Persiapan Menikah (Gambar oleh Agnieszka Kaczynska dari Pixabay)

Tanya Tim Ahli: Saat ini saya dekat dengan teman yang janda. Dia bercerai setahun lalu karena suaminya sering KDRT. Dia belum punya anak dan saya ingin menikahi janda tersebut, tapi ada beberapa masalah.

Pertama, dia masih trauma nikah karena kasus KDRT- nya dulu. Dua, keluarga saya keberatan dengan statusnya yang seorang janda. Apa yang sebaiknya saya lakukan ya? Makasih. (FZ)

Tim Ahli* Menjawab:

(*Emeldah Suwandi, M. Psi., Psikolog) Salam FZ. Kami coba bahas satu persatu ya. Yang pertama mengenai trauma yang dialami pasangannya karena kasus KDRT yang dahulu.

Ketika kita bicara mengenai dampak traumatis yang dialami seseorang, kita perlu tahu sejauh mana hal ini mempengaruhi keadaan psikologis orang tersebut. Apakah trauma tersebut sampai menimbulkan gangguan-gangguan lainnya, seperti kesulitan tidur atau eating disorder. Jika iya, maka yang bersangkutan perlu penanganan lanjutan oleh profesional.

Kalau misalnya dampaknya adalah trust issue, maka sebagai orang di luar penyintas KDRT, peranan FZ adalah dengan memahami apa yang dirasakan oleh dirinya. Perasaan dipahami adalah suatu perasaan yang sangat dibutuhkan oleh penyintas kasus KDRT. Setelah muncul perasaan dipahami, pelan-pelan biasanya akan muncul rasa percaya sedikit demi sedikit.  Kenyamanan yang pelan-pelan dibina dapat membuat dia menjadi lebih terbuka.

BACA JUGA:  Tanya Tim Ahli: Bagaimana Cara Mengatasi Stress?

Setelah muncul keterbukaan, barulah dia dapat diajak berdiskusi. Ketika berdiskusi pun dengarkanlah sudut pandangnya terlebih dahulu, tanpa menggurui. Karena hal inilah yang paling dibutuhkan. Setelah ia cukup nyaman, berikan masukan dengan cara yang baik. Sadari bahwa semua ini membutuhkan proses bagi dirinya untuk pulih, dan coba berdamai dengan proses tersebut ya..

Pertanyaan kedua, mengenai keberatan keluarga dengan statusnya yang janda. Coba FZ ajak  anggota keluarga berdiskusi mengenai hal ini ya. Coba dengarkan pandangan dari pihak keluarga. Pahami dari sudut pandang keluarga mengapa mereka kurang menyetujui. Tindakan memahami tidak sama dengan menyetujui. Jika ada yang belum sepaham, jelaskan pelan-pelan dengan cara yang bisa diterima.

Belajar memahami dapat membuat respon keluarga menjadi lebih lunak karena merasa dihargai. Perbedaan pendapat tidak perlu disingkapi dengan perdebatan. Ada kalanya kita perlu belajar untuk tidak sepakat dengan cara yang baik.

Disisi lain, sama seperti pertanyaan yang pertama, pahami dahulu bahwa semua hal membutuhkan proses ya. Termasuk dengan proses meyakinkan keluarga. Kuatkan dahulu pondasi hubungan antara FZ dan dirinya. Satukan visi dalam menjalani pernikahan kelak. Ketika pondasi hubungan antara FZ dan dirinya cukup kuat, barulah kenalkan ia. Sampaikan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya kepada keluarga.

Mudah-mudahan jika disingkapi dengan cara yang baik, lama kelamaan bisa ada penerimaan dari keluarga ya.

 

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Tinggalkan Komentar