Dampak Marah pada anak

Kamu yang punya anak pasti pernah mengalami ini. Geram karena anak susah makan, susah mandi, susah diajak belajar, tidak mau merapikan mainan, membuat berantakan barang-barang di rumah, dan lain sebagainya.

Ketika emosi membuncah, tak jarang amarah pun ditumpahkan pada si bocah. Sesaat, luapan amarah bisa meredakan emosi orang tua. Tapi, amarah orang tua yang dilampiaskan dalam bentuk bentakan pada anak di usia dini ternyata berdampak panjang.

Karena itu, di saat tersulut emosi, usahakan sekuat tenaga untuk tidak membentak. Ini bukan saja terkait ujaran bahwa orang tua harus bersabar. Tapi, secara scientific, dampak kemarahan dan bentakan pada anak langsung berpengaruh pada otak.

Anatomi Otak
Deepak Chopra, penulis buku-buku best seller tentang kesehatan, motivasi, dan spiritualitas, menyebut otak manusia sebagai struktur paling kompleks di alam semesta. Pada saat lahir, jumlah sel dalam otak pusat berpikir (cerebrum) bayi sekitar 100 miliar.

Namun, sel-sel itu belum tersambung satu sama lain. Karena itulah butuh support dari orang tua maupun guru agar anak bisa mengoptimalkan kemampuan sambungan sel-sel otaknya. Setiap satu sel otak dapat berhubungan dengan sel otak lainnya sebanyak 15 ribu sampai 20 ribu sambungan.

Penyambungan sel otak ini terjadi secara masif pada usia 0-2 tahun. Inilah kesempatan terbaik bagi orang tua untuk memperbanyak sambungan sel otak pada anak, karena itu, banyak pakar menyebut usia 0-2 tahun ini sebagai window of opportunity.

Awas Myelin Pecah
Semakin banyak sambungan atau serabut antar sel otak, maka kemampuan berpikir anak akan makin canggih. Nah, serabut atau sambungan itu terbentuk oleh lapisan-lapisan tipis bernama Myelin. Setiap lapisan terbentuk, maka muncul satu kemampuan pada anak. Lapisan Myelin juga berperan penting dalam proses komunikasi antar sel otak.

Lise Eliot, seorang pakar ilmu otak (neuroscientist), dalam bukunya yang berjudul “What’s Going on in There?”, menceritakan saat dia meneliti perkembangan otak anaknya. Dalam riset tersebut, Eliot memasang kabel-kabel di kepala anaknya yang masih bayi untuk memonitor otak.

Suatu ketika, anaknya menendang-nendang sehingga kabel yang menempel di kepala terlepas. Secara refleks, Lise Eliot berteriak seperti orang marah, sehingga bayinya terkaget-kaget, takut, dan menangis.

Saat dia memeriksa hasil monitoring anaknya, Eliot menemukan fakta ketika anaknya ketakutan akibat suara teriakannya, lapisan Myelin yang ada di dalam otaknya menggelembung seperti balon, lalu pecah.

Yuk Belajar Sabar
Bayangkan, jika kejadian semacam itu terjadi berulang kali, maka lapisan-lapisan Myelin yang sangat penting bagi kecerdasan otak anak akan terus pecah. Akibatnya, momentum membangun kecerdasan anak di usia dini akan terlewatkan.

Karena itu, belajar sabar mengelola emosi sangat penting. Untuk itulah Kesiapan Emosional menjadi salah satu elemen yang harus dipersiapkan oleh pasangan sebelum memasuki gerbang pernikahan.

Setelah membaca artikel ini, mudah-mudahan kita ingat bahaya marah dan membentak anak. Ketika emosi meninggi, bayangkan pecahnya balon-balon Myelin yang sangat penting bagi kecerdasan otak anak kita. Semoga, kita semua bisa lebih bijak mengelola emosi.

Yuk baca artikel-artikel bermanfaat lainnya tentang pengasuhan anak di kanal Parenting. Jangan lupa, share ke teman-temanmu yaa.
*(Artikel ini dikembangkan dari buku “What’s Going on in There?” dan “Sentra, Inspiring School”)

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Comments (2)

Bintari

May 11, 2020 at 1:57 PM

Luar biasa menambah wawasan saya

Reply

GUSNAYATI

May 16, 2020 at 8:23 PM

Terimakasih ilmu yg luar biasa dan sayang baru didapat setelah anak saya sudah besar akan tetapi hal ini akan menjadi bekal dalam melakukan penyuluhan dilapangan

Reply

Tinggalkan Komentar