pada usia ini sudah mencapai kedewasaan biologis dan psikologis, serta kemampuan untuk berpikir dan bertindak dewasa dalam menghadapi masalah rumah tangga, sehingga dianggap sebagai waktu yang ideal untuk membentuk keluarga.
BACA JUGA ARTIKEL  Persiapan Menikah, Pahami 4 Tujuan Pembangunan Keluarga Berikut Ini

Menikah muda bukan hal yang salah, asal dilakukan dengan kesiapan yang utuh. Tapi jika dilakukan karena emosi sesaat atau tekanan lingkungan, risikonya bisa berdampak panjang bagi pasangan dan anak-anak di masa depan. Jika kamu sedang berpikir untuk menikah muda, jangan hanya lihat dari sisi romantisnya. Pastikan kamu benar-benar siap, bukan cuma siap nikah, tapi juga siap hidup setelah menikah.

 

Referensi :
Badan Pusat Stastik. (2022). Kemajuan yang Tertunda : Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik.

Rohman, H. (2016). Batas Usia Ideal Pernikahan Perspektif Maqasid Shariah. Jurnal of Islamic Studies and Humanities, 1(1) : 67-92.

SIMFONI-PPA. (2023). Data Kasus Kekerasan pada Perempuan.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
27
+1
15
+1
6
+1
1
Scroll to Top