PENTINGNYA MENJAGA KOMUNIKASI DENGAN ANAK

Cara Menegur Anak (Gambar oleh Sasin Tipchai dari Pixabay)

Table of Contents

Oleh : Ucy Sugiarti

Setiap orang tua dan anak tentunya mengharapkan hubungan yang harmonis. Saling memahami, terbuka, mengobrol dengan santai dan jauh dari konflik. Di dalam keluarga, komunikasi berperan penting membangun keluarga yang harmonis. Komunikasi orang tua dengan anak termasuk ke dalam komunikasi interpersonal. Joseph de Vito, mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih baik secara formal maupun nonformal.

Komunikasi interpersonal tidak hanya secara verbal, tetapi dapat terjadi secara nonverbal. Dengan adanya komunikasi dapat meminimalisir kesalahpahaman serta mampu memahami setiap situasi dan kondisi satu sama lainnya.

Namun, saat ini komunikasi menjadi salah satu hal yang sering dikeluhkan para orang tua maupun anak. Ada 12  penghambat komunikasi yang dilakukan secara tidak sadar oleh orang tua terhadap anaknya ketika melakukan komunikasi meliputi :

1. Memerintah dan mengarahkan

Dalam hal ini, biasanya orang tua memerintah anak di luar kemampuan. Kalimat yang diucapkan seperti “Kamu jangan nangis, baru belajar sebentar saja sudah menyerah. Usaha lagi dong!”

2. Mengancam dan memperingatkan

Tanpa disadari kalimat-kalimat yang dianggap sepele bagi orang tua bisa menjadi bumerang untuk anaknya. Contoh kalimatnya bisa seperti ini “Kenapa pulangnya telat? kamu tidak pernah mendengar omongan orang tua, kalau besok pulangnya telat tidak akan ibu kasih uang jajan.”

3. Mendesak dan memberi khotbah

Orang tua ingin anaknya memiliki perilaku yang baik, tetapi ketika anak ingin menyampaikan keluh kesahnya dan didengarkan oleh orang tua justru orang tua memberi khotbah dan membandingkannya dengan gaya pengasuhan di masa lalu “Dulu sewaktu mama masih kecil, tidak pernah keluar malam untuk hal yang tidak penting. Tidak seperti kamu, suka main malam keluar tidak jelas.”

BACA JUGA : Kenali 7 Tipe Parenting, Kira-kira Mana yang Paling Sesuai untuk Anak?

4. Menasehati, memberi penyelesaian atau saran

Stigma yang muda harus patuh pada yang tua masih sangat melekat karena dianggap sudah memiliki pengalaman. Dengan begitu, cepatnya orang tua memberikan nasihat pada anaknya tanpa berpikir untuk kedepannya. Alangkah baiknya, sebagai orang tua seharusnya mendengarkan hingga selesai dan memahaminya. Biasanya kalimat yang diucapkan seperti “Kamu sebaiknya ikut kelas masak daripada kursus melukis yang masa depannya tidak jelas.”

5. Menguliahi, mengajari, dan memberi alasan-alasan logis

Hal yang selalu menjadi penyebab permasalahan hingga saat ini menentukan kuliah, kebanyakan orang tua menginginkan anaknya kuliah di tempat yang terkenal mengikuti arahan demi menyenangkan orang tua dibanding memikirkan perasaan anak untuk menentukan apa yang diinginkan. Kalimat yang biasa diucapkan ialah “Kamu harus melanjutkan sekolah kedinasan, kakakmu alumni sana. Pokoknya kamu harus kuliah di sana juga agar lulusnya sukses.”

6. Menilai, mengkritik, tidak setuju, dan menyalahkan

Orang tua kerap kali mengkritik, tidak setuju atau menyalahkan pandangan, pilihan, komentar anak tentang hal tertentu. Situasi seperti ini membuat anak menjadi menutup diri karena apapun yang disampaikan selalu dikritik oleh orang tua. Kalimatnya “Kenapa temanmu bisa masuk perawat, kamu tidak?”

7. Memuji dan menyetujui

Anak merasa seperti tersangka Seakan tidak ada space memadai untuk sedikit saja memenangkan diri. Andaikan kita mampu mengendalikan diri dan memberi ruang agar anak-anak perlahan menceritakan masalahnya, maka kita akan terkejut melihat keterbukaan yang mereka tunjukkan. Kalimatnya “Kamu kan juara kelas, bisa dong masuk universitas negeri.”

8. Mencemooh dan membuat malu

“Begitu saja sudah mengeluh”

“Dasar anak malas”

Kalimat diatas adalah beberapa contoh maka seharusnya menjadi orang tua tidak boleh membandingkan anak sendiri dan menjatuhkannya.

9. Membuat interpretasi, analisis, dan diagnosis

Merasa lebih tahu pikiran dan perasaan anak, mendorong untuk sering mengatakan pada anak apa yang menjadi motivasinya. Lalu, memberitahu untuk melakukan diagnosis tentang dirinya. Contoh kalimatnya “Kamu ngomong seperti itu untuk membujuk ayah kan?”

10. Meyakinkan, memberi simpati, dan menghibur di waktu yang tidak tepat

Memberikan validasi pada anak suatu hal yang wajar, tetapi jika berlebihan akan menjadi tidak baik di waktu yang tidak tepat. Kalimatnya seperti “Tidak perlu menangis, kamu bukan satu-satunya orang yang tidak lulus. Pasti temanmu juga tidak lulus ujian.”

11. Menyelidiki dan mengusut

Dalam hal ini, biasanya orang tua tanpa disadari ikut mendominasi percakapan atau cerita dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Dengan begitu, anak semakin irit untuk berbicara dan menutup diri. Kalimatnya “Pulang malam habis dari mana? kenapa pulang sendiri? temanmu sudah tidak mau lagi main denganmu?”

12. Menghindar, mengalihkan perhatian, menertawakan, dan membelokkan.

Ketika anak sedang menceritakan sebuah kejadian yang menurutnya menarik, tetapi orang tua tidak mendengarkan dan menyepelekan. Kalimatnya seperti “Masalahnya sudah berlalu, nggak perlu diingat, sudah lupakan saja.”

Tersebut beberapa kalimat yang bisa menjadi penghambat komunikasi dengan anak. Sebenarnya, anak hanya perlu diterima dan didengarkan, namun bukan berarti tidak boleh memberi nasihat, namun disesuaikan dengan waktu dan situasi. Sebagai orang tua kalau bisa sering mengajak diskusi untuk mendekati anak agar ia merasa dihargai oleh orang tuanya dan juga orangtua mengetahui akar masalah yang dihadap anak baik di keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan sosialnya.

Bagaimana Tanggapan Anda Tentang Artikel Ini?
+1
1
+1
0
+1
4
+1
0
Scroll to Top