Ilustrasi remaja (Gambar oleh Foundry Co dari Pixabay)

Pengetahuan seputar kesehatan reproduksi pada remaja sangatlah penting. Ini bukan tanpa asalan. Pada dasarnya, remaja perlu memiliki pengetahuan seputar kesehatan reproduksi. Tak hanya untuk menjaga kesehatan dan fungsi organ tersebut, informasi yang benar terhadap pembahasan ini juga bisa menghindari remaja melakukan hal-hal yang tidak diinginkan seperti seks pranikah karena bisa berdampak negatif bagi fisik dan psikologis bagi remaja tak perawan.

Baru-baru ini muncul berita menghebohkan dan membuat miris. Anggota DPR di Komisi VIII dari Fraksi PKS Nur Azizah Tamhid menyebut kira-kira 70% siswi SMP di Kota Depok tak lagi perawan. Mendengar kabar tersebut, Kepala Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Kota Depok Nessi Annisa Handari mengaku kaget dengan adanya pemberitaan tersebut.

Nessi mengatakan jika ditotal dari kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Kota Depok jumlahnya pun tidak mencapai 70% dari total anak usia remaja di Kota Depok. “Kasus kekerasan seksual yang tercatat di kami itu, di tahun 2018 itu ada 62 kasus dan 2019 ada 59 kasus,” kata Nessi.

Terlepas dari itu semua, hal itu menunjukkan pendidikan mengenai kesehatan reproduksi khususnya pada remaja masih perlu digalakkan. Reproduksi bisa diartikan sebagai proses kehidupan manusia dalam menghasilkan kembali keturunan. Karena definisi yang terlalu umum itu, reproduksi kerap dianggap sekadar masalah seksual atau hubungan intim.

Oleh karena itu, banyak orang tua yang merasa tidak nyaman untuk membicarakan masalah tersebut pada anak remaja. Padahal, kenyataannya kesehatan reproduksi terutama pada remaja merupakan kondisi sehat yang meliputi sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Menjaga kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting, khususnya pada remaja. Hal ini karena masa remaja merupakan saat terbaik untuk membangun kebiasaan baik menjaga kebersihan, yang bisa menjadi aset dalam jangka panjang.

BACA JUGA:

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja adalah orang yang berusia 12 hingga 24 tahun. Masa remaja merupakan peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Apa artinya? Ini bermakna proses pengenalan dan pengetahuan kesehatan reproduksi sebenarnya sudah dimulai pada masa ini.

Nah, kurangnya edukasi terkait reproduksi ini bisa memicu terjadinya hal-hal yang tak diinginkan. Salah satu hal yang sering terjadi adalah penyakit seksual menular, kehamilan di usia muda, hingga aborsi yang berakibat pada hilangnya nyawa remaja. Ngeri kan!

Di sinilah peran orang tua sangat dibutuhkan. Orang tua harus hadir untuk memberikan edukasi soal reproduksi pada remaja. Edukasi ini makin urgen karena saat ini masih belum banyak orang yang peduli terhadap risiko-risiko yang bisa berdampak pada remaja yang salah pergaulan tersebut. Mulai dari ancaman HIV/AIDS, angka kematian ibu yang meningkat karena melahirkan di usia muda, hingga kematian remaja perempuan karena nekat mengambil tindakan aborsi. Dampak yang ditimbulkan dari perilaku seperti seks pranikah tak hanya menyangkut fisik saja, tetapi psikologis juga.

Dampak Seks Pranikah

Hubungan seks dapat menciptakan dimensi emosional yang melibatkan kepribadian, pikiran, dan perasaan. Hal itu menyebabkan keintiman seksual berpotensi memiliki konsekuensi emosional yang kuat. Psikolog Thomas Lickona mengungkapkan ada bahaya seks bebas yang bisa berdampak pada psikologis manusia.

1. Khawatir akan hamil dan terkena penyakit seksual
Bagi pelaku seks pranikah, ketakutan hamil di luar nikah atau tertular penyakit seksual adalah sumber stres utama yang tidak dapat dihindarkan. Seks bebas termasuk seks pranikah sering dikaitkan sebagai perilaku seks yang berisiko tinggi terkena infeksi menular seksual (IMS). IMS ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui aktivitas seks, baik melalui vaginal, oral, maupun anal. Contoh IMS yang kerap terjadi yakni klamidia, sifilis, gonore, infeksi jamur (candida), kutil kelamin, herpes simplex, hepatitis B, kutu kelamin, HIV/AIDS.

