Jika ditanya, siapa sosok yang bisa menjadi inspirasi keluarga sakinah mawaddah wa rahmah di era modern ini? Banyak orang akan setuju ketika disebut nama Habibie-Ainun. Ya, Pak Habibie dan Ibu Ainun telah memberi contoh betapa keluarga berkualitas harus dirajut dengan cinta kasih tulus dan dibingkai dengan sarat nilai.
“Bersama hingga maut memisahkan” tak sekedar menjadi kata manis di awal tumbuhnya benih cinta, tapi dijalani hingga usia tua. Pada 22 Mei 2010, menjelang Ibu Ainun menghembuskan nafas terakhir saat dirawat di Rumah Sakit LMU Muenchen, Jerman, Pak Habibie membisikkan kalimat perpisahan untuk kekasih hatinya.
“48 tahun 10 hari, Allah, Engkau telah menitipi Cinta Abadi yang menjadikan kami Manunggal. Manunggal yang dipatri oleh Cinta yang Murni, Suci, Sempurna, dan Abadi.”
Bahkan, cinta itu tetap menyala meski Ibu Ainun telah tiada. Setiap Jumat pagi, selama bertahun-tahun, Pak Habibie selalu mengunjungi makam Ibu Ainun di TMP Kalibata Jakarta, menabur bunga dan memanjatkan doa. Hingga akhirnya, Pak Habibie sendiri berpulang dan dimakamkan di samping pusara Ibu Ainun pada September 2019.
Dalam buku Habibie & Ainun yang ditulis Pak Habibie dan terbit pada November 2010 lalu, Presiden Republik Indonesia ke-3 itu berbagi kisah perjalanan cintanya bersama Ibu Ainun, termasuk bagaimana perjuangan membangun sebuah keluarga berkualitas. Jika kita dalami, ternyata resep sukses Pak Habibie dan Ibu Ainun membina keluarga, cocok dengan konsep 10 dimensi kesiapan nikah. Yuk, kita lihat satu per satu.
- Kesiapan Usia
Habibie & Ainun menikah di Bandung, 12 Mei 1962. Pada saat menikah, BJ Habibie yang lahir di Parepare, 5 Juni 1936, berusia mendekati 26 tahun. Sedangkan Hasri Ainun yang lahir di Semarang, 11 Agustus 1937, berusia 24 tahun. Ini sejalan dengan indikator kesiapan usia menikah, laki-laki minimal 25 tahun dan perempuan 21 tahun.
- Kesiapan Fisik
Sebagai seorang dokter, Ibu Ainun sangat memperhatikan kesehatan keluarga. Bahkan, ketika hidup di Jerman, Pak Habibie mengakui jika Ibu Ainun berperan layaknya dokter pribadi. Jadi, bagi kamu yang hendak menikah, jangan lupa siapkan fisik dengan olahraga dan asupan nutrisi.
- Kesiapan Finansial
Usai menikah, Habibie & Ainun tinggal di Jerman. Saat itu, Pak Habibie kuliah sambil bekerja sebagai asisten profesor di Institut Konstruksi Ringan serta peneliti pada Fakultas Mesin RWTH Aachen, Jerman. Gaji dan tunjangan yang diterimanya sebesar DM 1.300 (sekitar 680 Euro) cukup untuk hidup sederhana keluarga baru.
Siap finansial bukan berarti harus punya uang melimpah sebelum menikah. Tapi, setidaknya pasangan sudah memiliki sumber penghasilan sendiri, tidak tergantung lagi pada orang tua.
- Kesiapan Mental
Meski berasal dari keluarga mapan, Habibie & Ainun harus berjuang saat merantau di Jerman. Kematangan usia dan kesiapan mental membantu keduanya menjalani fase hidup berumah tangga terpisah dari keluarga besar.
Baca Juga:
- Menikah? Yuk Cek Kesiapanmu
- 5 Tanda Dia Siap Nikah dan Jadi Ayah dari Anakmu
- Prilly Latuconsia: Yakin Sudah Siap Nikah?
- Kesiapan Emosi
Simak ucapan Pak Habibie ini. “Kehadiran Ainun yang mendampingi saya selama 48 tahun 10 hari, telah menjadi api yang selalu membakar energi semangat dan jiwa saya menjalani hidup ini, dan sekaligus air yang sewaktu-waktu menyiram dan meredakan gejolak jiwa saya sehingga kembali tenang.” Itulah wujud kesiapan emosi.
- Kesiapan Sosial
Kemampuan sosialisasi sangat penting dalam kehidupan berkeluarga. Apalagi, ketika masuk ke dalam lingkungan baru. Sukses hidup sebagai perantau menjadi bukti jika Habibie & Ainun memiliki kesiapan sosial sebagai bekal membina keluarga.
- Kesiapan Moral
Moralitas berlaku universal, apapun agamanya. Kesiapan moral sangat penting untuk mengontrol perilaku agar dalam berkeluarga bisa memegang etika. Pak Habibie dan Ibu Ainun menunjukkan itu sepanjang kehidupan mereka. Sebagai pejabat publik, integritas dan kejujuran Pak Habibie juga tak diragukan.
- Kesiapan Interpersonal
Kemampuan Interpersonal terkait bagaimana seseorang berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain secara baik. Simak pernyataan Ibu Ainun yang dikutip Pak Habibie dalam bukunya.
“Kami berdua suami istri dapat menghayati pikiran dan perasaan masing-masing tanpa bicara. Malah antara kami berdua terbentuk komunikasi tanpa bicara, semacam telepati.” Itulah kemampuan interpersonal tingkat tinggi.
- Keterampilan Hidup
Keterampilan sangat dibutuhkan dalam hidup. Ketika berkeluarga, keterampilan itu makin dibutuhkan. Misalnya, keterampilan dasar dalam berumah tangga. Saat merantau di Jerman, Ibu Ainun sangat terampil mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Tapi harus diingat, suami pun juga harus terampil. Contohnya, Pak Habibie yang sigap membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Simak komentar Ibu Ainun. “Saya terharu melihat ia pun banyak membantu tanpa diminta: mencuci piring, mencuci popok bayi yang ada isinya.” Jadi, buat para suami dan calon suami, latihlah keterampilan hidup, agar siap berkolaborasi mengerjakan pekerjaan rumah tangga bersama istri.
- Kesiapan Intelektual
Soal ini, tak seorang pun meragukan intelektualitas Pak Habibie dan Ibu Ainun. Bagi kita, kesiapan intelektual itu bisa diwujudkan dari kemampuan mencari informasi seputar keluarga. Misalnya, bagaimana pola hidup sehat, bagaimana menjaga kesehatan reproduksi, hingga bagaimana pengasuhan anak. Di era digital, informasi banyak bertebaran. Jadi, harus bisa mencari sumber informasi valid. Salah satunya, ya www.siapnikah.org.
Nah, itulah 10 kesiapan yang menjadi resep Pak Habibie dan Ibu Ainun membangun keluarga berkualitas. Ada satu lagi yang tidak kalah penting. Apa itu? “Dua anak cukup”. Pak Habibie dan Ibu Ainun memiliki 2 putra, Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Yuk, share artikel ini ke calon pasangan, pasangan, dan teman-temanmu, agar makin banyak yang terinspirasi, mengambil pelajaran berharga dari kisah cinta Habibe dan Ainun, dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam membangun keluarga berkualitas. (*)