Oleh: Thomas Utomo, S.Pd.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kerap dianggap “lumrah” dilakukan, terutama dari suami kepada istri atau oleh orang tua terhadap anak. Dalih pembenarannya bisa bermacam-macam, mulai dari tradisi, agama, penanaman kedisiplinan, hukuman, atau masokhisme. Semua dalih pembenaran tersebut berakar dari kepincangan relasi kuasa.
Menurut UU no. 23 tahun 2004, KDRT didefinisikan sebagai, “Perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
Baca Juga:
Memahami Penyebab dan Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Yang Harus Kamu Lakukan Jika Terjadi KDRT dalam Rumah Tanggamu
Dalam hal Mariam Nabatanzi, perempuan Uganda, Afrika, yang menghebohkan jagad internet karena telah melahirkan 44 anak hingga usia 37 tahun, struktur masyarakat berupa orang tua, suami, kerabat, dan tenaga medis memanipuasi kerapuhan kedudukan dan latar belakang pendidikannya dengan praktik perdagangan anak, perkawinan usia dini, poligami, pemaksaan kehamilan beruntun, berujung penelantaran. Dia pun harus bekerja serabutan guna menghidupi puluhan anaknya (lihat film dokumenter World’s Most Fertile Woman karya Ruhi Çenet).
Mungkin, praktik KDRT tersebut masih dapat “dimaklumi” karena terjadi di negara dunia ketiga. Tapi faktanya, di negara maju seperti Korea Selatan, KDRT masih tumbuh subur (periksa buku Kim Ji-Yeong, Born in 1982 karya Cho Nam Joo). Maka tak pelak lagi, KDRT adalah isu global yang harus dilawan dan ditangani bersama. Film—sebagai bagian dari media komunikasi massa, ampuh dipergunakan sebagai salah satu alat perlawanan KDRT sekaligus sarana edukasi.
Adalah Ammu (rilis Oktober 2022 di Netflix), film India berbahasa Telugu yang disutradarai Charukesh Sekar dan diproduksi Stone Bench Films. Tayangan berdurasi 136 menit ini, mengisahkan Ammu (diperankan Aishwarya Lekshmi) yang kawin dengan tetangganya, Ravi (Naveen Chandra), seorang inspektur polisi. Segalanya terasa indah di masa awal perkawinan. Namun, satu kesilapan kecil Ammu, meletupkan amarah Ravi hingga tantrum.
Sejak saat itu, biduk rumah tangga mereka hanya bersulamkan caci maki, cambukan, dan pukulan. Ravi memandang dan memperlakukan Ammu tak lebih dari pekerja rumah tangga—yang dalam terminologi Jawa: esuk nggo theklek, mbengi nggo lemek (pagi buat alas kaki, malam buat alas tidur). Ammu tidak boleh berpendapat, apalagi memutuskan sesuatu.
“Menariknya”, sebagai aparat, Ravi dikenal getol melawan tindak KDRT. Atas inisiatifnya pula, dibentuk tim khusus terdiri dari polisi dan masyarakat yang intens berpatroli guna menangani tindak tersebut. Sama seperti kelakuan dokter kandungan kepada Mariam Nabatanzi, Ravi juga menyalahgunakan kedudukannya guna menjerumuskan korban. Dan sama seperti ribuan korban KDRT lainnya, Ammu dibelit dilema antara bertahan atau menggugat cerai?
Suntikan keyakinan yang coba dipompakan film maker ini adalah betapa pun peliknya persoalan KDRT, selagi korban terus memikirkan dan mengupayakan, jalan keluar niscaya ditemukan. Terpenting, jangan menyerah dan jangan ragu mencari bantuan!
Baca juga:
Menghilangkan Trauma KDRT pada Calon Istri
Berani Lakukan Seks Pra Nikah? Bersiaplah Menerima Risiko Ini
Hal lain, pihak luar seperti orang tua atau tetangga, tidak perlu mendikte atau memaksa korban. Dengarkan, kuatkan, dan bantu menemukan solusi tanpa menggurui. Seperti yang Ibu Ammu katakan, “Lakukan apa yang ingin kau lakukan. Apapun keputusanmu, Ibu akan selalu mendukung.” Atau perkataan pengemis di stasiun, “Apapun keputusannya, bukankah kaulah yang seharusnya memutuskan?” Dengan demikian, terbentuk kepercayaan diri korban untuk meninggalkan toxic marriage guna meraih kehidupan lain yang lebih menghargainya.
*Thomas Utomo, S.Pd. adalah guru SD Negeri 1 Karangbanjar, Purbalingga. Dapat dihubungi melalui nomor 085802460851 atau surel utomothomas@gmail.com. Alamat rumah: Jalan Letnan Kusni no. 10 RT 2 RW 6 Bancar Badhog Centre, Purbalingga, Jawa Tengah 53316.