Meningkatnya angka perceraian pasangan suami istri ini seiring dengan dampak pandemi Covid-19 yang semakin terasa. Banyak warga yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Suami yang biasanya mencari nafkah dan kehilangan pekerjaan di masa pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebab utama perceraian keluarga.
Selain itu, guncangan perekonomian rumah tangga juga menjadi pemicu utama penyebab perceraian meningkat. Padahal tugas utama seorang suami adalah mencukup kebutuhan rumah tangga.
Dikutip dari hukumonline.com, Menurut Pasal 34 ayat (1) UU Perkawinan, salah satu kewajiban suami adalah untuk melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Hak Istri yang Belum Punya Anak untuk Menuntut Nafkah Lebih Besar, Pasal 34 ayat (1) UU Perkawinan di atas berkaitan dengan kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada istri.
Kewajiban ini juga ditegaskan dalam Pasal 80 ayat (4) KHI yang berbunyi:
Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:
a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
c. biaya pendidikan bagi anak.
Lantas, bagaimanakah jika suami tidak bekerja sehingga mampu menafkahi keluarga? Haruskah bertahan atau bercerai saja?
Memang, jika suami melalaikan kewajiban memberi nafkah, istri dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan untuk menuntut nafkah yang layak. Namun benarkah itu bisa menjadi solusi?
Menurut Ruisa Khoiriyah, CFP (Certified Financial Planner), Pengasuh Finansial Keluarga Rubrik Tanya Jawab Siapnikah.org, suami tidak bekerja memang menjadi masalah serius dalam sebuah pernikahan. Bagaimanapun suami bertindak sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama.
“Namun, untuk keharmonisan keluarga, kamu harus mencari cara bicara yang enak supaya tidak sampai mengusik egonya. Kamu bisa menyemangati suami agar mencari pekerjaan baru dengan mencarikan informasi lowongan pekerjaan yang sekiranya cocok. Atau, bisa juga dengan mengajaknya merintis usaha bersama,” ujar Ruisa.
Saat ini ada banyak usaha kecil modal yang bisa dirintis secara online. Mulai dari usaha makanan ringan, katering sampai dropshipper online. “Yang paling penting adalah punya niat bekerja. Jadi yang perlu didorong pertama kali adalah membangkitkan niat suami untuk bekerja,” imbuhnya.
Memahami Kebutuhan Istri Bekerja
Untuk membantu ekonomi keluarga, istri juga bisa bekerja. Kesepakatan untuk bekerja atau tidak setelah menikah perlu dikomunikasikan dengan baik. Karena ketika istri bekerja, ada konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggung oleh keluarga.
Suami harus paham kelebihan dan kekurangan istri bekerja. Jangan sampai kemauan istri untuk bekerja tidak mendapat dukungan suami, sehingga menjadi sumber permasalahan dalam rumah tangga.
Dikutip dari Okezone.com, Psikolog Dewasa Zarra Dwi Monica, MPsi, istri yang bekerja harus membagi waktu dan pikirannya antara kebutuhan rumah tangga dan bekerja. Ada kalanya kebutuhan rumah harus terpinggirkan ketika pekerjaan menyita waktu dan energinya.
Karena itu diperlukan pengertian lebih ketika istri bekerja. Sebab, karena sama-sama bekerja, istri dan suami harus paham tekanan atau stres dalam pekerjaaan.
Berbagi tugas domestik adalah cara mewujudkan pengertian tersebut. Suami tidak bisa menuntut istri menyelesaikan pekerjaan rumah tangga sendirian. Idealnya, suami juga turut mengasuh anak bersama.
BACA JUGA: Tetap Bekerja Setelah Menikah dan Jadi Ibu? Tak Masalah
Istri yang bekerja harus rela kehilangan waktu untuk menemani anak tumbuh dan berkembang. Menjadi wanita karir juga berarti mengurangi kesempatan ibu untuk menemani anak anak mereka ketika belajar. Selain itu, Ibu tidak bisa mengontrol konsumsi anak secara langsung. Ini membuat ibu sering merasa bersalah.
Selain penghasilan bertambah, pengeluaran ketika istri bekerja juga bertambah. Baby sitter atau pengasuh adalah sebuah keharusan karena harus meninggalkan anak di rumah. Biaya Hidup biasanya akan menjadi lebih besar dengan bertambahnya orang yang tinggal di rumah.
Ada persoalan lain yang membayangi istri bekerja yaitu rasa iri suami. Terkadang suami ditambah egonya sebagai laki-laki, mungkin merasa tersaingi atau merasa harga dirinya turun karena istri memiliki karier yang lebih baik.
Karena itu, perlu komunikasi yang intens dan terus menerus dijaga agar perasaan ini tidak muncul kemudian membuat rumah tangga bermasalah. Kembali pada kesepakatan di awal tentang pilihan istri bekerja. Suami yang mengizinkan istri bekerja tentu sudah mempertimbangkan baik dan buruknya. Keputusan akhir ada pada orang yang menjalaninya.