Sepasang kekasih umumnya mendambakan hubungan yang langgeng dalam ikatan pernikahan. Tata cara pernikahan pun beragam sesuai dengan agama dan adat istiadat yang dijunjung masing-masing pasangan calon pengantin. Oleh karena itu, kali ini siapnikah.org akan membahas pernikahan menurut agama Hindu yang sah.
Pasangan kekasih menginginkan hidup yang sejahtera dan bahagia dengan menjalaninya bersama-sama. Mengetahui tata cara menikah secara agama penting buat calon pengantin.
Dilansir dari Mutiara Hindu, perkawinan memiliki tujuan mulia yang meliputi dharmasampatti (bersama-sama, suami istri mewujudkan pelaksanaan dharma), praja (melahirkan keturunan) dan rati (menikmati kehidupan seksual dan kepuasan indra lainnya). Hal itu seperti yang tertuang pada Kitab Manawa Dharmasastra.
Bisa dikatakan, sepasang kekasih beragama Hindu mengikat janji setia dalam pernikahan dengan tujuan melaksanakan Dharma. Usai mengikat janji sehidup semati itu, kamu dan pasangan haruslah mau saling berusaha memupuk dan menjaga perkawinan agar tidak kandas di tengah jalan.
Sebelum melangkah jauh ke jenjang pernikahan, alangkah baiknya setiap pasangan memahami syarat sah perkawinan dalam agama Hindu. Yuk pahami bersama-sama.
Melaksanakan sebuah perkawinan atau wiwaha memiliki arti dan kedudukan yang penting. Tahu tidak? Wiwaha termasuk fase Grehasta Asrama dalam Catur Asrama.
Oleh umat Hindu, ketika memasuki fase ini dipandang sebagai sesuatu yang maha mulia karena wiwaha bersifat sakral, wajib hukumnya, dalam arti harus dilakukan oleh setiap orang yang hidupnya normal. Melaksanakan wiwaha bagi umat Hindu yang sudah cukup umur merupakan salah satu amanat dharma dalam hidup dan kehidupan ini.
Wiwaha pun tidak akan baik jika dilakukan karena dipaksakan, karena pengaruh orang lain, dan sikap kekerasan yang lainnya. Keberhasilan yang dapat mengantarkan dalam perkawinan adalah karena kamu dan pasangan saling mencintai, percaya, menyadari, kerja sama, mengisi, bahu-membahu dan yang lainnya dalam setiap kegiatan rumah tangga.
Wiwaha adalah Samskara dan merupakan lembaga yang tidak terpisahkan dengan hukum agama. Menurut ajaran Hindu, sah atau tidaknya suatu perkawinan terkait dengan sesuai atau tidaknya dengan persyaratan yang ada dalam ajaran Hindu.
BACA JUGA:
- Syarat Pendaftaran Pernikahan di KUA, Khusus untuk Calon Pengantin Muslim
- Tata Cara Pernikahan di Gereja Katolik
- 3 Keuntungan Menikah di Masa Pandemi
Menurut ajaran agama Hindu, sah atau tidaknya suatu perkawinan terkait dengan sesuai atau tidaknya dengan persyaratan yang ada dalam ajaran agama Hindu. Suatu perkawinan dianggap sah menurut agama Hindu jika memenuhi hal-hal yang sesuai dengan ketentuan hukum Hindu. Apa saja itu? Yuk simak penjelasan berikut ini.
1. Untuk mengesahkan perkawinan menurut hukum Hindu harus dilakukan oleh pendeta atau rohaniawan dan pejabat agama yang memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan itu. Orang yang berwenang mengawinkan adalah yang mempunyai status kependetaan atau dikenal dengan mempunyai status Loka Praya Sraya.
2. Suatu perkawinan dikatakan sah apabila kedua calon mempelai telah menganut agama Hindu (agama yang sama).
3. Berdasarkan tradisi yang telah berlaku di Bali, perkawinan dikatakan sah setelah melaksanakan upacara Byakala atau upacara Mabiakaonan sebagai rangkaian upacara wiwaha. Demikian juga untuk umat Hindu yang berada di luar Bali, sahnya suatu perkawinan yang dilaksanakan dapat disesuaikan dengan adat dan tradisi setempat.
4. Calon mempelai tidak terikat oleh suatu ikatan pernikahan atau perkawinan.
5. Tidak ada kelainan, seperti tidak banci, kuming atau kedi (tidak pernah haid), tidak sakit jiwa atau ingatan serta sehat jasmani dan rohani.
6. Calon mempelai cukup umur, untuk pria minimal berumur 21 tahun, dan yang wanita minimal berumur 18 tahun. Namun, BKKBN merekomendasikan usia pernikahan perempuan minimal 21 tahun dan laki-laki 25 tahun.
7. Calon mempelai tidak mempunyai hubungan darah yang dekat atau sapinda.
Lalu, apa jadinya kalau ada salah satu calon mempelai tidak memenuhi syarat-syarat tersebut? Maka perkawinan tersebut dikatakan tidak sah atau gagal.
Perlu digarisbawahi, setelah memenuhi persyaratan pernikahan secara Hindu, untuk legalitas perkawinan berdasarkan hukum nasional, juga tidak kalah pentingnya agar perkawinan tersebut dianggap legal, sah dan kukuh, maka harus dibuatkan “Akta Perkawinan” sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Undang-Undang Republik Indonesia No 42 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk mengatur tata cara dan syarat pendaftaran pernikahan di catatan sipil untuk mendapat akta nikah.
Dikutip dari Portal Informasi Indonesia, berikut syarat-syarat yang dibutuhkan untuk mengurus akta nikah:
1. Map berwarna merah untuk menyimpan semua berkas persyaratan
2. Surat keterangan dari masing-masing kelurahan berupa surat N1 sampai dengan N4, asli dan fotokopi (2 set)
3. Fotokopi KTP kedua mempelai yang telah dilegalisasi lurah (2 lembar)
4. Fotokopi KK kedua mempelai yang telah dilegalisasi lurah (2 lembar)
5. Fotokopi akta kelahiran kedua mempelai, asli dan fotokopi (2 lembar)
6. Pas foto suami dan istri berdampingan ukuran 4 x 6 berwarna (6 lembar)
7. Fotokopi KTP dua orang saksi selain orangtua (2 lembar)
8. Fotokopi KTP orangtua kedua mempelai (2 lembar)
9. Surat pernyataan belum pernah menikah dengan materai Rp6.000 dan diketahui oleh 2 orang saksi + stempel RT/RW setempat
10. Akta kelahiran masing-masing, asli dan fotokopi (2 lembar)
11. Surat nikah perkawinan agama, asli dan fotokopi (2 lembar)
12. Surat izin dari atasan/KPI (untuk anggota TNI-Polri)