2. Terjadi kehamilan di usia muda
Jika tidak dilakukan dengan menggunakan pengaman, seks pranikah bisa menyebabkan kehamilan di usia muda. Kehamilan di usia muda ini memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami tekanan darah tinggi, anemia, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan mengalami depresi pascapersalinan.

3. Munculnya penyesalan dan rasa bersalah
Pelaku seks pranikah biasanya sering merasa menyesal dan bersalah. Pasalnya dalam hati nurani mereka, perilaku tersebut dianggap salah dan terlarang untuk dilakukan. Kalau mereka masih memegang nilai-nilai agama yang kuat maka akan timbul rasa bersalah dan merasa sangat berdosa. Perasaan ini akan muncul karena dalam agama hubungan seksual sebelum menikah dianggap sebagai salah satu dosa besar yang tidak boleh dilakukan.

4. Sulit punya hubungan yang serius
Hubungan singkat yang tercipta dari seks pranikah kerap menimbulkan kesulitan untuk mempercayai hubungan di masa depan pada pelakunya. Saat nanti menikah, pasangan yang sebelumnya sudah melakukan hubungan seksual pranikah ada potensi dan kecenderungan untuk selingkuh. Hal ini karena ketika sudah menikah, mereka sudah tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi saat akan melakukan seks. Adrenalinnya pun sudah beda sehingga ada potensi untuk selingkuh biar ada tantangan yang berbeda.

5. Bisa memengaruhi perkembangan karakter
Ketika anak muda memperlakukan orang lain sebagai objek seksual untuk kepuasaan semata, ia akan kehilangan rasa hormat pada dirinya sendiri. Kemudian, mereka akan terbiasa untuk tidak membedakan mana yang benar dan salah demi mendapatkan kesenangan pribadinya.

6. Depresi
Suatu penelitian karya Psikolog Martha Waller mengungkapkan remaja yang melakukan perilaku berisiko, seperti seks bebas, memakai narkoba, dan minum alkohol, adalah kelompok yang paling mungkin mengalami depresi dibandingkan dengan yang tidak melakukannya.

7. Adanya ketergantungan secara emosi dan seksual
Seks pranikah bisa memicu terjadinya ketergantungan secara emosi dan seksual dengan pasangannya. Apalagi jika hubungan seksual ini terjadi bagi mereka yang baru pertama kali melakukan aktivitas seksual. Ketergantungan emosi ini biasanya jadi lebih cemburuan terhadap pasangannya, apalagi kalau perempuannya masih perawan dan sebelum melakukan hubungan dirayu terkebih dahulu. Karena orang lain tidak boleh tahu sehingga saat melalukan hubungan seksual akan selalu tergantung pada pasangannya.

8. Adanya potensi terjadinya kekerasan dalam pacaran
Hubungan seksual yang dilakukan sebelum menikah juga akan memicu terjadinya kekerasan dalam pacaran. Jika pasangannya menjadi lebih tergantung secara emosi maka akan timbul perasaan cemburu yang lebih besar sehingga akan memicu pertengkaran. Selain itu, kekerasan dalam pacaran ini juga bisa terjadi bukan hanya secara psikis tetapi juga bisa secara seksual. Misal saat pasangannya menolak melakukan hubungan seksual sementara yang satunya sangat menginginkan maka bisa terjadi pemaksaan yang memicu kekerasan lain.

Dengan melihat dampak tersebut, maka memiliki pengetahuan yang tepat terhadap proses reproduksi, serta cara menjaga kesehatannya, diharapkan mampu membuat remaja lebih bertanggung jawab. Terutama mengenai proses reproduksi, dan dapat berpikir ulang sebelum melakukan hal yang dapat merugikan.

Pengetahuan seputar masalah reproduksi tidak hanya wajib bagi remaja putri saja, lho. Laki-laki juga wajib paham. Sebab, anak laki-laki juga harus mengetahui serta mengerti cara hidup dengan reproduksi yang sehat. Pergaulan yang salah juga pada akhirnya tidak hanya berdampak pada si wanitayang jadi remaja tak perawan, tetapi bisa memberi dampak merugikan pada remaja laki-laki juga. Menjaga kesehatan reproduksi tentu lebih mudah jika kesehatan tubuh terjaga seluruhnya. Agar lebih sehat, kamu bisa menerapkan pola makan sehat, olahraga, serta konsumsi vitamin tambahan.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Tinggalkan Komentar